Oleh: Pierre Suteki
Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi mengkritik keras draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) karena telah menghapus penyebutan jenjang madrasah dalam sistem pendidikan di Indonesia.
“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” kata Arifin dalam keterangannya yang sudah dibenarkan oleh anggota Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) Doni Koesoema, dikutip Senin (28/3). Ia menilai UU Sisdiknas pada 2003 yang berlaku saat ini sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah.
Dalam perspektif hukum, RUU Sisdiknas dapat dianalisis dari dua hal, yaitu:
Pertama, kita harus memahami dulu soal MATERI khususnya menyangkut apa latar belakang diajukannya RUU REVISI UU SISDIKNAS, baik dari sisi FILOSOFIS, YURIDIS maupun SOSIOLOGIS. Jangan sampai bobotnya lebih berat ke arah POLITIS, misalnya mau membuat ROAD MAP PENDDIKAN NASIONAL dari PENDIDIKAN NASIONAL RELIGIOUS ke PENDIDIKAN NASIONAL SEKULER. Padahal soal IMTAQ itu hal yang sangat pokok dalam penyelenggaraan pendidikan nasional di negeri ini selain menjadi peserta didik yang CERDAS.
Kalau kita baca Naskah Akademik RUU SISDIKNAS, REVISI dilatarbelakangi alasan oleh karena pemerintah menghadapi permasalahan-permasalahan serapan tenaga kerja dan ranking kualitas Perguruan Tinggi dunia.
Pemerintah memandang perlu menyusun Naskah Akademik (NA) untuk mengkaji secara mendalam dan komprehensif Undang-Undang yang ada terkait pendidikan,antara lain Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Salah satu materi kajian adalah dampak keberadaan lebih dari satu Undang-Undang terkait pendidikan. Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945 mengatur bahwa, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Pengaturan satu sistem pendidikan nasional dalam beberapa Undang-Undang yang berbeda menimbulkan pertanyaan apakah:
a) terjadi pengaturan yang tumpang tindih dan saling bertentangan, atau
b) adanya materi-materi di tingkat Undang-Undang yang selayaknya diatur dalam peraturan turunan dan bukan di tingkat Undang-Undang, yang mengakibatkan mandat dari UUD NRI 1945 untuk satu kesatuan sistem pendidikan nasional tidak terpenuhi.
Dari sisi materi, menurut perumus NA dan RUU Sisdiknas, jenjang pendidikan tidak perlu disebut dalam UU melainkan di dalam peraturan pelaksanaannya. Pertanyaan saya: DI MANA SALAHNYA KLO MENYEBUTKAN JENJANG PENDIDIKAN DI UU? Khususnya khas: MADRASAH sebagai salah satu indikator kita sebagai RELIGIOUS NATION STATE.
Kedua, soal PROSES pembentukannya harus sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Proses dengan PARTISIPASI PUBLIK harus sepenuhnya dilakukan dalam penyusunan RUU hingga pengesahan RUU menjadi UU sehingga tidak menimbulkan kegaduhan baru, misal soal dana penyelenggaraan pendidikan, masihkah dan BOS dipertahankan, bagaimana dengan jenis-jenis pendidikan termasuk pendidikan agama? Penggalian aspirasi seluruh komponen dan elemen penting pend di masyarakat harus diajak bicara (swasta, pesantren dll).
KH Cholil Nafis menanggapi RUU Sisdiknas yang menurutnya menghilangkan jejak sejarah atau anti istilah Arab (SINDOnews). Dalam pandangan hukum, kedudukan dan penggunaan diksi/istilah madrasah itu dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.
Ir. Soekarno pernah bilang: JAS MERAH. Kita baca sejarah pendidikan di Indonesia. Sebelum ada Pendidikan Nasional, yang dimulai dari zaman Belanda, misalnya: (1) Hollandsch-Inlandsche School (HIS) (1914) (SD); (2) Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) (SMP); (3) Algemeene Middelbare School (AMS) (SMA), kita sdh mengenal adanya SEKOLAH PARA SANTRI yang disebut PESANTREN dengan istilah MADSRASAH (baik Ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah).
Related Posts
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
6 carat diamond priceNovember 18, 2024 at 11:33 pm
… [Trackback]
[…] Here you will find 38138 more Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]
Medical1January 9, 2025 at 1:47 am
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]
Engineering TechniciansJanuary 24, 2025 at 8:43 pm
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/pierre-suteki-waspada-madrasah-dihapus-dalam-ruu-sisdiknas-di-religious-nation-state/ […]