Pierre Suteki: RUU Omnibus Law Cipta Kerja, “Kejar Tayang Bulldozer Hukum, Haruskah ditolak?”

Pierre Suteki: RUU Omnibus Law Cipta Kerja, “Kejar Tayang Bulldozer Hukum, Haruskah ditolak?”
Pierre Suteki

II. Target dan Corak RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

A. Target Penyelesaian RUU Terkesan Buru-buru.

Semula Presiden menargetkan RUU tersebut selesai dalam waktu seratus hari kerja. Setidaknya jadi sebelum lebaran tahun ini, 2020. Tak heran, jika ada adegan ‘salah ketik’ sempat mewarnai proses pembuatan draft RUU-nya. Diduga akibat sikap terburu-buru dan kurang matang karena ingin cepat disahkan.

Sepengetahuan kami, negara sekelas Amerika Serikat saja saat membuat UU Omnibus Law Perdagangan dan Persaingan Usaha, membutuhkan waktu 3 (tiga tahun) sosialisasi dan 5 (lima tahun) proses pembahasan hingga pengesahan.

Di Indonesia, di antara 50 RUU dalam Prolegnas 2020, pemerintah menghendaki pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja atau disebut juga dengan istilah RUU Cipta Lapangan Kerja (UU Cilaka), RUU Cipta Kerja (UU CiptaKer) atau RUU Cipta Investasi (UU Cinta). Bisakah dalam waktu secepat itu (100 hari) selesai? Ternyata juga tidak bisa selesai. Padahal RUU Cipta Lapangan Kerja berisi 1028 halaman disebut akan memangkas dan menyederhanakan aturan sejumlah 1244 pasal dari 81 UU terkait investasi. RUU Omnibus Law Cipta Kerja berisi 11 klaster, yaitu: (1) penyederhanaan perizinan tanah, (2) persyaratan investasi, (3) ketenagakerjaan, (4) kemudahan dan perlindungan UMKM, (5) kemudahan berusaha, (6) dukungan riset dan inovasi, (7) administrasi pemerintahan, (8) pengenaan sanksi, (9) pengendalian lahan, (10) kemudahan proyek pemerintah dan (11) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Terkait dengan waktu yang diperlukan untuk mengubah UU secara omnibus, kita dapat merujuk pengalaman Amerika yang menganut Common Law System, sedang Indonesia menganut Civil Law System sebagaimana telah disebutkan di muka. Mungkinkah Indonesia menyusun RUU Cipta Kerja yang mengoreksi 81 UU itu akan selesai dalam hitungan bulan, bahkan hari? Kini UU OL CK telah memasuki babak akhir, yakni tahap pengesahan. Sebagian fraksi telah setuju kecuali PKS dan Demokrat. Secara perhitungan, maka mayoritas anggota fraksi telah setuju dan dengan demikian maka dapat dipastikan, UU OL CK akan tetap disyahkan, kecuali ada kejadian luar biasa yang menghalanginya.

B. Corak Omnibus Law Layak Disebut Sebagai RUU Bulldozer.

1. Potensi RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Bulldozer Hukum.

Melihat daya pangkas RUU Omnibus Law yang demikian, maka kami menyebutnya sebagai BULLDOZER HUKUM! Apakah Anda sepakat dengan kami? Kita tahu bahwa bulldozer adalah jenis peralatan konstruksi bertipe
traktor yang menggunakan track/ rantai serta dilengkapi dengan:

(1). Bagian depan. Blade (pedang) sebagai perlengkapan standar bulldozer, diaplikasikan untuk pekerjaan menggali, mendorong dan menarik material (tanah, pasir, dsb).
(2). Bagian belakang. Ripper untuk membongkar material yang tidak dapat digali menggunakan blade, biasanya untuk pekerjaan pembuatan jalan atau pertambangan.
(3). Bagian belakang. Winch untuk menarik material, sering digunakan pada pekerjaan pengeluaran kayu di hutan.

Bak bulldozer, Omnibus Law juga bekerja dengan cara:

(1) Blade: memotong prosedur baku (Perubahan secara omnibus UU tidak diatur dalam UU 12 Tahun 2011 jo UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan PerUU, AMDAL tidak ketat diterapkan untuk perusahaan yang tidak berdampak negatif terhadap lingkungan luas dan diambil alih oleh Pusat).

(2) Ripper: membongkar pola baku (Hak tenaga kerja banyak dikurangi, Hubunga Kerja secara tetap dipersulit, Sertifikasi dosen asal Asing tidak wajib).

(3) Winch: menarik produk lama dan mengeluarkan produk baku (Desentralisasi, Sentralisasi, Model Pengelolaan Asing, Swasta)

2. Kelindan antara Demokrasi dan Kapitalisme.

Pada praktiknya, demokrasi pasti berkelindan dengan kapitalisme di negara yang menerapkan sistem hidup sekularisme. Sama-sama terlahir dari rahim sekularisme, demokrasi dikenal sebagai sistem politik/pemerintahan, adapun kapitalisme berperan sebagai sistem pengatur ekonomi.

Jelas, RUU Omnibus Law dirancang berbasis paradigma kapitalisme. Kapitalisme menempatkan pertumbuhan ekonomi di atas segalanya. Kepentingan para kapitalis (pemilik modal) mendapatkan pelayanan terdepan. “Wajar” jika isi RUU tersebut jauh dari rasa keadilan dan kesejahteraan sosial terhadap rakyat.

Ya, demokrasi dan kapitalisme adalah dua sisi mata uang yang tak berbeda. Kapitalisme mempersiapkan modal untuk menggulirkan demokrasi yang berbiaya tinggi. Dan demokrasi harus melengkapi peraturan dan perundang-undangan yang melanggengkan para kapitalis agar bebas mengeruk kekayaan negeri ini dan menguasai perekonomian negara.

Maka, problematika omnibus law terjadi bukan semata akibat keserakahan manusia. Tetapi lebih dari itu, yaitu adanya sistem hidup yang memfasilitasi manusia terutama dari kalangan kaya dan berkuasa melampiaskan kerakusannya atas kelompok manusia lainnya yang lemah, baik lemah secara ekonomi maupun politik.

3. Potensi “Perselingkuhan” Rezim, Parlemen dan Kapitalis.

Negeri ini sedang menghadapi masalah krusial. Sistem yang ada terbukti tidak mampu menyangga permasalahan kehidupan yang kian kompleks. Sementara rezim hanya memikirkan diri dan kelompoknya, serta abai terhadap nasib rakyat. Gejala otoritarianisme terlihat nyata. Rezim menguasai parlemen. Parlemen pun tak mampu mengontrol pemerintah.

Ketika RUU Omnibus Law Cipta Kerja nanti lolos dan sah menjadi UU, maka posisi institusi DPR tak lebih sebagai “tukang stempel” yang berselingkuh dengan rezim untuk menghasilkan peraturan yang menguntungkan kedua belah pihak. Termasuk kepentingan kaum oligarki (investor dan korporat) yang menangguk untung dari keberadaan UU tersebut. Tepat jika Jefrey Winters menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia telah dikuasai oleh kelompok oligarki. Akibatnya sistem demokrasi di Indonesia semakin jauh dari cita-cita serta tujuan untuk menyejahterakan masyarakatnya.

Jadi sejatinya, hari ini negeri ini menganut demokrasi atau oligarki? Sampai kapan kita bertahan mengatakan bahwa demokrasi adalah harga mati?

Last Day Views: 26,55 K
Tags: ,

6 Responses

  1. Pilkada Dimasa Corona : Masihkah Mengutamakan Keselamatan Rakyat Sebagai Hukum Tertinggi? - Berita TerbaruOctober 6, 2020 at 7:04 am

    […] Pierre Suteki: RUU Omnibus Law Cipta Kerja, “Kejar Tayang Bulldozer Hukum, Haruskah ditola… […]

  2. Pakar Pidana Menyebut Pernyataan Moeldoko Dan Ganjar Ngawur, Menyebar Hoax !! - Berita TerbaruOctober 6, 2020 at 12:18 pm

    […] Pierre Suteki: RUU Omnibus Law Cipta Kerja, “Kejar Tayang Bulldozer Hukum, Haruskah ditola… […]

  3. free chatDecember 21, 2024 at 11:22 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 2948 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/hukum/pierre-suteki-ruu-omnibus-law-cipta-kerja-kejar-tayang-bulldozer-hukum-haruskah-ditolak/ […]

  4. camsJanuary 18, 2025 at 5:52 pm

    … [Trackback]

    […] Find More on that Topic: zonasatunews.com/hukum/pierre-suteki-ruu-omnibus-law-cipta-kerja-kejar-tayang-bulldozer-hukum-haruskah-ditolak/ […]

  5. pgslotJanuary 24, 2025 at 12:48 pm

    … [Trackback]

    […] There you can find 67661 more Info on that Topic: zonasatunews.com/hukum/pierre-suteki-ruu-omnibus-law-cipta-kerja-kejar-tayang-bulldozer-hukum-haruskah-ditolak/ […]

  6. live chatJanuary 28, 2025 at 5:56 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/hukum/pierre-suteki-ruu-omnibus-law-cipta-kerja-kejar-tayang-bulldozer-hukum-haruskah-ditolak/ […]

Leave a Reply