Pelajaran Dari Pati

Pelajaran Dari Pati

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Seingat saya pada tanggal 5 Agustus 2024 ribuan demonstran di negeri Bangladesh turun ke jalan memprotes pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang dianggap tidak becus mengurus negara dan penuh dengan praktek korupsi. Demonstran yang marah itu berhasil masuk istana dan rumah kediaman Perdana Menteri yang menyebabkannya melarikan diri ke India. Pemerintahnya langsung jatuh.

Meskipun tidak sama dengan yang terjadi di Bangladesh itu, hari ini tanggal 13 Agustus 2025 ribuan demonstran turun ke jalan memprotes Bupati Sudewo yang dianggap tidak becus mengurus Kabupaten Pati. Viral di tanyangan video ribuan orang yang demo itu sempat bentrok dengan aparat kepolisian; dan mereka itu melempari Bupati Pati dengan botol-botol minuman dan sandal ketika Bupati Sudewo diatas kendaraan menemui para demonstran dan mengucapkan maaf dan berjanji akan berbuat lebih baik. Ada juga video yang menayangkan ratusan orang berhasil masuk ke gedung kantor Bupati.

Bupati Pati Sudewo mengatakan, bahwa unjuk rasa yang melibatkan ribuan warganya, menjadi pembelajaran buat dirinya. Apalagi, menurut Sudewo, ia baru menjabat beberapa bulan sebagai Bupati Pati. Banyak hal yang mesti ia benahi. “Ini merupakan proses pembelajaran bagi saya yang baru menjabat beberapa bulan sebagai bupati,” kata Sudewo soal unjuk rasa warga Pati, Rabu (13/8/2025), dalam tayangan Kompas TV. “Banyak yang kurang, banyak kelemahan yang harus kami benahi ke depan,” lanjutnya.
Tentu itu bukan hanya pelajaran untuk Pak Sudewo saja tapi pelajaran bagi seluruh kepala daerah atau pejabat tinggi negara diseluruh Indonesia ini.

Lesson learned atau pelajaran yang bisa diambil antara lain bahwa dalam era demokrasi ini maka kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah haruslah berdasar dari aspirasi rakyat atau “Buttom-Up” bukan dipaksakan dari atas atau “Top-Down”. Menentukan kenaikan pajak yang tinggi haruslah ada banyak variabel yang menjadi pertimbangan, misalnya naiknya angka pengangguran, banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK, menurunnya daya beli masyarakat, banyaknya rakyat yang terjerat hutang dsb. Kalau hal-hal itu menjadi pertimbangan dalam suatu perencanaan maka tidak mungkin rakyat bersedia menerima kenaikan PBB 250%.

Pelajaran berikutnya yang bisa diambil dari kasus Pati ini yaitu kenapa rakyat masih ngotot ingin turun ke jalan padahal Bupati Sudewo sudah bersedia membatalkan kebijakan kenaikan PBB 250% itu?. Ternyata beberapa demonstran – sebagai representasi dari rakyat mengatakan bahwa mereka terus berdemo turun kejalan tidak menggubris soal pajak PBB 250% itu lagi tapi menuntut sang Bupati untuk mundur dari jabatan. Tuntutan mereka itu didasarkan karena rakyat “sudah sakit hati melihat seorang pemimpin yang arogan”.

Sikap “Adigang, adigung, adiguna” sebuah peribahasa Jawa yang secara umum berarti orang yang menyombongkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimilikinya – sudah tidak jamannya diucapkan kepada rakyat yang sudah melek politik. Sikap “ kamu tahu siapa saya”, “kamu tidak tahu berdahadapan dengan siapa” adalah contoh diksi yang arogan yang akan langsung mendapatkan perlawanan rakyat karena rakyat faham betul bahwa seseorang menjadi pemimpin itu karena dipilih rakyat dan digaji dari rakyat.

Karena itu kalau rakyat sudah tidak puas atas suatu kedholiman dan ketidak puasan itu secara agregat menumpuk menjadi kumpulan sakit hati, maka hal ini suatu saat bisa meledak. Sakit hati rakyat seperti itu kata orang Jawa “njanget” – atau melekat dalam hati dalam waktu lama dan susah hilangnya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K