Peneliti CENITS Beberkan 5 Komponen Terbesar Yang Pengaruhi Harga Tiket Pesawat

Avtur adalah bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yang harusnya diperlakukan sebagai bisnis murni, maka penurunan harga yang bisa di bawah posting price avtur Singapura adalah hal yang tidak biasa–(Dz Arifuddin, Peneliti CENITS)

Zonasatu News–Industri maskapai di Indonesia dan tata kelolanya dinilai mulai tidak efisien. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya harga tiket sejak Januari 2019 dan menjadi polemik hingga saat ini.

Beberapa analisa mengemuka, Harga avtur disebut sebagai biang keladi tingginya tarif pesawat dan Imbas dari mahalnya harga tiket pesawat sudah melebar sampai ke industri hotel dan kuliner.

INDEF : duopoli sebabkan tiket naik

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai adanya duopoli dalam industri penerbangan saat ini. Duopoli itulah yang menyebabkan harga tiket pesawat belakangan ini meningkat drastis. Kecurigaannya terhadap praktik duopoli didasarkan pada tingkat concentration ratio di industri ini mencapai 83% pada 2017 (Lion Air Group dan Garuda Group).

Penguasaan pasar itu membuat kedua perusahaan teratas bebas untuk menentukan harga ataupun kuantitas dari penerbangan. Hal tersebut semakin diperparah dengan bergabungnya Sriwijaya Air Group ke dalam Garuda Indonesia Group yang semakin memperbesar tingkat konsentrasi pasar pada dua group penerbangan nasional tersebut. Sedangkan Air Asia tidak akan mampu menembus pangsa pasar mereka berdua.

Huda mengaku tidak percaya alasan dari maskapai yang membuat harga tiket naik adalah harga avtur yang tinggi. Dia menjabarkan data bahwa harga avtur di Pertamina jauh lebih rendah dari harga avtur di Singapura ataupun di Malaysia.

CENITS : 5 komponen terbesar 

Dz.Arifuddin, Peneliti CENITS (Centre for Energy and Innovation technology Studies) kembali mempertanyakan, meskipun harga Avtur sudah diturunkan oleh Pertamina, mengapa harga tiket pesawat tetap tinggi?

Menurutnya, avtur adalah bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi yang harusnya diperlakukan sebagai bisnis murni, maka penurunan harga yang bisa di bawah posting price avtur Singapura adalah hal yang tidak biasa. Apalagi harga avtur Pertamina selama ini terdapat beban PPn sebesar 10%, PPh dan Iuran BPH Migas yang hal ini tidak ada pada komponen harga avtur di Singapura.

Pemerintah harus bertindak cepat, di berbagai instansi perlu duduk bareng terutama pengelola bandara, maskapai penerbangan untuk mengkaji lebih dalam Komponen-komponen apa saja yang terbesar dalam alokasi per-tiket pesawat yang dibebankan ke rakyat (Konsumen). Selanjutnya melakukan langkah-langkah terobosan yang konkrit dengan efisiensi dan inovasi dari masing-masing komponen alokasi teratas tersebut.

Arifuddin memberikan bukti, berdasarkan data yang dirangkum dari berbagai sumber (Dept. of Transportation USA, telegraph.co.uk dll ) ada 5 komponen alokasi terbesar menurut urutannya menurut presentasi alokasi per tiket pesawat. 

1. Ada setumpuk pajak yang berbeda-beda menyertai pembelian tiket pesawat, pajak paling sederhana adalah pajak tiket penumpang domestik, pajak keamanan, pajak lepas bandara 1 dan lainnya, untuk penerbangan internasional ada tambahan pajak transportasi internasional, pajak pajak bea cukai, biaya inspeksi hewan dan tanaman, biaya imigrasi dan naturalisasi, pajak penerbangan sipil, dan seterusnya.

Pajak dan biaya tersebut perlu di review kembali oleh Kementrian keuangan yang membawahi Dirjen Pajak, bea Cukai dst, guna mendapatkan formulasi yang Adil, Efektif dan Efisien terbebankan kepada konsumen secara proporsional.

2. Biaya perawatan Pesawat yang terdiri dari biaya teknisi, komponen, restorasi mesin inspeksi dan pemeriksaan lainnya termasuk bagian yang tidak berhubungan dengan terbang lainnya.

Maskapai diharapkan bisa melakukan berbagai terobosan dan konsolidasi dalam hal management perawatan pesawat, dimulai dari pemilihan pesawat, dan berapa type dan varian maksimal yang harus dipunyai oleh maskapai terkait, semakin banyak type dan varian pesawat yang dimiliki oleh suatu maskapai. Semakin tidak efektif dan efisien dari sisi perawatan dan pemeliharaanya, biaya yang dikeluakan akan semakin besar. Ambil contoh Garuda, saat ini memakai armada Boeing saja ada 3 type, Airbus 2 type, ditambah Sriwijaya yang memakai armada boeing 6 type.

Selain dari pada itu, Hanggar-hanggar Untuk maintenance pesawat baik secara berkala maupun incidental perlu dievaluasi lagi zona dan tempat yang bisa mengakomodir dan bisa dijangkau secara efektif diseluruh jalur penerbangan pesawat, apakah sudah cukup titik-titiknya apa perlu ditambah.

3. Biaya Pendaratan Pesawat di bandara yang terdiri dari biaya mendarat dan lepas landas, biaya menggunakan gate ( Gerbang ), pengangkutan dan kebutuhan bandara lainnya.

Pemerintah, terutama kementrian Perhubungan dan Kementrian BUMN perlu mengevaluasi tata kelola Kebandaraan dari berbagai sektor, dari mulai evaluasi dan konsolidasi Jadwal, jam-jam penerbangan, rute dan frekwensi penerbangan. Tidak harus, setiap hari frekwensi penerbangan jumlahnya sama untuk dari dan ke tujuan tertentu. Begitu dengan tidak harus ada setiap hari untuk rute-rute tertentu. Sampai pada management dan flow orang dan barang di bandara beserta fasilitas, sarana dan prasarana yang digunakan apakah sudah tepat guna, efektif dan efisien serta terutilisasi dan terawat dengan baik. Jangan sampai ada yang mengeluarkan biaya perawatan rutin, tetapi tidak terutilisasi dengan baik, dan sebaliknya, ada yang dipakai secara terus menerus tetapi tidak diimbangi dengan perawatan yang baik.

Dz Arifuddin, Peneliti CENITS, saat berada di Jepang

4. Membayar harga/Sewa pesawat.

Dengan melakukan Efektifitas di Nomer 2 dan 3 (Biaya perawatan Pesawat dan Biaya Pendaratan Pesawat ) diharapkan Biaya membayar / menyewa pesawat ini bisa terutilisasi secara optimal.

5. Biaya menjalankan maskapai, mengawasi pesawat yang merupakan bagian yang punya biaya dari dan untuk dirinya sendiri yang terdiri dari administrasi, eksekutif, insinyur software, pemasaran, konsultan, jasa pelanggan, agen humas, biaya sewa gedung, pesangon, biaya dinas, penyimpanan/parkir pesawat dan keperluan lainnya.
Maskapai perlu dipacu secara kompetitif untuk melakukan management yang efektif dan efisien, apalagi diera industri 4.0 ini.

Jadi langkah awal yang bukan utama (Avtur) setelah dilakukan inisiatif oleh Pertamina, dan untuk menepis praktik duopoli didasarkan pada tingkat concentration ratio di industri ini mencapai diatas 85% (Lion Air Group dan Garuda Group) , 

“Sehingga penguasaan pasar yang membuat kedua perusahaan (Group) teratas ini, dicurigai bebas untuk menentukan harga ataupun kuantitas dari penerbangan, Pemerintah perlu proaktif dalam melakukan inisiasi dan terobosan disemua sektor dan bagian terkait, sehingga bisa menekan biaya tiket yang adil bagi konsumen dan juga bagi para pemangku kepentingan lainnya terutama dari faktor alokasi 5 besar teratas tersebut,” tegas Arifuddin.

Related Posts