Razia Plat Aceh di Sumut: Apa Maunya Gubernur Bobb Nasution?

Razia Plat Aceh di Sumut: Apa Maunya Gubernur Bobb Nasution?
Bikin Gaduh: Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution merazia kendaraan Aceh yang melintas di Sumatera Utara

MEDAN – Jalanan Sumatera Utara dalam sepekan terakhir mendadak gaduh. Bukan karena macet atau banjir, melainkan karena sebuah kebijakan kontroversial: razia kendaraan berplat Aceh yang digagas langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Bobb Nasution. Aparat daerah bergerak, pos-pos pemeriksaan dipasang, mobil dan motor berplat “BL” dicegat di beberapa titik strategis.

Langkah ini sontak memantik pertanyaan publik: Apa sebenarnya maunya Bobb?

Razia Yang Memicu Kecurigaan

Secara resmi, alasan yang dilemparkan pemerintah provinsi sederhana: penertiban administrasi kendaraan. Argumen klasik—pajak kendaraan bermotor harus dibayar di tempat kendaraan beroperasi. Menurut catatan Pemprov, ribuan kendaraan berplat Aceh sehari-hari berseliweran di Medan, Deli Serdang, hingga Tebing Tinggi, tanpa menyumbang sepeserpun pajak ke kas daerah Sumut.

Tapi benarkah sekadar soal pajak?

Bagi masyarakat Aceh yang rutin ke Sumut, narasi ini terdengar janggal. “Kami punya keluarga di Medan, urusan dagang juga banyak di sini. Apa salahnya kalau pakai mobil sendiri yang kebetulan terdaftar di Aceh?” keluh Fadhli, seorang pedagang dari Lhokseumawe yang rutin memasok barang ke Pusat Pasar Medan.

Razia ini dianggap berlebihan, bahkan diskriminatif. Seolah-olah plat Aceh diperlakukan seperti barang haram di jalan-jalan Sumut.

Gubernur yang arogan

Bobb Nasution bukan nama asing dalam politik Sumut. Ia dikenal berkarakter keras, penuh kejutan, dan senang menabrak pola lama. Dalam beberapa kasus, sikapnya dianggap berani; tapi dalam isu plat Aceh ini, publik justru melihatnya sebagai manuver yang berpotensi memperkeruh hubungan dua daerah bertetangga.

Seorang pejabat internal Pemprov, yang enggan disebut namanya, menyebut razia ini lebih mirip “ujicoba panggung politik.” “Bobb ingin menunjukkan ketegasan, ingin tampil sebagai gubernur yang berani menegakkan aturan, walaupun resikonya adalah gesekan antarwilayah,” katanya.

Apalagi, isu pajak kendaraan memang seksi untuk dijual ke publik. Di balik angka-angka penerimaan daerah, ada narasi ketidakadilan yang mudah digoreng: Sumut merasa dirugikan oleh kendaraan berplat Aceh yang menikmati jalan, tapi tak membayar kontribusi.

Resonansi Politik atau Sekadar Populisme?

Namun, jika ditelisik lebih dalam, momentum ini mencurigakan. Kenapa sekarang? Kenapa dengan cara razia terbuka yang jelas-jelas memancing kegaduhan?

Beberapa pengamat politik menilai langkah Bobb punya resonansi lebih dari sekadar teknis pajak. “Ini bisa dibaca sebagai upaya mencari panggung nasional,” ujar seorang analis di Universitas Sumatera Utara. “Isu plat Aceh gampang viral, karena menyentuh sentimen identitas, kedaerahan, bahkan sejarah konflik masa lalu. Di titik itu, Bobb berhasil membuat namanya diperbincangkan luas.”

Dengan kata lain, razia ini bisa saja strategi populis. Menarik simpati masyarakat Sumut dengan jargon melindungi kepentingan daerah, meski harus menanggung resiko disharmoni dengan Aceh.

Aceh Bereaksi, Pusat Menunggu

Dari Banda Aceh, suara keberatan sudah terdengar. Beberapa tokoh menilai razia tersebut melecehkan semangat kerja sama antardaerah yang selama ini dibangun. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai bentuk “pengusiran simbolis” warga Aceh dari Sumut.

Jika dibiarkan, gesekan kecil ini bisa membesar menjadi isu politik nasional. Jakarta pasti tidak akan tinggal diam. Kementerian Dalam Negeri bisa turun tangan, terlebih bila hubungan dua provinsi bertetangga yang strategis ini terus memanas.

Apa Yang Sebenarnya Diincar?

Pertanyaan kembali mengemuka: apa sebenarnya yang diincar Gubernur Bobb Nasution?

Uang? Jelas, penerimaan pajak kendaraan adalah sumber PAD yang menggiurkan. Tapi nilainya, menurut beberapa ekonom, tak sebanding dengan potensi kerugian sosial-politik akibat gaduhnya hubungan dengan Aceh.

Panggung politik? Sangat mungkin. Dengan langkah kontroversial, Bobb mendapat sorotan nasional. Dalam politik, dikenal pepatah: bad news is good news. Nama Bobb kini jadi bahan perbincangan publik lintas provinsi.

Uji kekuasaan? Bisa juga. Razia ini bisa dibaca sebagai tes: sejauh mana ia bisa mengendalikan aparat, opini publik, dan resistensi dari luar.

Benih Api di Jalan Raya

Razia plat Aceh di Sumut memang baru berlangsung beberapa hari, tapi efeknya sudah nyata: kegelisahan, protes, dan narasi saling curiga. Di warung kopi Medan, orang-orang berspekulasi; di Banda Aceh, nada sinis bergema.

Apakah ini sekadar kebijakan keliru yang akan segera dicabut? Atau justru strategi yang sengaja dibiarkan menggelinding, demi kepentingan politik yang lebih besar?

Satu hal jelas: Bobb Nasution berhasil membuat gaduh. Entah demi uang, kekuasaan, atau sekadar sensasi, ia telah menyalakan api kecil di jalan raya yang bisa saja membesar jadi bara politik antarwilayah.

Pertanyaannya sekarang: apakah Jakarta akan segera menyiram bara itu, atau justru membiarkannya membakar lebih luas?

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K