Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-221)

Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-221)
Penulis, Agus Mualif Rohadi berfoto ditengah-tengah Masjid Kubah Batu dan Masjid Qibli, Yerusalem

Oleh : Agus Mualif Rohadi

IX. Nabi Muhammad

mekkemedineumre.com kompleks pekuburan al-baqi di samping masjid Nabawi.

Setelah itu, sekitar satu minggu setelah perang Badr, Nabi Muhammad menikahkan putrinya yaitu Fatimah binti Rasulullah SAW yang saat itu telah berumur dua puluh tahun dengan saudaranya yaitu Ali bin Abu Thalib. Pada awalnya, Ali sempat ragu-ragu untuk meminang Fatimah karena dirinya saat itu sangat miskin dan tidak mempunyai harta warisan dari Abu Thalib. Yang dimilikinya hanya rumah kecil di dekat Masjid yang di dalam rumah hampir tidak ada isinya. Namun pernikahan itu adalah keputusan nabi Muhammad, yang selain masih bersaudara sepupu juga ayah angkatnya dan oleh karena pernikahan itu kemudian menjadi mertuanya.

Ketika pernikahan Ali bin Abu Thalib dengan Fatimah, nabi Muhammad menyembelih biri-biri jantan dan kaum Anshar banyak menyumbang gandum untuk dibuat roti. Sepupu kedua pengantin tersebut yaitu Abu Salamah bersama Aisyah istri Nabi menyiapkan semua acara pernikahan, membuatkan tempat tidur dari pasir halus di atas lantai tanah rumah Ali, kemudian di tutup dengan kulit kambing dan diatasnya ditutup kain. Namun demikian, pernikahan tersebut adalah pernikahan yang sangat meriah di Medinah

29. Kaum Qurays Makkah kesulitan mencari jalur perdagangan baru

Ketika kalah perang di Badr kaum Qurays dalam keadaan tercerai berai, maka ketika sampai di Makkah mereka juga datang dalam keadaan tidak bersamaan. Berapa orang kemudian bercerita, termasuk Abu Sufyan juga menceritakan bahwa mereka bukan hanya berperang dengan kaum muslim, tetapi ada barisan pasukan berkuda berpakaian serba putih yang membantu kaum muslim. Tidak diketahui dari mana Abu Sufyan mengetahui hal itu, sedang dia dan kabilah dagangnya sedang tidak berada di medan perang Badr. Budak Al-Abbas yaitu Abu Rafi’ yang ada di kerumunan tersebut langsung menyahut bahwa pasukan tersebut pastilah malaikat. Mendengar ucapan tersebut Abu Lahab langsung melompat dan memukuli Abu Rafi’. Melihat hal itu, Ummu Al-Fadhl yang ada di dekatnya kemudian mengambil kayu dan digunakan memukul kepala Abu Lahab hingga terluka berdarah darah, kemudian berkata
“Engkau anggap dia lemah, tatkala tuannya tidak ada“. Abu Lahab kemudian pergi sambil menahan malu.

Saat itu, al-Abbas masih di Madinah menjadi tawanan perang kaum muslim. Tidak dikisahkan bagaimana berperangnya al-Abas, namun dia menjadi bagian tawanan perang kaum muslim. Mungkin al-Abbas sengaja ikut dalam rombongan kaum qurays Makkah dalam perang Badr meskipun tidak sungguh-sungguh ingin ikut berperang dan sengaja menjadi tawanan perang kaum muslim dengan maksud melihat perkembangan nabi Muhammad dan kaum muslim di Madinah.

Ibnu Ishaq berkisah, saat itu, Abu Rafi’ dan Ummu Al-Fadhl sebenarnya sudah masuk Islam mengikuti Al-Abbas yang telah masuk Islam pula. Namun karena Al-Abbas menyembunyikan keimanannya karena tidak ingin bermasalah dengan kaumnya, maka Ummu Al-Fadhl dan Abu Rafi’ menyembunyikan keimanannya pula. Mereka senang mendengar kaum muslim memenangkan perangnya, namun Abu Rafi’ ternyata tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya. Ketika mendengar cerita ada pasukan yang aneh yang membantu kaum muslim, secara spontan Abu Rafi’ mengatakan bahwa itu adalah malaikat.

Baca Juga:

Abu Sufyan meminta orang-orang yang saudara, anak maupun bapaknya menjadi kurban dalam perang Badr jangan menangisi dan meratapi kematiannya. Karena hal itu jika sampai di dengar kaum muslim hanya akan jadi bahan tertawaan. Abu Sufyan juga meminta agar mereka tidak cepat-cepat membebaskan tawanan agar tidak diminta membayar dengan harga mahal. Namun himbauan Abu Sufyan tidak manjur karena tidak lama kemudian, orang-orang Makkah pergi ke Madinah untuk menebus saudara atau ayahnya yang menjadi tawanan perang.

Salah seorang dari tawanan perang Badr adalah menantu nabi Muhammad sendiri, yaitu Abu Al-Ash bin Ar-Rabi’ bin Abdun bin Al-Uzza bin Abdu Syams, suami Zainab bin Rasulullah SAW. Abu Al-Ash adalah keponakan Khadijah istri nabi dan kedudukannya seperti anaknya Khadijah sendiri. Dia berharta dan bersifat amanah dalam berbisnis. Abu Al-Asah menikah dengan Zainab atas permintaan Khadijah dan dilaksanakan sebelum nabi Muhammad menjadi rasul. Ketika nabi Muhammad diangkat menjadi nabi dan Rasul, Khadijah dan semua putrinya menjadi muslim, namun Abu Al-Ash tetap bertahan dengan kemusrykannya.

Orang orang Makkah meminta Abu Al-Ash menceraikan istrinya, namun ditolaknya karena tidak akan menjadikan wanita Qurays lainnya menggantikan posisi istrinya. Abu Al-Ash berbeda dengan menantu nabi Muhammad lainnya yaitu Utbah bin Abu lahab yang beristri Ruqayyah binti Rasulullah SAW. Ketika Utbah oleh orang-orang Makkah di minta menceraikan istrinya dan akan diganti dengan wanita sesuai pilihannya, maka Utbah menceraikan Ruqayyah. Oleh Nabi Muhammad, Ruqayyah kemudian dinikahkan dengan Utsman bin Affan.

Ibnu Ishaq berkisah, di saat orang-orang Makkah pergi ke Madinah untuk menebus tawanan, Zainab binti Rasulullah juga mengirimkan wakilnya untuk menebus suaminya dengan tebusan uang dan kalung pemberian ibunya. Ketika tebusan itu sampai pada nabi Muhammad, nabi menjadi tersentuh dan berbicara kepada kaum muslim: “Jika kalian hendak membebaskan suami Zainab dan mengembalikan hartanya kepadanya, silahkan lakukan“. Maka para sahabat kemudian membebaskan Abu Al-Ash dan mengembalikan hartanya.

Namun nabi membuat perjanjian dengan Abu Al-Ash agar Abu Al-Ash memudahkan kepergian Zainab kepada Beliau. Setelah kepulangan Abu Al-Ash ke Makkah, nabi Muhammad mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang dari Anshar pergi ke kabilah Ya’jaj hingga Zainab melewatinya kemudian menemaninya untuk pergi ke Madinah.

Al-Abbas setelah banyak berbincang dengan nabi Muhammad, akhirnya setuju menebus dirinya dengan 40 uqiyah emas. 1 uqiyah setara dengan 30 gram emas. Peristiwa ini terjadi sekitar satu bulan setelah perang Badr.

Zainab binti Rasulullah yang sebelumnya merahasiakan rencananya akhirnya pergi ke Madinah. Ketika berangkat, matahari sudah mulai terang. Kepergiannya diantar saudara iparnya yaitu saudara suaminya Kinanah bin Ar-Rabi’ dengan menunggang unta Kinanah bin Ar-Rabi’. Kinanah juga menyiapkan panah panahnya untuk penjagaan dari bahaya atas dirinya. Saat itu, Zainab sedang hamil dan menggendong putrinya yaitu Umamah binti Abu Al-Ash. Karena kepergiannya hari sudah mulai terang, maka kepergian itu diketahui orang-orang Makkah yang kemudian mengejarnya dan dapat dihadang di Dzi Thuwa. Seorang Qurays yaitu Habbar bin Al-Aswad kemudian meneror dengan mengacungkan tombaknya kepada Zainab yang ketakutan. Kinanah juga di kepung dan kemudian turun dari kudanya serta mengambil anak panahnya kemudian diapasang pada busurnya, mengancam akan memanah siapa saja yang mendekatinya. Orang-orang yang mengepungnya kemudian mundur.

Saat itu datang Abu Sufyan yang melerai, meminta Kinanah agar mengendurkan anak panahnya. Abu Sufyan berkata, bahwa kepergiannya itu pada saat yang tidak benar karena dapat dilihat orang dan saat itu orang-orang Makkah sedang berduka. Kepergiannya itu dapat dianggap menghina orang-orang Makkah. Abu Sufyan bersumpah tidak berkehendak membalas dendam dengan menahan Zainab agar tidak dapat bertemu ayahnya. Dia meminta agar Kinanah dan Zainab pulang terlebih dahulu, dan jika suasana kesedihan sudah berlalu, Kinanah dipersilahkan mengantarkan Zainab dengan cara yang benar.

(bersambung …………………)

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

2 Responses

  1. live camsDecember 1, 2024 at 7:54 am

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-221/ […]

  2. lost mary flavors pinkJanuary 4, 2025 at 1:48 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 37315 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/agus-mualif-para-rasul-dalam-peradaban-seri-221/ […]

Leave a Reply