Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-189)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-189)
Penulis, Agus Mualif Rohadi berfoto ditengah-tengah Masjid Kubah Batu dan Masjid Qibli, Yerusalem

Oleh : Agus Mualif Rohadi

IX. Nabi Muhammad

Namun teror kepada Nabi Muhammad menjadi semakin keras. Ibnu Ishaq berkata, yang dirinya memperoleh kisahnya dari Yahya bin Urwah bin Zubair, sedang Urwah mendapatkan kisahnya dari Abdullah bin Amr bin Al – Ash. Suatu hari Abdullah bin Amr di halaman Ka’bah bersama beberapa orang Qurays yang sedang membicarakan nabi Muhammad yang telah mengakibatkan kekacauan pada penduduk Makkah. Tiba tiba nabi Muhammad datang ke Ka’bah melaksanakan thawaf dan melintas di hadapan mereka dan mereka menghina namun tidak dihiraukan nabi. Ketika pada putaran ketiga, mereka menghina lagi sehingga membuat nabi menghentikan langkahnya kemudian berkata kepada mereka : “ Wahai orang orang Qurays, demi Allah, apakah kalian tidak tahu bahwa aku datang untuk membinasakan kalian?”. Orang orang Qurays tersebut terdiam dan kemudian Abdullah bin Amr berkata kepada nabi untuk berusaha menenangkan nabi dengan berpura pura minta maaf sambil berkata “ Tinggalkan kami wahai Abu Al – Qasim. Demi Allah, engkau bukan orang yang bodoh “.

Esoknya, di Hijr, orang orang Qurays tersebut berkumpul lagi dengan jumlah orang lebih banyak membicarakan peristiwa di Ka’bah hari sebelumnya. Tiba tiba melintas nabi Muhammad di dekat mereka sehingga mereka langsung melompat mengepung nabi Muhammad. Abdullah bin Amr berkisah melihat salah seorang dari mereka memegang baju nabi Muhammad. Ketika hampir dikeroyok, tiba tiba muncul Abu Bakar yang kemudian berkata : “ Apakah kalian akan membunuh seseorang hanya karena ia mengatakan Tuhanku hanyalah Allah ? ”. Melihat kedatangan Abu Bakar, orang orang Qurays kemudian pergi dari tempat tersebut. Abu Bakar adalah orang dari bani Taim, dan mereka tidak ingin membuat keributan dengan Abu Bakar yang dapat berakibat akan berselisih dengan bani Taim. Hubungan kekeluargaan diantara orang orang Mekkah sangat kuat, sehingga antar bani mereka menahan diri untuk tidak membuat persoalan yang berakibat luas. Urusan dengan seseorang harus mereka hindari sejauh mungkin jika berakibat menjadi urusan antar bani. Bila mereka mempersoalkan, mereka harus berbicara dengan kepala bani.

Ibnu Ishaq berkisah, suatu ketika nabi Muhammad sedang di bukit Shafa, tiba tiba datang Abu Jahal melintas dihadapannya kemudian berlalu sambil mengumpat dan mencaci maki sampai puas dengan tumpahan umpatan dan caciannya. Namun nabi Muhammad tidak melayani penghinaan terhadap dirinya. Peristiwa tersebut disaksikan seorang wanita yang pernah menjadi budak Abdullah bin Jud’an bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim.

Tiba tiba datang Hamzah ketempat itu, kemudian perempuan tersebut berteriak : “ Wahai Abu Umarah, andai saja engkau tadi saksikan apa yang dilakukan Abu al – Hakam bin Hisyam terhadap keponakanmu, Muhammad !. Ia mengganggu keponakannya, mencaci makinya, dan melakukan hal hal yang tidak disukainya. Lalu ia pergi dan Muhammad tidak menimpali ucapannya sedikitpun “.

Mendengar hal itu, Hamzah langsung mencari Abu jahl, dan dilihatnya Abu Jahl sedang duduk bersama orang orang Qurays lainnya, lalu dia berjalan ke arahnya. Ketika sudah berada tepat didepannya, ia gunakan busur panahnya untuk menghajar Abu Jahl sehingga terluka, kemudian berkata “ Apakah engkau mencaci maki keponakanku, padahal aku seagama dengan mereka, dan aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah seperti yang ia saksikan. Silahkan balas, jika engkau mampu !”. Beberapa orang dari bani Makzum mendekat kepada Hamzah untuk menolong Abu Jahl, namu Abu Jahl mencegahnya dengan berkata: “Biarkan saja Abu Umarah. Demi Allah aku telah menghina keponakannya dengan penghinaan yang buruk “.

Begitulah hukum yang berlaku saat itu. Karena yang melakukan perbuatan buruk adalak Abu Jahl, maka perbuatan Hamzah sudah impas dengan perbuatan buruk Abu Jahl terhadap nabi Muhammad. Abu Jahl juga tidak ingin saat itu perbuatannya mempunyai akibat yang luas jika orang bani Makzum ikut campur. Maka persoalannya akan meningkat pada perselisihan antara bani Hasyim dengan bani Hisyam dan bani Makzum bahkan bisa menyeret pada bani bani lainnya.

Dengan masuknya Hamzah pada Islam membuat nabi Muhammad semakin kuat terhadap gangguan atas tajamnya ucapan dan ganasnya siksaan fisik dalam hukum Makkah saat itu sekaligus mencegah perang antar bani pada suku Qurays Makkah. Namun, hal itu juga membuat kesulitan yang sangat pada kaum Qurays, hingga akhirnya terdapat usul dari tokoh Qurays yaitu Utbah yang dikenal pula dengan Abu Al – Walid. Utbah ingin membuat tawaran pada nabi Muhammad. Para tokoh Qurays menyetujui usul tersebut yang dengan demikian menunjukkan posisi ketokohan Abu Al – Walid di Makkah.

Ibnu Ishaq berkisah, yang kisahnya diperoleh dari Yazid bin Ziyad dari Muhammad bin Ka’ab bin Al – Qurazhi, yang berkata bahwa Utbah hendak menawarkan harta, jabatan, dukungan penuh dari seluruh bani bani di Makkah jika nabi Muhammad ingin jadi raja Makkah, semua kebutuhan pengobatan dan tabib akan dipenuhi jika terkena sakit dan sihir, sebagai imbalan atas penghentian dakwah nabi Muhammad.

Tawaran semacam itu, menunjukkan upaya para tokoh Makkah sudah sampai pada puncak tawaran, sehingga tidak ada jalan adanya tawaran yang lain. Setelah Utbah selesai berkata mengajukan tawarannya, Nabi Muhammad kemudian menjawab tawaran Utbah dengan membacakan wahyu sebagaimana Qs Fushilat, setelah itu berlanjut pada wahyu sebagaimana Qs As – Sajdah. Usai membacakan ayat ayat As Sajdah, kemudian nabi Muhammad sujud. Dalam sujudnya tersebut nabi Muhammad berkata kepada Utbah : “ Hai Utbah, engkau telah menyimak dengan jelas apa yang baru saja engkau dengar. Kini terserah kepadamu mau dibawa kemana apa yang engkau baru dengarkan itu. Utbah tidak bisa berkata kata lagi, kemudian kembali pada orang orang Qurays.

Ketika sampai pada tempat orang orang yang menunggu kedatangannya, ada diantara mereka yang berkata : “ Kami bersumpah dengan asma Allah, sungguh, Abu Al-Walid datang ke tempat kalian dengan wajah yang berbeda dengan wajah saat ia berangkat “. Ketika Utbah telah duduk kemudian bercerita bahwa dirinya belum pernah mendengar perkataan seperti yang dikatakan Muhammad. Dia bersumpad pada Allah bahwa itu bukan Sya’ir, bukan sihir dan bukan pula perkataan dukun. Kemudian meminta kepada orang orang Qurays agar membiarkan apa yang diperbuat Muhammad. Dia bersumpah bahwa ucapannya Muhammad akan menjelma menjadi kekuatan yang besar. Jika ucapan tersebut dimiliki oleh orang arab, mereka sudah merasa cukup tanpa orang orang tersebut, dan jika ia berhasil mengalahkan orang orang arab maka kekuasannya adalah kekuasaan orang orang tersebut. Kekuasaannya dan kejayaannya justru merupakan kekuasaan dan kejayaan orang orang tersebut, dan mereka menjadi orang yang berbahagia. Tetapi ada yang menyahuti bahwa Utbah telah terkena guna guna yang dijawab Utbah bahwa itu pendapatnya dan terserah orang orang tersebut mau menerima atau tidak.

Baca Juga:

Ketika upaya Utbah gagal, dakwah nabi Muhammad semakin kencang. Para tokoh Qurays tersebut kemudian bersepakat mengundang nabi Muhammad. Mereka hendak mengajak diskusi dan menguji. Nabi Muhammad gembira dengan undangan tersebut karena mengira mulai ada perubahan pada kaum Qurays sehingga bergegas pergi memenuhi undangan tersebut. Ketika mereka bertemu, awalnya mereka kembali memberikan tawaran seperti halnya Utbah memberikan tawaran. Ketika tawaran mereka tertolak, kemudian ada yang meminta kepada Muhammad agar berdo’a kepada Allah memintakan kesuburan pada kota Makkah, bahka ada yang meminta agar didatangkan malaikat, dan ada yang meminta percepatan siksa adzab. Nabi Muhammad selalu menjawab bahwa dirinya diutus Allah bukan untuk semua hal yang dimintakan mereka. Pertemuan tersebut gagal dan dengan sedih nabi Muhammad kemudian pulang. Abu Jahl berkata kepada orang orang tersebut bahwa
Muhammad tidak akan berhenti dengan dakwahnya, seraya mendungu ndungukan dan menghinakan sesembahan mereka. Dan Abu Jahl berjanji akan memukul dengan batu seraya meminta perlidungan kepada mereka, yang disanggupi oleh mereka.

Esok paginya, Abu Jahl bersiap siap melaksanakan maksutnya, disiapkannya batu yang cukup besar dan kemudian menunggu kedatangan nabi Muhammad. Tak lama kemudian yang ditunggunya datang dan seperti biasanya langsung melaksanakan shalat. Nabi Muhammad saat itu, jika shalat di Ka’bah selalu berdiri diantara rukun yamani dengan Hajr Aswad. Dengan demikian menghadap arah Yerusalem. Ketika nabi Muhammad sedang khusyuk melaksanakan shalat, Abu Jahl datang mendekat pelan pelan dari belakang nabi Muhammad sambil mengangkat batunya. Ketika nabi Muhammad sujud, Abu Jahl segera mengangkat batunya untuk dipukulkan. Namun tiba tiba nampak Abu Jahl tersentak kaget dan batunya terlepas, lari ketakutan dengan wajah yang pucat pasi.

Orang orang Qurays bergegas menghampirinya dan bertanya tentang kejadian yang dialaminya. Dia kemudian menceritakan bahwa tiba tiba melihat unta yang sangat besar akan menerkamnya dan merasa tidak pernah melihat unta yang kepala, leher dan taringnya seperti unta yang dilihatnya.

Ibnu Ishaq berkisah, ternyata nabi Muhammad mendengar apa yang dikatakan Abu Jahl dan kemudian mengatakan bahwa itu adalah malaikat Jibril. Dia akan menerkam Abu Jahl jika mencoba mendekatinya. Melihat kejadian tersebut, lalu berbicara seorang dari mereka yaitu An – Nadhr bin Al – Harits yang mengatakan bahwa Muhammad bukan penyair, pesihir, dukun atau orang gila, namun orang yang akan membawa masalah yang akan merong rong kehidupan mereka. Dia mengatakan bahwa ucapannya lebih bagus dari ucapan Muhammad, yang kemudian dia mendongeng tentang raja Persia yaitu Rustum dan Isfandiyar. Atas ucapan An – nadhr tersebut kemudian turun firman Allah yang semua ayatnya mengandung perkataan Al – Asaathir (dongeng, contohnya Qs al – Qalam 15). Tentang Abu Jahl, terdapat beberapa wahyu yang turun karena adanya peristiwa dengannya, antara lain Qs al – Alaq 9 –19, Qs al – Mudatstsir 31.

(bersambung ………..)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K