Oleh: Budi Puryanto
Hujan tipis membasahi halaman Istana pada sore itu. Di ruang rapat lantai dua, Presiden Pradipa Wiranegara duduk di ujung meja panjang, dikelilingi tujuh orang kepercayaannya. Tidak ada kamera, tidak ada ajudan yang keluar masuk. Pintu dikunci dari dalam, dan ponsel semua peserta rapat disita sebelum pertemuan dimulai.
“Operasi Catur Putih kita mulai malam ini,” kata Pradipa, suaranya pelan tapi tegas. “Target pertama adalah kementerian strategis—posisi yang bisa mereka gunakan untuk menggalang dana dan opini publik. Kita ganti, semua, tanpa kompromi.”
Seno, mantan perwira intel sekaligus koordinator Tim Bayangan, membuka map hitam tebal. “Ini daftar menteri dan pejabat yang loyalitasnya diragukan. Ada delapan nama. Tiga di antaranya sudah terindikasi melakukan komunikasi dengan kubu Lingkar Solo.”
Lingkar Solo—julukan untuk jaringan inti pendukung Wakil Presiden Gema Rakarsa—sudah menjadi momok tersendiri di lingkaran Istana. Berawal dari sekelompok pengusaha dan politisi lokal, kelompok ini kini merambah ke partai politik, media, hingga jaringan LSM. Mereka punya sumber dana yang besar dan, lebih berbahaya lagi, mampu mengendalikan narasi di media sosial.
“Kalau kita ganti orang-orang ini secara frontal, pasti ada perlawanan terbuka,” ujar Menteri Dalam Negeri, seorang politisi senior yang loyal sejak masa kampanye. “Apakah kita siap menghadapi tekanan politik dan media?”
Pradipa menatap lurus ke matanya. “Lebih baik kita hadapi sekarang daripada membiarkan mereka menyiapkan babak berikutnya.”
Sementara itu, di sebuah rumah mewah di Menteng, Gema Rakarsa menggelar pertemuan rahasia dengan enam tokoh Lingkar Solo. Mereka duduk melingkar di ruang tamu bergaya kolonial, dengan tirai tebal menutup rapat jendela.
“Kita sudah tahu Pradipa akan reshuffle,” kata salah satu pengusaha yang rambutnya mulai memutih. “Kalau orang kita di kementerian dicopot, aliran dana dan program akan terhenti.”
Seorang mantan anggota DPR yang kini menjadi “penasehat khusus” Gema menambahkan, “Kita tidak bisa mencegah reshuffle, tapi kita bisa menyiapkan serangan balik. Fokus di dua hal: opini publik dan jaringan akar rumput.”
Gema hanya mendengarkan. Sesekali ia mencatat sesuatu di buku kecilnya. Dalam benaknya, reshuffle ini bisa jadi bumerang bagi Pradipa jika dijalankan tanpa strategi komunikasi yang tepat. Ia tahu, publik mudah terbawa arus emosi—dan ia berniat memanfaatkannya.
Malam itu, Seno memimpin operasi pengumpulan bukti untuk memperkuat alasan perombakan. Timnya menyusup ke jaringan komunikasi internal beberapa kementerian, mencari percakapan yang menunjukkan ketidakloyalan. Mereka juga memantau arus dana ke rekening pribadi para pejabat yang terindikasi berhubungan dengan Lingkar Solo.
Di ruang server tersembunyi di basement sebuah gedung pemerintahan, seorang teknisi muda yang bekerja untuk Tim Bayangan menemukan file terenkripsi dengan label “Rencana November”. Setelah dibuka, isinya mengejutkan: daftar acara publik yang akan dihadiri Gema, lengkap dengan skenario pernyataan yang berpotensi menempatkan Pradipa dalam posisi defensif.
“Ini bukan sekadar lawan politik,” kata teknisi itu melalui sambungan aman ke Seno. “Ini operasi komunikasi skala penuh.”
Pagi berikutnya, media mulai mencium aroma perombakan. Surat kabar menurunkan headline: “Presiden Siapkan Langkah Besar”, sementara akun-akun anonim di media sosial mulai menyebarkan isu bahwa reshuffle adalah bentuk “balas dendam politik”.
Pradipa tidak tinggal diam. Ia memerintahkan juru bicara kepresidenan untuk menyiapkan narasi bahwa reshuffle ini demi efisiensi pemerintahan dan percepatan pembangunan, bukan soal politik. Tapi ia tahu, narasi resmi sering kali tenggelam di tengah derasnya informasi liar.
Di tengah situasi yang memanas, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Pradipa dari nomor tak dikenal:
“Pak Presiden, ada nama dalam daftar reshuffle Anda yang ternyata adalah ganda agen. Dia bermain untuk dua kubu. Hati-hati memilih.”
Pesan itu memicu pertanyaan besar di benaknya: apakah Tim Bayangan benar-benar bersih dari infiltrasi?
Menjelang malam, keputusan akhir reshuffle sudah di tangan Pradipa. Delapan nama akan diganti, lima di antaranya diyakini terkait Lingkar Solo. Namun, sebelum ia mengumumkan, ia harus memastikan satu hal: loyalitas orang-orang yang akan menggantikan mereka.
Di luar tembok Istana, kota tampak tenang. Tapi di balik layar, dua kekuatan besar sedang memindahkan bidak-bidaknya di papan catur politik. Operasi Catur Putih baru saja dimulai, dan tidak ada yang tahu siapa yang akan jadi korban pertama
EDITOR: REYNA
Api Diujung Agustus (Seri 1) – Lima Hari Setelah Api Padam
Related Posts

Soeharto, Satu-satunya Jenderal TNI Yang 8 Kali Jadi Panglima

Pro-Kontra Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Antara Rekonsiliasi dan Pengkhianatan Reformasi

Kasusnya Tengah Disidik Kejagung, Sugianto Alias Asun Pelaku Illegal Mining Kaltim Diduga Dibacking Oknum Intelijen

Habib Umar Alhamid: Waspada, Ombak dan Badai Bisa Menerpa Pemuda-Pemudi Indonesia

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

OKI mendesak Dewan Keamanan untuk mendukung keanggotaan penuh Palestina di PBB

Jokowi, Pratikno dan Prabowo Bisa Terbakar Bersama – sama

Pongah Jadi Menko Tiga Kali

Jihad Konstitusi Kembali ke UUD 18/8/1945

Yahya Zaini Dukung Konsep “School Kitchen” Untuk MBG Yang Aman dan Dekat Anak



Api Diujung Agustus (Seri 3)-– Operasi Bayangan Balik - Berita TerbaruSeptember 14, 2025 at 9:16 am
[…] Api Diujung Agustus (Seri 2) – Operasi Catur Putih […]