Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 4: Santri Studi Banding

Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 4: Santri Studi Banding
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT

Sesampainya di rumah sehabis dari gunung Lawu, wali paidi menjalankan aktifitas sebagaimana biasanya, tiap pagi wali paidi pergi ke pasar berjualan minyak wangi.

Orang-orang di pasar dan di rumahnya biasa memangilnya kang Paidi tukang minyak-wangi.

Sekitar jam 1 siang wali paidi ini menutup lapaknya dan pulang, setelah sholat ashar sehabis istirahat siang, wali paidi mengajari anak-anak kecil dilanggarnya belajar membaca Al Qur’an sampai waktu magrib.

Dulu dilanggar wali Paidi yang sederhana ini ramai sekali dipenuhi anak-anak kecil yang belajar mengaji, tapi setelah ada sistem iqro’ dan qiroati, langgar wali paidi ini sepi, anak-anak pada pindah ke TPQ-TPQ yang memang banyak tersebar dikampungnya.

Wali paidi sebenarnya juga ikut pelatihan metode iqro maupun qiroati yang diwajibkan kepada seluruh guru TPQ guna mendapatkan syahadah (semacam ijazah), tetapi wali paidi tidak lulus dalam pelatihan ini karena sering merokok dan bawa kopi di dalam kelas.

Jadi Wali Paidi tetap menggunakan metode lama yaitu metode bagdadi, karena bagi guru TPQ yang tidak punya syahadah tidak boleh mengajar dengan memakai metode iqro maupun qiroati, hingga lama kelamaan murid-murid wali paidi habis, tinggal 5 anak saja yang tetap mengaji di langgar wali paidi.

Orang tua dari kelima murid wali paidi ini tetap mempercayakan anaknya kewali paidi ini karena gratis, malah mereka sering dikasih uang jajan oleh wali paidi.

BACA JUGA:

Menjelang magrib ada seorang pemuda yang kira-kira berumur 25 tahun mencari wali Paidi. Pemuda ini adalah seorang murid thoriqoh yang disuruh gurunya mencari wali Paidi.

“Gus, carilah kiai di daerah ini namanya Ali Firdaus tapi orang-orang di kampungnya biasa memanggil dengan sebutan Paidi (orang yang memberi faedah), umurnya seumuranmu mungkin lebih muda, dan hanya beliau satu-satunya yang bernama Paidi di kampung itu, kalau kamu ketemu dengannya sampaikan salamku dan mintalah nasehat padanya,” begitulah kata guru pemuda ini.

Pemuda ini disuruh mencari wali Paidi karena ia sering mengalami hal-hal aneh, seperti ketika sholat, tiba-tiba ia sudah berada di makkah dan sholat di hadapan ka’bah, dan banyak orang yang melihatnya sholat di atas daun padahal dia ada di rumah.

Pemuda ini akhirnya sowan ke gurunya dan melaporkan semua kejadian yang dialaminya, sampai ia disuruh mencari kyai Ali Firdaus atau kyai Paidi.

Sesampai di kampung yang dimaksud, pemuda ini bertanya-tanya pada orang-orang kampung… “di manakah rumah kiai Paidi”. “Di sini tidak ada yang namanya kiai Paidi, yang ada kang Paidi seorang penjual minyak wangi..,” begitu jawab orang kampung wali Paidi.

Namun pemuda ini yakin bahwa kang Paidi itulah kiai Paidi yang dicarinya karena gurunya bilang bahwa nama Paidi hanya satu orang di kampung ini. Pas waktu maghrib pemuda ini sampai di rumah wali Paidi, pemuda ini bertanya kepada seorang wanita yg berada di depan rumah wali Paidi.

“Apakah benar ini rumah kang Paidi penjual minyak wangi ?”

“Benar nak,,, dia ada di langgar itu, mungkin akan maghriban,” jawab wanita itu sambil menunjukkan langgar (musholla).

Setelah wudlu pemuda ini masuk ke langgar dan ikut sholat berjamaah, dilihatnya yang sholat dilanggar ini cuma 3 orang, dia berdiri di samping mereka.

Ketika pemuda ini mendengar surat Alfatihah yang dibaca wali Paidi, hati pemuda ini menjadi galau karena wali Paidi kalau membaca huruf “ain” menjadi “ngg”, robbil ‘alamin menjadi robbil ngalamin….

“Gimana mau khusyu’ dan diterima sholatnya wong bacanya aja udah keliru, apakah tidak salah guru menyuruhku sowan kepadanya?” gumam pemuda ini dalam hati..

Setelah salam dan melakukan wirid seperti biasa pada umumnya, wali paidi sholat sunnah beberapa roka’at, sehabis sholat sunnah wali Paidi keluar dari langgar, duduk-duduk di teras sambil merokok.

Pemuda thorikot itu menghadap kepada wali Paidi, setelah saling salam dan bersalaman pemuda ini menyampaikan salam gurunya kepada kiai paidi, kemudian dia menceritakan maksud kedatangannya dan menceritakan hal-hal aneh yang dialaminya pada wali paidi.

“Hhmm… siapa nama sampeyan ? kok ujuk-ujuk minta petunjuk,” tanya wali Paidi.

“Bakir… Kyai.. Subakir,” jawab pemuda itu lugas.

“Saya juga heran, kok kamu sampai bisa seperti itu yah… Mengalami hal-hal yang menakjubkan padahal sholat kamu tadi saja masih sibuk ngurusi tajwid dari pada ingat kepada Allah…,” kata wali Paidi kepada pemuda ini.

Seketika pucatlah wajah pemuda ini, dan dalam hati pemuda ini berkata:

“Masya Allah… Ternyata gurunya tidak salah mengenai kiai muda ini.” Pemuda ini semakin menundukkan kepalanya di hadapan wali Paidi ini.

Subakir, santri thoriqot ini hanya diam, tidak berani berkata banyak di depan wali paidi, suasana jadi hening, hanya terdengar suara hisapan rokok wali Paidi namun Pemuda ini menangkap degub jantung wali Paidi yang berbunyi Allah… Allah.. Allah.. tak hentinya secara teratur.

“Monggo kopinya kang, dan ini rokoknya,“… ucap wali Paidi memecah suasana menawarkan kopi dan rokoknya.

“Iya terimakasih.”

Setelah menyeruput kopi pemuda ini mengeluarkan rokoknya sendiri dan menyalakannya.

“Gimana khabarnya mas kyai Mursyid,“ tanya wali paidi.

“Alhamdulillah baik-baik saja,“ jawab pemuda ini singkat.

“Nanti sehabis sholat isya’ kamu dzikir aja di musholla sini, kalau nanti kamu tiba-tiba berada di tempat yang asing, kamu baca la haula wala quwwata illa billah 3x,“ pesan wali paidi pada pemuda itu yang selalu menunduk di hadapan wali Paidi.

Tidak lama kemudian terdengar suara adzan berkumandang, menunjukkan kalau waktu sholat isya’ telah tiba. Tampak 3 orang yang tadi sholat maghrib telah datang, setelah berwudlu mereka bertiga masuk ke musholla menunggu wali paidi. Wali paidi berdiri masuk ke dalam musholla dan mempersilahkan Subakir untuk ngimami sholat isya’, tapi pemuda ini tidak mau, Wali paidi akhirnya maju dan dimulailah sholat isya’ berjamaah.

BACA JUGA:

Pemuda itu sholat tepat di belakang wali paidi, hingga dia dapat mendengar dengan jelas suara wali paidi, tapi pemuda ini tidak mau mengulangi kesalahnnya di waktu sholat magrib tadi, sambil membaca fatihah pemuda ini mulai mengajak hatinya berdzikir Allah…Allah…Allah…

Pemuda ini mulai merasakan ketenangan dalam sholatnya, suara hiruk pikuk di sekitar musholla mulai hilang, suasana menjadi hening yang terdengar hanya suara wali Paidi dan suara hatinya yang berdzikir, lama kelamaan suara wali paidi yang tadinya cemplang dan terdengar tidak bertajwid, berubah menjadi sangat merdu dan sangat fasih, suara dan bacaan wali paidi bagaikan suara dan bacaan imam masjidil haram.

Setelah selesai sholat dan membaca wirid seperti pada umumnya, wali Paidi mundur untuk melaksanakan sholat sunnah dua rokaat, setelah itu ia mendekati pemuda thoriqot.

“Sampeyan di sini saja, dan mulailah berdzikir seperti yang biasa sampeyan lakukan,“ kata wali paidi.

Pemuda ini menggangguk, setelah ke tiga orang yang ikut jamaah tadi keluar, wali paidi berdiri mematikan lampu musholla dan ikut keluar, tinggallah pemuda ini sendirian di dalam musholla.

Pemuda thoriqot ini lalu duduk bersila, dan memulai membaca fatihah, tawasul kepada kanjeng Nabi Muhammad dan diteruskan tawasul kepada guru-gurunya, setelah itu barulah pemuda ini mulai membaca wirid yang selama ini selalu istiqomah ia baca.

Lama-kelamaan suasana mulai berubah, angin yang tadinya menghembus sepoi-sepoi berubah menjadi kencang. Benda-benda yang berada di dalam musholla mulai hilang satu persatu, bahkan dirinya juga terasa ikut hilang, beriringan dengan hilangnya tubuhnya.

Tampak di pengimaman ada cahaya putih yang kecil, hanya cahaya ini yang tampak karena semuanya telah hilang dalam pandangan mata pemuda ini, dan dengan sayup-sayup mulailah terdengar suara orang yang berlalu-lalang membaca ta’bir dan tahmid.

Cahaya yang tadinya kecil mulai membesar dan teranglah seluruhnya, dan tampaklah dengan jelas di depan pemuda ini bangunan segi empat yang tertutup kain hitam yang di sekelilingnya terlihat banyak orang berjalan mengitarinya.

Masya Allah ternyata ia berada di Makkah didalam Masjidil Haram. Pemuda ini membatin, benarkah aku ini sekarang berada di masijid haram, timbul keraguan di dalam hati pemuda ini, dengan perlahan dia meletakkan tangannya di atas marmer masjid, ada sesuatu yang hangat yang mengalir ke tangannya, “ini marmer sungguhan“ batin pemuda ini lagi.

Lalu pemuda ini berdiri melihat lalu lalang orang-orang yang sedang berthowaf, ratusan ribu orang berjubel jadi satu dengan pakaian dominan putih saling bersahutan memuji Allah, pemuda ini lalu teringat dengan pesan wali Paidi.

Kemudian duduklah pemuda ini dan mulai membaca “la haula wala quwwata illa billah” ketika bacaannya sampai ke bacaan yang ke tiga, datanglah angin yg sangat kencang, bumi Makkah serasa bergoncang, seakan kena gempa, dan tanpa bisa dicegah tubuh pemuda ini terguling-guling, suasana menjadi gelap, tubuhnya baru terhenti ketika menabrak sesuatu.

Berangsur angsur suasana menjadi tenang kembali, perlahan ia membuka matanya, betapa kaget dirinya, ternyata dia sekarang berada di pinggir di dekat Mushollah, tempat yang tadinya dikira masjidil haram ternyata pelataran Musholah.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

3 Responses

  1. สมัครเว็บบอล แทงบอลออนไลน์ ได้เงินจริง ขั้นต่ำ 10 บาทNovember 16, 2024 at 10:48 am

    … [Trackback]

    […] There you will find 29248 more Info to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-4-santri-studi-banding/ […]

  2. chatroomsDecember 16, 2024 at 10:39 pm

    … [Trackback]

    […] Find More here on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-4-santri-studi-banding/ […]

  3. fitness equipment for saleFebruary 3, 2025 at 1:13 am

    … [Trackback]

    […] Read More Info here on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-4-santri-studi-banding/ […]

Leave a Reply