Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring

Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT

Mereview kesuksesan wali Paidi mengislamkan Kerajaan Jin Gunung Arjuno, saking gembiranya waktu pulang dia sengaja melakukannya dengan perjalanan biasa di malam hari di bawah penerangan sinar bulan yang hanya separo sudah memberikan penerangan yang cukup bagi wali Paidi.

Jalan menurun itu memperingan langkah wali Paidi, lebih ringan lagi karena hatinya terus berdzikir seolah tiap langkahnya selalu mendapat bimbingan dari yang Maha Kuasa. Seperti antara sadar dan tidak, namun hatinya selalu kontak dengan Allah dan bersama Allah, wali Paidi merasakan seakan-akan dia tidak berjalan di atas bumi, dia seperti terbang, tubuhnya ringan dan hatinya dipenuhi kebahagiaan.

Wali Paidi baru tersadar ketika dia mendengar kumandang adzan subuh dan dilihatnya di depan ada sebuah masjid yang semuanya terbuat dari bambu, wali Paidi berhenti sebentar, dilihatnya di dalam masjid sudah banyak orang dengan pakaian yang tidak seragam, ada yang pakai jubah dan serban ada juga yang pakai sarung berkopyah, ada juga yang memakai celana tapi tetap pakai kopyah, ndak ada yang gundulan seperti dirinya.

Tak ada lampu atau oblik di luar masjid tapi areal sekitar masjid itu tampak terang benderang, bahkan wali Paidi bisa melihat pancuran dari bambu yang airnya selalu mengucur, disitulah wali Paidi berwudlu.

Terangnya areal masjid ini ternyata keluar dari cahaya orang-orang yang berada di dalam masjid. Cahaya mereka inilah yang menerangi seluruh masjid, tanpa sadar wali Paidi memandangi tangannya, betapa kaget ternyata tangannya juga bercahaya, dipandangi kakinya ternyata kakinya dan seluruh badannya juga bercahaya.

Setelah sadar bahwa dirinya juga bercahaya, wali Paidi mulai berani memasuki masjid dan ikut sholat berjamaah. Wali Paidi sholat di barisan paling belakang karena hanya di barisan ini ada tempat yang kosong, sedang shof depannya sudah penuh dan rapat.

Dari sela-sela tubuh para jama’ah, wali Paidi bisa melihat imamnya dengan cahaya yang jauh lebih terang dari cahaya para jama’ah. wali Paidi baru sekali ini merasakan sholat yang begitu indah dan sangat syahdu, suara imam begitu merdu, wali Paidi seakan-akan diajak berjalan mengelilingi rahasia ayat-ayat Allah yang dibaca oleh sang imam sholat.

Setelah salam selesai sholat, wali Paidi baru sadar ternyata di sampingnya ini ada orang yang sangat dikenalnya, mbah Maimun seorang kusir bendi di kampungnya, ternyata mbah Maimun ini tubuhnya juga bercahaya, dia kaget dan ingin bertanya sesuatu pada orang ini, tapi mbah Maimun menutup mulutnya dengan telunjuk seolah memberi isyarat agar wali Paidi tak berkata-kata.

Setelah menyelesaikan wirid minimalnya, dengan kata batin wali Paidi ndak tahan juga bertanya pada mbah Maimun : “ini akibat amalan apa mbah kok orang-orang pada bercahaya terang seperti ini,” ndak ada sinyal apapun dan dilihatnya mbah Maimun masih asyik dengan dzikir dan wiridnya.

Namun tiba -tiba wali Paidi seolah menerima jawaban entah dari mana seolah dia mendengar ada yang mengatakan, “ini karena kalau kamu berangkat ke masjid atau mushola selalu mengamalkan do’a Nuuron…,” wali Paidi menoleh kearah mbah Maimun namun terlihat mbah Maimun tetap asyik dengan dzikir dan wiritnya.

Hati wali Paidi tetap berdzikir, namun pikirannya mencoba kontak batin dengan mbah Maimun.

“Mbah siapa yang ngimami sholat subuh ini,”… tanya wali paidi.

“Saya tidak tahu, tapi pasti lelakunya dan kedekatannya dengan Allah, lebih dari kamu… shof depan tampaknya adalah barisan para wali qutub, dan barisan berikutnya adalah wali-wali yang derajatnya di bawah wali qutub, mereka berbaris sesuai tingkatannya, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, semuanya hadir disini,”… jelas mbah Maimun. Wali Paidi tersenyum, dia sadar kalau mereka berdua berada di barisan paling belakang.

Wali Paidi meneruskan Dzikirnya, asyik.. dan sliut.. dia hampir terjatuh rupanya dia ngantuk sekali karena berjalan semalaman, dilihatnya mbah Maimun masih ada tapi orang-orang di depannya sudah kosong entah kemana, padahal hari masih gelap belum manjing syuruk.

Diamatinya sekali lagi ternyata mbah Maimun tertidur walaupun tetap berdzikir.

“Mbah sudah Syuruk mbah… ayo pulang,” … sentuh wali Paidi mengagetkan mbah Maimun.

Setelah keduanya melakukan sholat Isrok, wali Paidi berusaha menggandeng atau tepatnya menuntun mbah Maimun untuk menuruni tangga masjid yang terbuat dari bambu itu. Setelah wali Paidi dan mbah Maimun keluar dari masjid.

“Ini dimana mbah”… tanya wali Paidi ;

“Di gunung Pring Magelang Jawa Tengah,” jawab mbah Maimun.

Lho kok jauh, padahal tadi saya sholat isak di Gunung Arjuno Jawa Timur.

Wali Paidi menoleh ke belakang, ternyata masjid itu sudah hilang, hanya ada ransel dan dua pasang terumpa.

Setelah mengambil ransel dan sekaligus mengambilkan terumpa mbah Maimun.

“Kita pulang naik apa mbah… jalan raya sebelah mana?”.

“Sudah ikut aku saja jalan kaki lewat jalan terabasan,”…sahut mbah Maimun langsung melangkah… dan wali Paidi terpaksa mengikutinya di belakang…

“Mbah saya merokok boleh”…

“Boleh kalau masih ada saya minta satu”… kemudian keduanya berhenti sejenak menyalakan rokok, … mbah Maimun berpesan,

“Di.. selama berjalan nanti hatimu jangan hent- hentinya Sholawat Nabi..”…

”Inggih mbah,” dan keduanya berjalan beriringan seperti melewati galengan.

Jalan yang dilewatinya terasa seperti galengan yang lurus dan di kanan kirinya hanya ada tegalan subur entah tanaman apa, wali Paidi ndak mengenalinya. Di depan sana tampak ada rimbunan dan kayaknya mereka menuju ke rimbunan itu, aneh walaupun hari mulai pagi wali Paidi ndak melihat seorang pun di tegalan itu.

Selama perjalanan mereka keduanya diam hanya hati mereka yang tetap bersholawat, walau pun asap rokok tetap mengepul. Dalam rimbunan itu ternyata ada taman bunga yang sangat indah.

Wali Paidi melamun sejenak terbayang wajah Djuwita putri kyiai Khakim….. di kampungnya. Rokok belum habis separo mbah Maimun berhenti dan berkata,

”Di.. saya belok kiri, dan kamu terus saja.. di depan itu ada jalan raya.. sudah dekat,”.. mbah Maimun belok kiri dan lenyap dari pandangan mata.

“Mbah… mbah.. tunggu sebentar,”…Wali Paidi memanggil setengah berteriak, tapi mbah Maimun sudah hilang ditelan keheningan rimbunan..

“Waduh ciloko… mbah… aku sebenarnya mau pinjem duwit. kok sampeyan langsung bablas,” keluh wali Paidi sambil menghisap rokok dan meneruskan perjalanannya.

Berjalan sendiri kira-kira tiga ratus meter menerobos rerimbunan, sudah terdengar deru kendaraan yang lalu lalang, mbejudul dari rerimbunan itu ada sawah yang padinya masih hijau, dia lewat galengan menuju jalan raya, di pinggir jalan wali Paidi melihat Posisi Matahari ternyata ada di sebelah kirinya.

”Kalau begitu saya sudah berdiri di kiri jalan… tinggal nyegat Cold.. tapi ini posisi dimana?” batin wali Paidi.

Belum hilang kelinglungan wali Paidi tiba-tiba ada sepeda motor yang menghampirinya.

“Ayo dik Paidi… dari Pondok toh.. kok pagi-pagi sudah disini.. mau kemana?” ternyata Pak Naryo Pedagang Bakmi di Pasar besar tempat wali Paidi berjualan Minyak wangi.

“Kok beberapa hari ndak dagangan… ini hari Jum’at biasanya dagangan sampeyan kan laris…. ayo naik… sampeyan mau kemana”…

“Anu pak… saya mau pulang.. tapi sampeyan ndak bawa helm cadangan,”… sahut wali Paidi.

“Ndak apa-apa, sampeyan bacakan sholawat terus menerus, polisi ndak bakal nyetop.”

“Waduh makanya saya ditinggal mbah Maimun, gara-gara tadi ngelamun Djuwita”.. batin wali Paidi sambil nyengklak mbonceng sepeda motor.

Setelah sepeda berjalan beberapa puluh meter wali Paidi bertanya pada P Naryo..

“Kita ini dimana toh pak saya kok agak bingung”…

“Lho sampeyan tadi dari mana… ini kan jalan dekat Trowulan toh… nanti ndak usah ke pasar… sampeyan saya antar sampai rumah jangan kuawatir.”

Setelah berjalan beberapa lama keduanya sampai di mulut gang dekat rumah wali Paidi, dan setelah saling mengucapkan salam, keduanya berpisah.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

4 Responses

  1. Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 4: Santri Studi Banding - Berita TerbaruMay 13, 2022 at 9:32 am

    […] Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring […]

  2. Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 5: Melapor hasil Studi Banding - Berita TerbaruMay 20, 2022 at 9:36 am

    […] Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring […]

  3. Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 6: Nyeberang Sungai - Berita TerbaruMay 27, 2022 at 7:07 pm

    […] Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 1: Sholat di Gunung Pring […]

  4. Food Recipe VideoDecember 27, 2024 at 12:53 pm

    … [Trackback]

    […] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-1-sholat-di-gunung-pring/ […]

Leave a Reply