VI. Penutup
Dari sejumlah uraian di atas, maka dapat kami tarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Alasan utama pemerintah untuk tetap melaksanakan hajat demokrasi pelaksanaan Pilkada yang melibatkan 270 daerah secara langsung yakni karena pandemi Corona. Yang bila ditelaah lebih mendalam sejumlah alasan tersebut terkesan sangatlah dipaksakan.
2. Langkah atau kebijakan pemerintah yang bersikeras untuk tetap melaksanakan agenda pesta demokrasi di tengah pandemi ini kontradiktif dengan apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pengemban amanah rakyat dan pengurus negara terutama saat menghadapi masa pandemi ini. Yang akan berpotensi memunculkan berbagai persoalan baru. Bukan saja terkait kesehatan dan keselamatan masyarakat, tapi juga terkait proses pelaksanaan sistem demokrasi itu sendiri.
3. Strategi atau jalan keluar yang bisa dilakukan ketika keputusan untuk mengadakan pilkada di tengah pandemi di antaranya perlu adanya terobosan Hukum melalui Presiden yang dapat menerbitkan Perppu yang berisi bahwa untuk Pilkada di Masa Pandemi Corona ini Kepala Daerah dan Wakilnya tidak dipilih secara langsung melainkan melalui DPRD terkait. Selain dari pada itu mekanisme pemilihan pemimpin ataupun kepala daerah dalam sistem Islam adalah sebaik-baik mekanisme untuk sebuah sistem pemerintahan. Selain praktis, mekanismenya syar’i, dan dengan biaya yang sangat murah sehingga tidak akan berujung pada pemborosan uang negara terlebih-lebih saat dalam menghadapi musibah wabah corona.
4. Ketika penguasa nekad menyelenggarakan pilkada serentak langsung di tengah pandemi corona, maka dalil Cicero yang menyatakan keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi ternyata oleh pengemban kekuasaan hanyalah isapan jempol belaka. Potensi bahaya yang besar hasil analisis dari berbagai pihak masyarakat seolah dianggap angin lalu. Pertanyaan besar kita adalah: “sebenarnya pemerintah itu mewakili siapa?” Mengapa suara rakyat diabaikan? Kepentingan siapa sebenarnya yang lebih diutamakan sehingga menjadi hukum tertinggi dan mampu menggeser keselamatan rakyat?
Tabik..!
Semarang – Karawang, 6 Oktober 2020
Related Posts
Tiga Celah Gelap di Pertamina Perkapalan: Mengapa Dugaan Korupsi Rp285 Triliun Bisa Diterobos dari Kapal hingga Perusahaan Cangkang
Pungutan Liar 30% di Balik Sewa Kapal Tanker: Terbongkar Sumber Korupsi Ratusan Triliun di Tubuh Pertamina
Kapal Hantu, Dana Siluman, dan Perusahaan Cangkang: Skandal Korupsi PIS 285 Triliun Dibongkar
PT Makmur Tentram Berprestasi tidak bisa tunjukkan legalitas tanah kavling yang dijual, user berencana lapor ke Polda Jatim
Pengadilan Moskow mendenda Google karena membocorkan data pribadi tentara Rusia yang tewas dalam perang Ukraina
Pidsus Kejagung Diduga Telah Salah Strategi Mengungkap Dugaan Permainan Penjualan MMKBN
Abdullah Hehamahua: Jokowi Dapat Dihukum Mati??
Heboh sertifikat tanah HGB di PIK, Ahli Hukum: Ajaib, tanah tidak beli, sertifikat sehari jadi !!
Kasus Darso mati dipukuli polisi, Ahli hukum: Kapolresta Yogya bohong, layak dicopot
Ahli Pidana mengatakan hakim yang menghukum Moeis 6,5 tahun itu tidak pakai teori pemidanaan
Pakar Pidana Menyebut Pernyataan Moeldoko Dan Ganjar Ngawur, Menyebar Hoax !! - Berita TerbaruOctober 6, 2020 at 12:15 pm
[…] Pilkada Dimasa Corona : Masihkah Mengutamakan Keselamatan Rakyat Sebagai Hukum Tertinggi? […]
SLOTXO168 เว็บตรงNovember 17, 2024 at 10:44 pm
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/hukum/pilkada-dimasa-corona-masihkah-mengutamakan-keselamatan-rakyat-sebagai-hukum-tertinggi/ […]
Telegram中文版下载December 25, 2024 at 9:19 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/hukum/pilkada-dimasa-corona-masihkah-mengutamakan-keselamatan-rakyat-sebagai-hukum-tertinggi/ […]