NEGERI KESEPAKATAN : DEMOKRASI, PERJANJIAN MADINAH DAN SISTEM POLITIK NEGARA-NEGARA ISLAM

BAGAIMANA KEPEMIMPINAN SETELAH RASUL ?

Ketika Nabi meninggal, yang menentukan kedudukan pemimpin pengganti Rasul (disebut khalifah) adalah kesepakatan antara bani aws, khazraj dan qurays yang menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah dan dipanggil dengan Amirul Mukminin.

Nabi Muhammad juga tidak mempersiapkan apapun baik dalam bentuk konstitusi maupun wasiat tertentu bagaimana pemerintahan muslim sepeninggal beliau.

Terpilihnya Umar, Utsman dan Ali juga melalui proses yang berbeda beda. Tapi semuanya mempunyai nilai nilai yang dapat dijadikan pembelajaran dalam memilih pemimpin. Umar dipilih setelah dilakukan konsusltasi publik oleh Abu Bakar, Utsman dipilih malalui majelis 6 yang ditentukan Umar ibn Khattab, sedang Ali dipilih secara aklamsi oleh seluruh penduduk Madinah, para pemimpin wilayah dan pemimpin militer, minus Muawiyah yang tidak mau membaiat Ali sebelum Ali menghukum para pemberontak dan pembunuh Utsman.

BAGAIMANA SISTEM KENEGARAAN dari negeri negeri yang saat ini disebut sebagai negara Islam ?

Saat ini, sistem kenegaraan dan pemerintahan negara negara Islam atau bahkan risalah Islam sering dibenturkan dengan istilah demokrasi.

Padahal, agama Islam, atau agama apapun tidak pernah melahirkan ideologi (seperti kapitalisme, sosialisme atau komunisme atau mungkin yang lain), tapi agama menghasilkan aliran agama. Aliran agama, adalah kombinasi dari sistem aqidah dan kepemimpinan dengan dalil hukum yang dianut.

Inti dalam aliran agama adalah : a) Cara memilih pemimpin dan b) pemberlakuan syariat.
Dua hal yang tidak terpisahkan.

Mengapa demikian ? Karena Al – Qur’an memang memberikan petunjuk dalam 2 hal tersebut diatas, yang kemudian menghasilkan aliran agama dengan berbeda varian dalam penekanan penggunaan dalil maupun pengaruh faktor kesejarahannya. Intinya adalah ada yang lebih menekankan pada pemimpin yang menyelamatkan (sampai akhirat), dan ada yang lebih menekankan pada syari’at yang lebih menekankan pada keselamatan. Secara mudah adalah lebih menekankan pada Orang atau pada Sistem (syariat), yang kombinasi dalil atas hal tersebut memunculkan berbagai aliran Islam.

Artinya, dalam memilih pemimpin sudah tersedia dalilnya, dan pemimpin wajib menjalankan syariat. Kewajiban pemimpin dalam Islam (ulil amri) sudah ada hukumnya dalam Islam (Qs An – Nisa 59, dan lain lain)

Hal ini yang membedakan dengan demokrasi pada umumnya, dimana pemimpin yang diperoleh melalui demokrasi didasarkan atas kesepakatan.

Lalu BAGAIMANA PRAKTIK di negara negara Islam dalam memilih pemimpin dan membuat sistem dan politik kenegaraan ?

Jika kita lihat negara negara di timur tengah, kita bisa lihat beberapa model, antara lain Arab, Turki, Iran, Iraq, qatar, Yaman, Oman, Yordania, Mesir, dll.
Dalam memilih pemimpin, ada yang murni berdasarkan aliran agama Iran, ada yang kombinasi aliran dan dinasti seperti Arab Saudi, ada yang menggunakan demokrasi seperti Turki dan Iraq, ada yang hanya berdasarkan pemilihan dalam dinasti seperti Qatar, Oman, Uni Emirat, Yordan. Ada juga yang belum jelas betul seperti Mesir.

Mengapa bisa terjadi demikian ? Dalam khasanah pemikiran Islam, bentuk negara hanya berkedudukan sebagai wasilah atau alat untuk mencapai tujuan, sedang untuk mencapai tujuan tergantung pada pribadi pemimpin dan pelaksanaan syari’at.
Oleh karena itu, sistem pemerintahan lebih banyak bergantung pada kesejarahan terbentuknya sistem pemerintahan itu sendiri.

Jadi perbedaan mendasarnya adalah : dalam Islam, sudah tersedia ayat ayatnya namun praktiknya bisa memunculkan banyak tafsir disamping faktor kesejarahan yang ikut menentukan,
sedang
demokrasi secara umum hanya berdasarkan kesepakatan.

Jauh hari hal ini telah ditulis oleh Ibnu Taimiyah, yang intinya memilih pemimpin dan membentuk sistem pemerintahan dapat berdasarkan kesepakatan, yaitu melalui IJMA’ ULAMA. Mengapa harus melalui Ijma’ Ulama? Karena bagi Ibnu Taimiyah, hal hal baru dalam kehidupan selalu bermunculan, yang hal baru itu secara bersamaan bisa mempunyai unsur kebenaran tetapi juga sekaligus mengandung unsur kesalahan. *Oleh karena itu harus ditetapkan oleh para ulama.*

Secara teoritis ada peluang penggunaan sistem demokrasi tertentu, yaitu demokrasi yang menjamin munculnya ulil amri yang mengembalikan semua persoalan dan perbedaan pada Al – Qur’an dan Hadits sebagaimana dalam Qs An – Nisa 59.

amr 15092018

Related Posts