Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 2: Jatuh Sakit

Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 2:  Jatuh Sakit
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT

 

Setelah dari Sholat subuh di gunung Pring, wali Paidi jatuh sakit. Mungkin karena perjalanan yang jauh dan kurang tidur, tubuh wali Paidi mungkin kurang kuat menerima semua itu.

Dia terbaring di pembaringannya, badannya panas, matanya terlihat semakin cekung, tapi senyumnya masih tetap sama, ceria dan menyenangkan seperti orang tidak sakit.

Para tetangga satu persatu menjenguknya, ada yang membawa buah-buahan dan ada yang memberi uang, sebagian para tetangga berinisiatif mengantarkan wali Paidi untuk berobat ke rumah sakit terdekat, tapi wali Paidi menolak karena belum mengurus BPJS nya.

“Terima kasih,,, biarlah, 2 atau 3 hari akan sembuh sendiri,“… jawab wali Paidi sabar.

Para tetangga sangat sayang kepada wali Paidi ini, bukan karena wali Paidi ini wali (karena para tetangga tidak tahu kalau Paidi ini seorang wali) namun karena wali Paidi ini bukan orang kaya tapi dermawan, suka menolong dan sopan terhadap yang tua dan sayang terhadap yang muda.

Ketika memasuki hari ketiga, tubuh wali Paidi demam tinggi. Sehabis sholat isya yang dilakukan dengan terbaring, tubuh wali Paidi tidak kuat menahan dan wali Paidi tidak sadar (pingsan).

Dan setengah sadar, dia merasakan ada orang yang memegang keningnya, lamat-lamat dia melihat ternyata yang melakukan itu mbah Maimun, dengan suara pelan wali Paidi mengucapkan Salam dan berusaha mencium tangan mbah Maimun…

“Sudah istirahat dan tidur saja… insya Allah nanti sembuh sendiri… sebagai ikhtiar saya bawakan sedikit Zam-zam insya Allah bisa sebagai obat… banyak-banyak beristigfar agar tubuhmu lebih kuat, yang kamu alami ini bukan sakit karena penyakit, tapi perjalanan (proses) agar tubuhmu menjadi lebih kuat untuk bisa kesana kemari melalui jalan terobosan… istirahat saja dan banyak istigfar nanti akan sembuh sendiri…”.

Sampai disini wali Paidi sudah tidak mendengar lagi petuah dari mbah Maimun, entah tertidur entah semaput… pokoknya dia tidak mendengarkan apa-apa lagi.

Dalam keadaan itu wali Paidi seolah bermimpi ada seorang anak muda yang menyeka tubuhnya dengan handuk dingin, anak ini sangat ganteng dan bersih, ia sangat tampan.

“Siapakah anda“… tanya wali Paidi ;

“Saya adalah Sholawat sampeyan, saya akan menjaga sampeyan sampai sembuh“… ucap pemuda ini.

Wali Paidi kaget juga mendengar penuturan pemuda ini.

“Apakah aku sudah mati ?“… tanya wali Paidi ; Pemuda ini menjawab “belum“ .

Wali Paidi tertegun dan terdiam, tidak lama kemudian ada yang mengetuk pintu kamar.

“As-salamu’alaikum”… salam si tamu ;

“Wa alaikum salam”… jawab wali Paidi dan pemuda ini berbarengan.

Pemuda ini membungkuk dan seolah berbisik :

“Tamu yang datang ini adalah malaikat“ ;

“Malaikat Izrail“… tanya wali Paidi ;

“Bukan tapi malaikat Rohmat“… jawab pemuda itu;

“Bukakan pintunya Wat (singkatan dari Sholawat)“… pinta wali Paidi.

Tanpa membuka pintu masuklah seorang Pemuda yang juga tampan dengan membawa baskom.;

“Siapakah anda“… tanya wali Paidi ;

Tanpa menjawab pertanyaan wali Paidi Malaikat Rohmat meletakkan baskom di meja sebelah tempat tidur wali Paidi dan berkata, “air dari telaga Kautsar guna diminum dan buat wudlu”… kemudian Rohmat pamit dan plass.

Sekitar 5 menit kemudian datang tamu lagi, kali ini Sholawat menghilang dan kamar wali Paidi langsung harum semerbak. Wali Paidi berusaha bangkit, tapi tamu yang belum dikenal menyuruhnya tetap berbaring. ;

“Ali Firdaus, bergembiralah… karena derajatmu sudah dinaikkan oleh Allah“… ucap tamu itu sambil memegang kening wali Paidi.

Wali paidi mendengar perkataan orang ini hanya bisa menangis, tidak bisa berkata-kata, dia hanya bisa menangis dan menangis lagi.

Setelah tamu itu keluar, Sholawat masuk melalui pintu yang masih tertutup, tanpa ditanya Sholawat menjelaskan bahwa yang baru datang tadi adalah Nabi Khidlir yang banyak menurunkan ilmu-ilmu hikmah kepada wali Paidi.

Walaupun pertemuan wali Paidi dengan Nabi Khidlir ini begitu singkat tapi ilmu yang didapat wali Paidi sama dengan ilmu orang yang belajar selama 100 tahun.

Menjelang shubuh datanglah mas kyai Mursyid, Ketika mas kyai datang tubuh wali Paidi sudah segar dan sehat, Mas kyai membawa kopi dan rokok.

Setelah sholat shubuh berjamaah dengan mas kyai Mursyid di Mushollah, mereka melanjutkan dengan acara ngopi dan merokok bareng. Wali paidi sekali lagi dapat wejangan-wejangan dari mas kiai Mursyid.

Mas kyai Mursyid sedikit membuka rahasia Arsy, membuka jalan yang akan dihadapi wali paidi kelak, dan setelah sholat dhuha mas kiai Mursyid pulang.

Sepeninggal Kyai Mursyid, wali Paidi tetap di Mushollah ia merenungi hikmah dari sakitnya. Bagi orang beriman sakit adalah penghapus dosa.

Renungan ini dikagetkan suara tetangga wali Padi, “Lho..kok sudah sembuh… ini saya buatkan bubur sumsum..kok sudah merokok toh… orang pinter dari mana tadi mas Paidi… kok cepat nyembuhkannya,”… cerocoh tetangga yang mas Kyai Mursyid dianggap sebagai dukun pinter yang menyembuhkan wali Paidi.

Wali Paidi terngiang amanat tadi malam, “Bergembiralah, karena derajatmu sudah dinaikkan oleh Allah”….

Dalam hati seolah menolak, membatin “haruskah aku bahagia” sebab aku hanyalah abdi yang memang sudah seharusnya mempunyai tugas mengabdi kepada Allah, atau harus bersedih, sebab dengan dinaikkan derajat itu berarti bertambah tantangan hidup untuk lebih banyak mengabdi kepada Allah.

Wali Paidi hanya berfikir untuk berusaha sekuat tenaga lebih mendekatkan diri pada sang kholiq dengan beranjak ambil air wudhu, sholat yang dilanjut berdzikir mengagungkan asma Allah.

Baru saja Wali Paidi mau bertakbirotul ikrom, tiba tiba terdengar salam,”Assalamu’alaikum,” ternyata Kyai Abd Khakim yaitu kyai kampungnya.

Setelah berbasa basi, Wali Paidi memberanikan diri utk bertanya “Maaf Kiyai, ada perlu apa, kok jenengan repot-repot nyambangi saya, kan Yai bisa nyuruh santri biar saya yang ke rumah yai saja.”

“Gini lho nak Paidi mbok saya ini dibantu ngerawat masjid,” kata tamunya memulai pembicaran, tapi dalam batin wali Paidi berangan angan “eeah… jangan-jangan aku mau diambil mantu dijodohkan dengan anaknya”.

Tapi Wali Paidi tak mau lebih jauh mengikuti nafsu pikirnya…”eee…. maaf, maksudnya gimana yai”… jawab Wali Paidi sambil mempersilahkan tamunya utk menikmati rokoknya.

“Aku ini kan sdh semakin tua, sementara aku ndak punya pengganti”… batuk Kyai Khakim menghentikan ucapannya, saat itu pula pikiran Wali Paidi menjadi kacau, sebab teringat anak Kyai yang jelita.

“Mbok tolong aku dibantu, besuk Jum’at depan kamu yang menjadi khotibnya ya”…lanjut sang Kyai..buru buru Wali Paidi membuang anganya tentang putri pak Kyai,….

“Maaf Yai, mbok jangan saya tho…. saya ini kan hanya penjual minyak wangi yang jarang di rumah,” jawab wali Paidi.

Tamunya mengangguk tak mau memaksakan kehendaknya, namun ia berkata, “Saya tahu nak Paidi… tapi mimpiku kok selalu memunculkan wajahmu… mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk yang terang pada kita,” Kyai Khakim berdiri dan pamitan.

Sepulang Kyai Abd Khakim wali Paidipun memeruskan berdzikir kepada Allah, tidak seperti biasanya, kali ini Wali Paidi sulit untuk konsentraisi, sebab wajah putri Pak Yai Khakim kadang muncul di hadapannya.

Kembali Wali Paidi berfikir apakah ini salah satu cobaan dinaikkannya derajat? Karena sulit konsentrasi wali Paidi menghentikan aktifitas Dzikir sambil duduk di Mushollah, dia berdiri dan berolahaga ringan, jalan-jalan sambil menggerak-gerakkan tangan namun hatinya tetap berhubungan dengan Allah…

Niatnya mau sarapan Pecel mbok Sarti di pinggir jalan raya, tapi karena tadi ada tetangga yang sudah membawakan bubur Sumsum wali Paidi terpaksa pagi itu harus sarapan bubur sumsum.

Selain bubur itu manfaat, dia harus menghormati pemberian tetangga dan yang lebih penting, tidak mubadzir. Sebab, barang mubadzir adalah temennya syetan. Innal mubaadziriina kaanaa ikhwaanasysyayaatiin.

EDITOR : REYNA

Last Day Views: 26,55 K