ZONASATUNEWS.COM–Penghinaan pejabat negara itu sudah tidak ada, Negara Indonesia bukan kerajaan. Jadi penghinaan itu masalah pribadi.
Sejarah penghinaan itu mengikuti Pemerintahan Hindia Belanda di mana Indonesia negara jajahan Belanda sehingga Kepala Negara saat itu adalah Ratu Wilhelmina. Namun dari rezim ke rezim pasal penghinaan Kepala Negara tetap dilestarikan oleh penguasa guna memenjarakan lawan politiknya.
Seiring berjalannya waktu pegiat HAM menilai itu kebablasan dan melanggar hak-hak demokrasi khususnya kebebasan berpendapat.
Meski meniru Kerajaan Belanda namun KUHP Belanda tidak ada pasal penghinaan Kepala Pemerintahan yakni Perdana Menteri.
“Jadi aneh hari ini masih ada pejabat dikritik dianggap menghina negara itu ngawur,” ujar Dr.Muhammad Taufiq .SH MH pakar pidana alumni FH UNS Solo.
Dirasa tidak nyaman untuk pejuang demokrasi ,akhirnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.
“Oleh karenanya tidak tepat kalau Luhut Binsar Panjaitan merasa dihina Said Didu, kok yang lapor pengacaranya. Kewajiban dan tanggung jawab pidana itu tidak bisa diwakilkan, itu urusan pidana bukan perdata,” ujar Taufiq.
Kalau pidana bisa diwallkilkan, lanjutnya, para koruptor saat diperiksa lebih baik menunjuk advokat atau pengacara sebagai wakilnya saat menjalani pemeriksaan.
Pengacara Luhut perlu mendalami lagi putusan MK dan arti penghinaan. Karena itu delik aduan ya Luhut sendiri yang datang mengadu ke polisi bukan wakilnya. Advokat dalam perkara pidana itu disebut penasihat hukum.
“Advokat dalam perkara perdata disebut kuasa hukum, sebab ia menjadi kuasa atau yang mewakili pemberi kuasa. Dan hal itu tidak dikenal dalam perkara pidana sebutan kuasa hukum,”pungkasnya
Tags:Related Posts
Tiga Celah Gelap di Pertamina Perkapalan: Mengapa Dugaan Korupsi Rp285 Triliun Bisa Diterobos dari Kapal hingga Perusahaan Cangkang
Pungutan Liar 30% di Balik Sewa Kapal Tanker: Terbongkar Sumber Korupsi Ratusan Triliun di Tubuh Pertamina
Kapal Hantu, Dana Siluman, dan Perusahaan Cangkang: Skandal Korupsi PIS 285 Triliun Dibongkar
PT Makmur Tentram Berprestasi tidak bisa tunjukkan legalitas tanah kavling yang dijual, user berencana lapor ke Polda Jatim
Pengadilan Moskow mendenda Google karena membocorkan data pribadi tentara Rusia yang tewas dalam perang Ukraina
Pidsus Kejagung Diduga Telah Salah Strategi Mengungkap Dugaan Permainan Penjualan MMKBN
Abdullah Hehamahua: Jokowi Dapat Dihukum Mati??
Heboh sertifikat tanah HGB di PIK, Ahli Hukum: Ajaib, tanah tidak beli, sertifikat sehari jadi !!
Kasus Darso mati dipukuli polisi, Ahli hukum: Kapolresta Yogya bohong, layak dicopot
Ahli Pidana mengatakan hakim yang menghukum Moeis 6,5 tahun itu tidak pakai teori pemidanaan
ข่าวการศึกษาOctober 27, 2024 at 12:36 pm
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/hukum/penghinaan-pejabat-negara-sudah-tidak-ada-kasus-luhut-vs-said-didu-itu-masalah-pribadi/ […]
camsJanuary 14, 2025 at 4:52 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/hukum/penghinaan-pejabat-negara-sudah-tidak-ada-kasus-luhut-vs-said-didu-itu-masalah-pribadi/ […]
เว็บพนันออนไลน์เกาหลีJanuary 22, 2025 at 3:50 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/hukum/penghinaan-pejabat-negara-sudah-tidak-ada-kasus-luhut-vs-said-didu-itu-masalah-pribadi/ […]