ZONASATUNEWS.COM – Pengamat perminyakan Rudi Rubiandini membeberkan sedikitnya ada Rp 170 triliun selisih harga jual Pertamax oleh Pertamina selama tidak ada penyesuaian dengan harga jual minyak dunia yang sudah mengalami penurunan.
Menurut Rudi Rubiandini, uang Rp 170 triliun itu tidak masuk ke kas negara. Uang tersebut merupakan selisih harga penjualan Pertamax selama Maret dan April 2020 ditambah empat hingga delapan bulan ke depan.
Rudi lantas menerangkan, perhitungan mengenai harga BBM yang tidak turun.
“Jadi, setiap barrel minyak mentah (Crude) yang masuk kilang, akan menghasilkan banyak produk yang bervariasi harganya, tapi tentunya harga BBM lebih tinggi dari Crude,” kata Rudi.
Maka untuk memudahkan menghitung, lanjut Rudi, harga crude diambil dari dua jenis acuan dunia, yaitu Brent dari eropa utara, dan WTI dari Amerika Serikat. Walau sebenarnya masing-masing negara punya jenis crude sendiri dengan harga sendiri.
“Kini harga Brent USD 24 per barrel, dan WTI adalah USD 16 per barrel. Sedangkan ICP Indonesia secara rata-rata seharga UDD 20 per barrel, sekitar tengah-tengah antara WTI dan Brent,” kata Rudi.
Dikatakan Rudi, crude yang masuk ke kilang, kalau sudah jadi BBM, dijual dengan harga lebih tinggi. Ditambah dengan biaya transportasi, keuntungan kilang, dan pajak sampai ke tangki timbun, yang kira-kira menaikan harga USD 8 per barrel hingga UDD 10 per barrel. Harga ini menjadi lebih tinggi dari ICP.
“Sehingga nilai jual BBM menjadi USD 30 per barrel. Didapat dari harga ICP rata-rata USD 20 per barrel ditambah biaya-biaya USD 10 per barrel. Untuk memudahkan, maka mengambil saja harga produk BBM yang biasa dijual di stok singapura, namanya MOPS, juga saat ini harganya sekitar USD 30 per barrel,” ulas Rudi.
Lebih lanjut, menurut Rudi, untuk menghitung harga jual ke SPBU, masih harus ditambah biaya transportasi, subsidi silang harga sama, keuntungan Pertamina, losses, dan lain-lain senilai Rp 1.800 per liter. Kemudian ditambah PPn sebesar 10%, PBBKB sebesar 5%, serta keuntungan SPBU dan transportasi atau margin sebesar 10%.
“Sehingga dengan harga saat ini dan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat saat ini, akan ketemu harganya Rp 5.500 per liter,” terang Rudi.
“Yang jadi masalah, sudah dua bulan harga minyak dunia turun, Pertamina belum menurunkan harga Pertamax dari Rp 9000 per liter. Kemana kelebihan Rp 3.500 per liter? Hitung saja 1 juta barrel (159 juta liter) per hari, selama dua bulan dan plus 4-8 bulan ke depan, akan jadi Rp. 170 Triliun, dan tidak masuk ke kas negara,” ungkap Rudi.
Editor : Setyanegara
Related Posts
Bahlil Lahadalia: Motor Penggerak Hilirisasi Nasional
China tegas menentang kesepakatan apa pun yang mengorbankan kepentingannya di tengah perang tarif AS
Tarif Trump menguras dolar AS, mendongkrak euro
Harga emas melampaui $3.400 dan mencapai rekor tertinggi baru di tengah ketidakpastian tarif
Tiongkok memberi sanksi kepada anggota parlemen, pejabat, dan pimpinan LSM AS
Google menandatangani pakta geotermal pertama di Asia-Pasifik dengan Taiwan
Permintaan minyak global kehilangan momentum
Tiongkok, Jepang adakan pembicaraan tentang larangan impor makanan laut
Anggota BRICS membahas tarif timbal balik AS, ungkapkan ‘kekhawatiran serius’ tentang ketegangan perdagangan
Trump mengecualikan komputer, ponsel, dan perangkat elektronik lainnya dari tarif
cam coinsDecember 14, 2024 at 11:29 pm
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/ekonomi-bisnis/rubiandini-tidak-masuk-ke-kas-negara-kemana-perginya-duit-selisih-harga-jual-pertamax-senilai-rp170-triliun/ […]
DIY cornhole board wraps for backyard gamesJanuary 19, 2025 at 7:26 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/ekonomi-bisnis/rubiandini-tidak-masuk-ke-kas-negara-kemana-perginya-duit-selisih-harga-jual-pertamax-senilai-rp170-triliun/ […]