Pemerintah Tak Punya Hati Banjir Bandang Bukan Bencana Nasional Malah Jadi Arena Selfie

Pemerintah Tak Punya Hati Banjir Bandang Bukan Bencana Nasional Malah Jadi Arena Selfie
Sumber foto: detikcom

SURAKARTA – “Bicara keras dan kasar tapi jujur jauh lebih mulia daripada bicara lemah-lembut tapi bermuka dua dan mengaburkan fakta.”

Demikian tegas Dr. Muhammad Taufiq, S.H., M.H., dalam kuliah terbuka yang disiarkan langsung di kanal YouTube Salam Akal Waras, Sabtu (6/12/2025). Ia menggebu-gebu menyerukan agar banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, dan Sumatera Barat sejak 26 November 2025 segera ditetapkan sebagai bencana nasional.

“Sampai hari ini Pak Prabowo tidak bunyi. Dulu teriak ‘bocor-bocor-bocor’, sekarang ternyata dia sendiri sumber kebocorannya. Hutan 92.000 hektare digunduli!” serunya.

Dr. Taufiq membandingkan dengan dua bencana besar masa lalu yang langsung ditetapkan bencana nasional:

Tsunami Flores 12 Desember 1992 (skala 6,8) di masa Pak Harto: 24 menteri langsung turun tanpa selfie, semua anggaran difokuskan pemulihan.

Tsunami Aceh 26 Desember 2004 (skala 9,2–9,3) di masa Pak SBY: langsung bencana nasional, ratusan ribu korban tertangani.

“Sekarang? Pejabat datang pakai rompi Densus 86, selfie, bagi-bagi sembako dari helikopter, terus pulang. Ada yang sumbangannya diturunkan, lalu diangkut kembali. Ini bencana dijadikan area konten!” kritiknya pedas.

Ia juga menyindir keras, Verrel Bramasta yang pakai rompi Densus 88 untuk foto. Anak dan menantu mantan presiden yang lempar sembako dari helikopter. Pejabat yang sibuk bentuk panitia dan rapat ketimbang langsung bertindak.

“Di Aceh Tamiang lumpurnya 4 meter. Kalau 4 meter pasti banyak mayat. Data resmi 700, saya yakin ribuan. SAR kita juga sibuk selfie, tidak seperti SAR negara lain,” ujarnya.

Dr. Taufiq menegaskan empat tuntutan:

1.Tetapkan SEKARANG sebagai bencana nasional, alihkan APBN untuk recovery total.

2.Hentikan semua penebangan hutan, legal maupun ilegal. Cabut semua HPH.

3.Jaksa Agung turun tangan, sita aset-aset pelaku illegal logging dan perusahaan yang terlibat.

4.Pejabat yang terlibat pembalakan (menteri, gubernur, bupati) harus mundur atau diadili.

“Jangan takut mengkritik Presiden, Menteri, DPR, Bupati, Gubernur. Putusan MK No. 105/PUU-XXII/2024 melarang pejabat negara lapor polisi hanya karena dikritik. Itu hak kita!” tegasnya.

Di akhir kuliah, Dr. Taufiq menyerukan, “Yang dibutuhkan bangsa ini adalah orang yang cerdas, jernih, jujur, dan pemberani. Jaga hutan kalian, jaga kampung kalian. Kalau tidak, kita semua akan tenggelam.”

“Pak Prabowo alias Pak Prabocor, dengarkan seruan ini!” pungkasnya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K