Oleh : Pierre Suteki
Orang yang sudah biasa melakukan kesalahan biasanya menganggap kesalahan itu hal biasa. Tidak fair kadang dapat dirasakan ketika rakyat dituntut untuk tertib, misalnya dalam pembuatan SIM, KTP, SERTIFIKAT, AKTA OTENTIK..semuanya harus PERSIS TIDAK BOLEH ADA KEKELIRUAN SALAH KETIK.
Ini UU yg super super penting dan dokumen negara, lha kok kesalahan ketik dianggap biasa toh bisa direvisi. Meski banyak kritik sana-sini, meski banyak salah hapus, salah ketik, salah nomenklatur toh tetap diketok. Apa ini UU TikTok? Bukan to?
Ya benar, karena kesalahan ketik boleh jadi suatu UU tidak mungkin dibatalkan.Dan benar boleh jadi tidak memengaruhi norma yang dikandung. Namun, hal itu menunjukkan betapa ada yang ugal-ugalan dalam kehidupan berpemerintahan.
Kesalahan dalam UU 11 2020 antara lain:
1. Salah Ketik: contoh pada Pasal 4 huruf c tertulis kata “PELINDUNGAN”, padahal yang umum dipakai adalah PERLINDUNGAN. Kata perlindungan dipakai sebanyak 50 kali dalam UU ini, sedangkan kata pelindungan dipakai sebanyak 62 kali. Mana yang benar, karena keduanya di UU ini saling dipertukarkan, dan tidak konsisten.
2. Salah Ketik: contoh yang cukup viral adalah penunjukkan pasal yang salah, Pasal 6 UU ini menunjuk Pasal 5 ayat (1) huruf a padahal Pasal 5 tidak punya ayat dan substansi ayat tidak kompatibel. Seharusnya diketik Pasal 4 huruf a. Itu baru sesuai maksud ayat 6 tersebut.
3. Salah Hapus: contohnya penghapusan Pasal 53 dan 54 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Pasal 53 dihapus berakibat Pasal 52 terhapus, padahal Pasal 52 tidak dihapus oleh UU Cipta Kerja. Pasal 54 dihapus seharusnya Pasal 55, 56 dan 57 dihapus karena merupakan penjelasan Pasal 54, padahal Pasal 55, 56 dan 57 tidak dihapus oleh UU Cipta Kerja.
4. Salah Diksi dan Tidak Konsisten: contoh pada Pasal 4 disebutkan adanya 10 klaster dan yang terakhir adalah klaster PENGENAAN SANKSI. Saya belum paham mengapa klaster ini perlu ada tersendiri, namun nomenklatur klaster pengenaan sanksi tidak pernah disebut menjadi BAB tersendiri sebagaimana 9 klaster yang lain. Yang muncul adalah BAB XII tentang PENGAWASAN DAN PEMBINAAN yang tidak pernah disebut dalam 10 klaster pada Pasal 4 UU Cipta Kerja ini. Aneh bukan?
Itu baru sebagian kesalahan yang sementara ditemukan secara acak. Tidak menutup kemungkinan akan ditemukan “devil” setelah diteliti secara “detail”.
Kembali ke pertanyaan, apakah kesalahan-kesalahan itu dapat mengubah norma dalam undang-undang ini. Belum tentu tetapi juga sangat mungkin! tergantung posisi koordinat nnda di mana? Berharap kepada pemerintah dan DPR, jangan beri contoh rakyat untuk membiasakan mentolerir kesalahan karena kebiasaan itu akan semakin mendorong rakyat untuk membiasakan diri berbuat kesalahan yang dianggap membangun. Lalu rakyat akan belajar pula tentang KECURANGAN yang dimaafkan. Ambyar!
Tabik..!!!
EDITOR : SETYANEGARA
Tags:Related Posts
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Oppression on the blockchainDecember 15, 2024 at 3:23 pm
… [Trackback]
[…] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-ketika-kesalahan-itu-biasa-dibiasakan/ […]
chatJanuary 14, 2025 at 8:26 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-ketika-kesalahan-itu-biasa-dibiasakan/ […]