Pierre Suteki : Lonceng Kematian Demokrasi, Akankah Berakhir Dengan “Civil War”?

Pierre Suteki : Lonceng Kematian Demokrasi, Akankah Berakhir Dengan “Civil War”?
Pierre Suteki

KEEMPAT:

Readiness to curtail civil liberties of opponent, including media (Kesiagaan untuk membungkam kebebasan sipil).

Parameter di antaranya:

(1) Apakah mereka mendukung (atau membuat) UU yang membatasi kebebasan sipil, terutama hak-hak politik dan menyampaikan pendapat?
(2) Apakah mereka melarang tema-tema tertentu?

Diterbitkannya UU Ormas, RUU HIP, serta berbagai kebijakan penguasa yang melarang pembahasan tema tertentu misalnya tentang khilafah karena dianggap mengancam Pancasila dan NKRI, sementara khilafah itu adalah bagian dari ajaran Islam tentang Fikih Siyasah yang boleh dipelajari dan didakwahkan sebagaimana sholat, zakat, haji dan lain-lain menjadi bukti adanya parameter indikator keempat ini. Ancaman psikologis terhadap para aktivis pendakwah, ustadz dan lain-lain dengan narasi terpapar radikalisme cukup menghambat hak politik untuk menyampaikan pendapat. Demikian pula penangkapan dan penahanan para aktivis KAMI pada tanggal 11/12 Oktober 2020 juga sebagai indikasi adanya pembatasan bahkan ancaman terhadap hak menyatakan pendapat dan berkumpul. Apakah fakta ini juga menunjukkan terpenuhinya parameter otoritarianisme indikator yang keempat ini?

Keempat indikator itu mungkin terpenuhi semua atau sebagian terpenuhi, maka dapat disebut bahwa suatu negara demokrasi telah mengarah kepada lonceng kematiannya. Jadi,
jika jawaban dari semua pertanyaan yang menjadi parameter setiap indikator di atas adalah YA, maka jelas sudah rezim saat ini termasuk otoriter dan represif. Lalu apa dampaknya? Menurut Steven dan Daniel, tindakan represif mereka tidak hanya membunuh demokrasi, tapi juga mengakibatkan polarisasi sedemikian parah di tengah masyarakat, dan kemungkinan terburuknya bisa terjadi perang sipil.

C. Potensi Civil War (Perang Sipil) Akibat Matinya Demokrasi

Ziblatt dan Levitsky lalu menyatakan bahwa sekalipun dulu negara-negara demokrasi khususnya AS terbukti bisa bertahan menghadapi Perang Sipil, The Great Depression, Perang Dingin, dan Watergate, namun mereka sangsi kali ini AS—di masa Donald Trump ini masih bisa bertahan menghadapi ancaman polarisasi yang sedemikian ekstrim di tengah masyarakat.

Akar masalah dari semua ini menurut Steven dan Daniel adalah karena masyarakat khususnya politisi tidak lagi memegang norma dan prinsip demokrasi dengan kuat. Mereka menjelaskan, demokrasi hanyalah seperangkat aturan, tapi jika riil di lapangan aturan tadi dilanggar, maka sama saja aturan tadi tidak ada. Akhirnya antara rival yang satu dengan lainnya saling serang, saling menjatuhkan, dan nyaris menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan (for a strategy of winning by any means necessary (p. 9). Polarisasi terus terjadi dan polarisasi itulah yang secara ekstrim dapat membunuh demokrasi itu sendiri.

Mampukah Indonesia keluar dari polarisasi antara pendukung pemerintah dan kelompok oposisi dalam meraih kemenangan? Jika keduanya saling “ngotot” mempertahankan prinsip tanpa membuka peluang untuk dialog, dan bahkan pemerintah cenderung bertindak otoritarianisme terhadap rakyat dan kelompok oposisi, maka tidak menutup kemungkinan perang sipil (civil war) akan terjadi.

Jika perang sipil terjadi, mungkin kita bisa membayangkan betapa dahsyat pertarungannya antara dua kubu yang masing-masing dipimpin oleh seorang “hero”. Adegan-demi adegan dalam film Captain America: Civil Wars mungkin benar-benar akan terjadi. Dalam film yang laris ditonton mulai 27 April 2016 Steve Rogers, sang Captain America (Chris Evans) kembali beraksi menunjukkan otot kuatnya. Jangan bayangkan sang super hero akan melakukan tugasnya secara solo, ia akan dibantu beberapa rekannya, termasuk Hawkeye, Scarlett Witch, dan Falcon.

Sesuai dengan judulnya, Captain America : Civil War memang menampilkan pertarungan sengit antara Captain America dengan Iron Man. Di poster filmnya pun terlihat deretan pahlawan super yang saling berhadapan. Satu tim dipimpin Captain America, sementara yang lain dimotori Iron Man. Tapi, itu hanyalah film. Semoga perang sipil (civil war) tidak terjadi di Indonesia. Dialog, masihkah dialog menjadi obat mujarab untuk menghindari Perang Sipil di negeri ini?

D. Penutup

Ancaman terhadap matinya demokrasi sangat besar ketika penguasa dalam hal ini termasuk Pemerintah dan DPR berlaku semakin otoritarian menghadapi rakyat dalam menuntut keadilan dan kebenaran. Konflik bisa makin meluas. Jika sumber utama konflik adalah penolakan secara meluas terhadap UU Omnibus Law CLBK maka solusinya tidak lain adalah mencabut UU tersebut dan ongkos yang paling murah dan sederhana adalah dengan pernerbitan PERPPU oleh Presiden. Menguji secara JR di MK tampaknya juga bukan langkah yang tepat mengingat ada sekitar 79 UU yang ada dalam UU Omnibus Law yang harus direview oleh MK. Sedang mereview satu UU saja membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan. Perlu diambil langkah strategis dan akurat untuk keluar dari konflik ini. Menurut keyakinan saya, Indonesia tidak akan ambruk tanpa Omnibus Law CLBK ini. Bukankah kita masih lengkap mempunyai 79 UU itu? Semua ini kita lakukan untuk mencegah terjadinya perang sipil yang pasti akan menimbulkan korban yang tidak ternilai harganya.

Tabik…!!!
Semarang, Kamis: 15 Oktober 2020

Last Day Views: 26,55 K
Tags: ,

4 Responses

  1. Agus Mualif : Omnibus Law, Radikalisme Administrasi Pemerintahan - Berita TerbaruOctober 15, 2020 at 4:04 pm

    […] Pierre Suteki : Lonceng Kematian Demokrasi, Akankah Berakhir Dengan “Civil War” […]

  2. Pierre Suteki: Mengulik RUU Omnibus Law CLBK di Bidang Pertanahan: Benarkah Issue Kepentingan Umum Diperluas, HGB 80 Tahun dan Penghapusan HM? - Berita TerbaruOctober 16, 2020 at 9:23 am

    […] Pierre Suteki : Lonceng Kematian Demokrasi, Akankah Berakhir Dengan “Civil War” […]

  3. เว็บ บาคาร่า วอเลทJanuary 2, 2025 at 6:22 pm

    … [Trackback]

    […] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-lonceng-kematian-demokrasi-akankah-berakhir-dengan-civil-war/ […]

Leave a Reply