Politik Rasional Versus Politik Transaksional

Politik Rasional Versus Politik Transaksional
Isa Ansori

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis

 

Wacana tentang demokrasi tentu tak akan ada habis – habisnya, apalagi bila dikaitkan dengan hegemoni kelompok.

Dalam tradisi demokrasi dimana suara terbanyak menjadi pemenang, tentu upaya menghegemoni kelompok masyarakat menjadi sebuah keharusan.

Dalam demokrasi mensyaratkan kalau menginginkan hasil yang baik maka masyarakat harus dididik secara baik dalam menentukan pilihan pilihan politiknya.

Pilihan pilihan politik yang baik bisa didapatkan bila masyarakat memiliki kecerdasan hati nurani dan akal pikirannya. Tanpa itu Demokrasi hanya akan dipenuhi dengan praktik kotor memanipulasi suara rakyat.

Disinilah pentingnya para intelektual memberi penyadaran dan pendidikan tentang politik rasional kepada masyarakat.

Gramsci mensinyalir bahwa telah terjadi hegemoni oleh kekuasaan, sehingga masyarakat menjadi tidak rasional lagi dalam menentukan pilihan politiknya. Pilihan pilihan politik masyarakat ditentukan oleh hegemoni informasi yang disebarkan oleh kekuasaan. Disaat yang sama itulah masyarakat akan sangat transaksional. Masyarakat akan mensyaratkan sesuatu terhadap pilihan pilihannya.

Dalam pemahaman Marx, hegemoni itu dipahami sebagai dominasi terhadap ragam budaya masyarakat oleh kelas penguasa yang memanipulasi budaya masyarakat dari sisi keyakinan, persepsi, nilai – nilai dan adat istiadat. Akibatnya pandangan manipulasi akan diterima tanpa paksaan. Penguasa melalui hegemoninya berupaya merasionalkan pandangan irrasionalnya didalam masyarakat.

Politik rasional yang baik dapat dilihat dari konsep yang ada dan program yang dikembangkan. Politik rasional adalah politik yang mengedepankan gagasan gagasan untuk kemajuan dan keberadaan manusia.

Ditengah maraknya pencitraan, politik rasional kita menjadi semu, karena seringkali terjadi upaya memaksakan irrasionalitas dengan hegemoni hegemoni untuk mempengaruhi persepsi.

Pilpres 2024 tentu akan banyak irrasionalitas yang dipaksakan, sehingga calon calon pemimpin yang tidak berkualitas, minim prestasi akan dipaksakan diterima dan dipilih dengan hegemoni informasi untuk mempengaruhi persepsi masyarakat pemilih. Akibatnya kita akan dapatkan pemimpin yang tidak berkualitas dan bisa dikendalikan oleh oligarki dan kepentingan asing.

Agar pilihan rasional kita sejalan dengan hati nurani, tanpa kepalsuan, maka ada tiga hal yang harus dijadikan bahan rujukan, yaitu data, fakta dan logika.

Data akan menjadi penting untuk kita melihat prestasi dan latar belakang calon pemimpin, fakta digunakan untuk menyesuaikan kinerja calon berdasar data yang ada. Lalu agar tidak terjerumus pada manipulasi akibat hegemoni informasi maka logika harus mencocokan dan mempertanyakan keberadaan data dan fakta yang ada.

Saat ini muncul beberapa calon pemimpin yang diunggulkan, setidaknya bila merujuk pada hasil survey ada tiga top mind, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Agar bisa mendapatkan calon pemimpin yang baik bagi Indonesia, kita bisa melihat data dan fakta Anies di Jakarta, Prabowo Subianto ketika menjadi calon presiden beserta janjinya saat itu ke konstituennya dan Ganjar Pranowo selama memimpin Jawa Tengah.

Sebagai rujukan kalau kita ingin melihat kemajuan Indonesia seperti Jakarta maka lihatlah Anies Baswedan, kalau kita ingin melihat kemajuan Indonesia sebagaimana Prabowo berjanji pada konstituennya dan selama beliau menjadi menhan, kalau kita ingin melihat Indonesia seperti Jawa Tengah, maka lihatlah Ganjar Pranowo.

Anies selama lima tahun mampu memenuhi janji janji politiknya dan kebijakannya pro rakyat serta mensejahterakan rakyat,memang ada banjir, tapi Jakarta memang dari dulu dikenal sering mengalami kebanjiran, tapi Anies mampu mengurangi durasi lamanya genangan, sungai sungai direvitalisasi sehingga nampak bersih dan indah, diakhir masa baktinya rakyat Jakarta menyatakan kepuasannya sebesar 83 %. Aktifitas di media sosial lebih banyak prestasi dan karya, sedikit sekali pencitraan secara personal.

Prabowo pernah berkata akan timbul tenggelam bersama rakyat dan setelah itu bergabung dalam pemerintahan yang menjadi rivalnya, sehingga Prabowo sampai saat ini menjadi bagian dari pemerintahan yang ada.

Begitu juga dengan Ganjar Pranowo, pengenalannya lebih banyak melalui media sosial dengan aktifitas personal, tak banyak prestasi yang bisa ditonjolkan, namun sayangnya Ganjar ternodai oleh kasus Wadas yang membuat rakyat terhempas, Jawa Tengah menjadi provinsi yang menempati kemiskinan tertinggi dan suasana banjir rob kemarin. Ganjar juga digadang oleh istana untuk melanjutkan program Jokowi, sehingga Ganjar dikenal sebagai Jokowi Kecil.

Mari kita gunakan data, fakta dan logika kita untuk melihat kelayakan ketiganya. Sehingga 2024 kita dapatkan pemimpin yang baik, pemimpin yang mensejahterakan dan mempersatukan semua.

Surabaya, 24 Oktober 2022

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

4 Responses

  1. สล็อต pg แท้ เว็บตรง แตกหนักDecember 10, 2024 at 6:36 am

    … [Trackback]

    […] There you can find 13421 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/politik-rasional-versus-politik-transaksional/ […]

  2. cam coinsDecember 14, 2024 at 10:50 pm

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/politik-rasional-versus-politik-transaksional/ […]

  3. jebjeed888December 22, 2024 at 3:14 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 87576 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/politik-rasional-versus-politik-transaksional/ […]

  4. pgslot168February 8, 2025 at 5:15 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/politik-rasional-versus-politik-transaksional/ […]

Leave a Reply