Oleh: AA LaNyalla M Mattalitti
(Disarikan dari Pidato Kebangsaan Ketua DPD RI dalam Diskusi Publik Komite Peduli Indonesia Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan Bandung, 26 Juni 2022)
Demokrasi harus menjadi alat rakyat. Alat rakyat untuk mencapai tujuan rakyat. Karenanya tidak boleh terjadi, rakyat justru menjadi alat demokrasi. Karena pemilik negara ini adalah rakyat. Sehingga sudah semestinya kedaulatan ada di tangan rakyat.
Tetapi hari ini kita menyaksikan kesibukan ketua umum Partai Politik melakukan rapat-rapat terbatas. Pertemuan-pertemuan tertutup. Untuk membangun koalisi. Untuk menyiapkan pergantian pemimpin nasional. Dan rakyat sebagai pemilik kedaulatan ini hanya menjadi penonton.
Mengapa ini semua bisa terjadi? Karena memang kita sebagai bangsa telah memberikan kewenangan penuh kepada partai politik untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Sejak kapan itu terjadi? Sejak kita melakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 yang lalu. Karena sejak saat itu, kita sudah meninggalkan sistem Demokrasi Permusyawaratan. Dimana kedaulatan rakyat ada di Lembaga tertinggi.
Yang posisinya equal dengan DPR sebagai representasi Partai Politik. Karena di situ ada Utusan Daerah dan Utusan Golongan.
Sistem Demokrasi yang paling sesuai dengan watak dasar bangsa yang super majemuk ini. Dimana demokrasi dilakukan dengan
pendekatan konsensus. Bukan dengan pendekatan mayoritas.

Ketua DPD RI AA LaNyalla M Mattalitti, disela-sela Diskusi Publik Komite Peduli Indonesia Koalisi Rakyat Untuk Poros Perubahan Bandung, 26 Juni 2022
Saya tidak mengatakan bahwa perilaku politik yang terjadi di era Orde Baru adalah baik. Tetapi sistem yang dirumuskan para pendiri bangsa ini, adalah sistem yang paling sesuai dengan watak dasar bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, kita memang wajib untuk melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 naskah Asli.
Termasuk pembatasan masa jabatan presiden. Dan penyempurnaan itu harus dilakukan melalui Adendum. Bukan mengganti sistem secara total. Di sinilah inti dari problem fundamental bangsa ini.
Karena dari penelitian akademik yang dilakukan oleh Profesor Kaelan dari UGM, Konstitusi hasil Amandemen 20 tahun yang lalu itu, sudah bukan lagi Konstitusi yang lahir dari semangat Proklamasi. Bahkan disebut oleh Profesor Kaelan bahwa Negara Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 itu sudah tidak ada.
Akibatnya Pancasila sekarang seperti Zombie. Walking dead. Atau istilah lainnya; Pancasila Not Found. Dan negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya Oligarki Ekonomi dengan Oligarki Politik.
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
herbal teaOctober 25, 2024 at 2:44 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 12309 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pidato-kebangsaan-lanyalla-demokrasi-harus-menjadi-alat-rakyat/ […]
Stripchat promoNovember 15, 2024 at 7:50 pm
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pidato-kebangsaan-lanyalla-demokrasi-harus-menjadi-alat-rakyat/ […]
live modelsDecember 16, 2024 at 10:31 pm
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pidato-kebangsaan-lanyalla-demokrasi-harus-menjadi-alat-rakyat/ […]