MADRID – Dalam acara Pelatihan dan Upgrading bagi pengurus PCIM Muhammadiyah se-Eropa dan Mediterania, seorang pengurus PCIM Britania Raya dan Irlandia, merasa tertarik dengan pidato yang disampaikan oleh Dubes RI Untuk Spanyol dan UNWTO (UN Tourism) Dr Muhammad Najib. Katanya, dia sangat setuju kita harus belajar dari negara Barat, karena faktanya berada didepan dalam penguasaan sain dan teknologi, juga Ilmu humaniora.
“Dulu ada lembaga bernama Baitul Hikmah yang menterjemahkan (berbagai buku dari seluruh dunia) menjadi bahan riset. Dan saya juga ingat bahwa ketika peradaban Andalusia itu di puncaknya orang-orang dari Eropa, apa dari Inggris dan dari Prancis dan sebagainya itu mereka datang ke sini. Andalusia itu adalah peradaban yang sangat unik ketika semua orang datang ke sini ketika orang-orang dari Eropa yang lain belajar bahasa Arab untuk belajar dari peradaban Islam mendapatkan apa benefit dari kemajuan teknologi yang waktu itu puncaknya ada di Andalusia,” kata Diah yang sedang kuliah di UK (Inggris)
Nah kalau sekarang, katanya, menurut Pak Dubes apa nih yang bisa mereka kerjakan supaya mereka bukan cuma itu – mungkin bahasanya agak kasar – bukan cuma numpang belajar tapi juga bisa kemudian mengulang sejarah dimasa yang lalu. Habis itu kembali ke mana pun mereka harus kembali dan membawa (ilmu (pengetahuan) dengan akselerasi berlipat ganda, sehingga bisa bersaing dalam beberapa tahun ke depan. Mudah-mudahan dalam beberapa tahun ke depan bisa bersaing tanpa harus kemudian punya sejarah kelam. Bagaimana caranya seperti yang terjadi di Andalusia dulu, misalnya, tapi dengan cantik dengan baik, dengan segala keramahan sebagai seorang muslim, tapi bisa beneran mengakselerasi semuanya. Bagaimana, apa yang bisa saya kerjakan?.
Dubes Najib menjawab, cukup lama merenungkan masalah ini, jadi saya senang sekali kalau mbak Diah dari UK Inggris memantik ingatan saya di dalam forum yang sangat penting dan berharg ini.
Jadi kalau di zaman abad pertengahan termasuk ketika Tarik bin Ziad kemudian juga Abdurrahman Adakhil, di sini paradigma politik waktu itu adalah ‘Win-Lose’ yang menang mengambil semuanya dan yang kalah bukan saja harus menjadi pengikut tapi seringkali juga harus mati. Ya itu paradigma saat itu.
“Nah paradigma saat ini sudah berubah karena prinsipnya berubah menjadi ‘Win-Win’ jadi kalau ada kerja sama dua pihak kedua-duanya bisa menjadi pemenang. Kedua-duanya mendapatkan manfaat, tinggal siapa yang lebih pintar dia akan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Kalau saya perhatikan ya ini sekarang saya baru selesai ya sama istri saya nonton film itu cerita tentang Jepang yang sebelumnya tertutup kemudian melahirkan ide restorasi Meiji setelah kedatangan para pedagang bahkan bisa dikatakan sebagai kolonial. Portugal yang membangun basisnya di Makau untuk mengontrol Cina dan Jepang. Nah sejak itu kemudian Jepang melahirkan ide restorasi Meiji dan pada perang dunia pertama Jepang itu sudah bisa bikin pesawat tempur mereknya Yamaha.Coba lihat film perang dunia pertama ini,” ungkap Dubes Najib.
Saya mau buka rahasia lagi sama adik-adik jadi saya, lanjut Dubes Najib, belajar sejarah itu dari novel dan film karena membacanya atau melihatnya menyenangkan, karena itu melekat sekali di kepala saya. Orang teknik dulu diajarin ilmu sosial sangat tidak suka. Diajarin sejarah suruh tahun-tahun tidak ingat, gak hafal, tapi kalau matematika saya bisa 10 (nilainya). Tapi disuruh mengingat tahun itu aduh susah sekali.
Tapi setelah lihat film, baca novel, itu melekat sekali. Saya kalau sedang tidur dibangunin, lalu ditanya tahun berapa umat Islam terusir dari Spanyol, langsung ingat: tahun 1492.
“Nah coba saudara sekalian ya lihat-film di dalam YouTube, sayangnya berbahasa Arab ya bagi yang tidak paham bahasa Arab tidak paham karena gak ada subtitelnya. Judulnya itu Rabi Kordoba. Nah ini nanti minta tolong Mas Iqbal coba dibuka YouTube tulis dalam bahasa Arab Rabi Kordoba. Itu cerita tentang Al Manssur. Itu aduh saya itu sampai tiga kali lihat YouTube itu 27 atau 28 episode, dan menarik sekali. Tiap episode setengah jam dan bahasa Arabnya bagus sekali. Nah di situ bercerita tentang bagaimana salah satu episode ya, orang-orang Barat itu belajar ke umat Islam dan kalau sekarang kita pakai jaz dan dasi, mereka waktu itu niru pakai jubah dan sorban karena cipta rasa atau citra diri orang yang memakainya itu seperti naik kelas sebagai intelektual. Orang yang sukses, orang yang bermartabat, orang yang berperadaban gitu. Nah sekarang kan kita tiru-tiru pakai jas supaya dianggap (hebat seperti orang-orang Barat),” kata Dubes Najib.
Dubes Najib kemudian memberikan penjelasan, bahwa sikap seperti itu ada teorinya, yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun, bahwa masyarakat itu selalu mencoba mengidentifikasikan dirinya dengan Penguasa dan cita rasa sukses, status sosial yang tinggi, dan seterusnya.
Dubes Najib berpendapat, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar diluar negeri itu jangan disuruh cepat-cepat pulang.Dia mencontohkan orang-orang India yang belajar di Amerika. Setelah lulus kuliah dia bekerja di perusahaan-perusahaan Amerika. Di Microsoft orang nomor satunya yang baru saja mengunjungi Jakarta itu India pulen. Kalau perlu jadi Walikota seperti orang Pakistan di London. Kalau perlu menjadi Pederana penteri seperti di UK, dimana Perdana Menteri Inggris itu adalah keturunan India.
“Iya, nah kalau mereka bisa kenapa kita tidak bisa, coba paradigma ini mulai dibangun. Nah nanti saudara-saudara di sini itu menjadi pijakan bagi yang datang kemudian, memfasilitasi, memediasi, sekaligus juga mengirim oleh-oleh terus ke Indonesia. Apa yang bisa dikerjakan untuk mempercepat kemajuan Muhammadiyah, mempercepat kemajuan perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisiah. Nah gitu mikirnya. Nanti kalau sudah diperlukan, baru pulang ke Indonesia. Coba lihat proyek Bengalor itu di India ya, bagi yang tahu itu ya itu sekarang semacam Silicon Valleynya India. Di Bengalor banyak kerja-kerja yang harus dilakukan di Amerika itu bisa diselesaikan di Bengalor India. Bahkan sampai operator telepon itu dari Bengalot. Kalau di Amerika terlalu mahal biayanya. Nah, dalam dunia yang sangat maju ini, orang tidak tahu ya ini operatornya dari India atau dariCalifornia, dan orang tidak tahu dan orang kalau tahu pun tidak peduli. Saya telepon WA Call dari sini ke Jakarta bisa jauh lebih jernih dibanding dari Jakarta ke Jogja. Itu kan tergantung Wifi. Dunia kita semakin sempit karena kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi,” jelas Dubes Najib.
Karena itu, kata Dubes Njaib, kembali ke pertanyaan Mbak Diah, prinsip win-win itu dan kita selalu maju dengan proposal seperti itu. Sudah menjadi habit saya, jelas Dubes Najib, karena saya terlatih sebagai orang susah, kalau saya mau kerja sama dengan seseorang yang saya pikirkan bukan saya dapat manfaat apa, enggak. Tetapi manfaat apa yang saya bisa tawarkan kepada partner saya, itu dulu.
Setelah dia merasakan manfaatnya baru saya berpikir manfaat apa yang bisa saya ambil. Seringki dalam perjalanannya partner saya mendapatkan manfaat, saya tidak mendapatkan manfaat, gak apa-apa.
Dubes Muhammad Najib sedang memberikan pidato dihadapan peserta Pelatihan Leadership dan Upgrading PCIM Muhammadiyah se-Eropa dan Mediterania, di Madrid Spanyol
“Karena apa, keyakinannya saya dapat pahala gitu dan sering kali ya, saya sama Pak Bram ini berkali-kali ya, menyampaikan karena beliau menjadi salah satu home staf diplomat yang paling senior. Ibarat orang menanam tidak ada bibit yang kita taburkan itu sia-sia, Enggak ada itu pasti memberikan manfaat. Nah seringki kita memetik manfaat yang kita tanam itu setelah 20 tahun kemudian, setelah 30 tahun kemudian. Ini kan ada pepatah Cina yang mengatakan,bahwa kalau anda ingin memetik hasil tanaman anda dalam sehari maka tanamlah kacang hijau, pagi ditanam sore sudah dapat hasil. Kalau ingin hasil 3 bulan 4 bulan tanamlah pisang tapi memetiknya hanya sekali, habis memetik mati. Tapi kalau mau memetik tanaman yang bisa dipetik seumur hidup bahkan anak cucu kita bisa memetik itu maka tanamlah pohon. Seperti pohon kurma itu yang menanam itu sulit sekali bisa menikmati hasil tapi anaknya, cucunya bahkan sampai beberapa generasi itu bisa terus menikmati makanan korma. Nah coba filosofi ini ya kita tanamkan pada diri kita kalau kita sudah tanamkan bagaimana itu menjadi mindset kalau sudah menjadi mindset, bagaimana menjadi habit sehingga di mana pun kita berada itu orang semuanya akan senang. Saya itu paling risih ya kalau ketemu orang belum apa- apa dirinya sendiri yang dipikirkan. Apalagi itu sifatnya personal jangka pendek dan seringkali merugikan kepentingan jangka panjang atau kepentingan bersama. Sekali lagi saya sampaikan kepada saudara-saudaraku sekalian khususnya kader-kader Muhammadiyah sehingga kita itu bisa diterima oleh siapun di mana pun,” ungkap Dubes Najb mengakhiri pejelasannya.
Selengkapnya saksikan videonya dibawah ini:
EDITOR: REYNA
Related Posts

AS Tolak Peran Hamas dan UNRWA di Gaza, Blokade Bantuan Israel Berlanjut

Pemerintahan Trump akan membuka suaka margasatwa Alaska untuk pengeboran

Akankah pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir memberdayakan Afrika atau justru memperkuat ketergantungan pada negara asing?

‘Pembersihan etnis pelan-pelan:’ Setelah gencatan senjata Gaza, eskalasi Israel bergeser ke Tepi Barat

Putusan HAMAS: ICJ menegaskan Israel melakukan genosida, menolak legalisasi permukiman

Laporan: Amazon berencana mengganti pekerja dengan robot

Penjelasan – Mungkinkah inovasi digital membentuk masa depan layanan kesehatan di Afrika?

Kecerdasan buatan akan menghasilkan data 1.000 kali lebih banyak dibandingkan manusia

Serangan Israel menewaskan 42 orang di Gaza karena kedua belah pihak mengatakan pihak lain melanggar gencatan senjata

Iran, Rusia, dan Tiongkok mengirim surat ke PBB yang menyatakan kesepakatan nuklir dengan Teheran telah berakhir





No Responses