Sagiman, Pejuang Seni Pahat Mbobung Yang Terlupakan

Laporan: Bambang Widodo

Yogyakarta, Zonasatunews– Panas mentari terasa kian menyengat ketika zona satu berada di sebuah perkampungan Mbobung Patuk Gunungkidul, yang selama ini mayoritas masyarakatnya dikenal sebagai pengrajin topeng dan patung. Bukan sesuatu yang aneh ketika kita menginjakkan kaki di bumi Mbobung disuguhi pemandangan ornamen-ornamen klasik bercorak topeng dan patung kayu di setiap rumah penduduk.

Bahkan banyak wisatawan manca datang berkunjung dan memborong hasil kerajinan topeng dan patung. Hasil kerajinan seni pahat topeng dan patung masyarakat setempat dikhabarkan tembus pangsa pasar luar negeri.

Kampung Mbobung yang dulunya daerah terisolir, masyarakatnya bermata pencaharian berladang dihutan milik Perhutani,berjalanya waktu menjadi sebuah desa makmur sejahtera. Untuk mencapai kemakmuran memang tidak semudah membalikkan telapak tangan,tentunya butuh kerja keras dan perjuangan yang gigih.

Namun dibalik itu, ada fenomena lain yang berhasil ditangkap Zonasatu. Di depan sebuah rumah kecil ukuran 4 x 6 m2, tampak seorang lelaki uzur tengah asyik memainkan mata pahatnya pada sebatang kayu. Keriput kulit dan tonjolan tajam tulang iganya menggambarkan sebuah perjuangan.

Sagiman lelaki usia 85 tahun tampak begitu lelah bergelut dengan waktu berbekal mata pahat untuk menorehkan karya seninya, sementara mayoritas masyarakat Mbobung lainnya sudah menggunakan alat alat modern yang segalanya memakai mesin dan listrik. Sungguh terjadi sebuah kesenjangan antara kehidupan Sagiman dengan para pengrajin topeng dan Patung lainya.

Saat zona satu menyapa,sejenak lelaki tua itu menghentikan gerakan pahatnya sembari menjawab sapaan dengan suara berat. Dengan agak tertatih dia bangkit mempersilahkan zoba satu masuk rumah. “Mangga silahkan masuk nak maaf simbah sendirian, anak ini ada keperluan apa ya, mau beli topeng apa patung”, tanya Sagiman.

Untuk membuka obrolan zona satu sengaja membeli dua buah topeng motif Kyai Bancak dan Kyai Potro Joyo, seharga 25 ribu rupiah untuk satu topeng. Berawal dari itu, sosok renta itu berkeluh kesah tentang kondisi dirinya yang mengaku sakit jantung, dan juga mengungkapkan rasa kesedihannya lantaran merasa diperlakukan tidak adil oleh kelompok pengrajin Mbobung. Dikatakan, sebelum desa

Mbobung terkenal dengan kerajinan topeng dan patung, Sagiman satu satunya seniman pahat topeng dan patung. Ketika masih duduk di Sekolah Rakyat dirinya sudah punya impian untuk merubah taraf hidup masyarakat Mbobung menjadi lebih baik. Seiring waktu Sagiman mulai menekuni seni pahat dengan memanfaatkan bahan baku yang ada disekitar, jenis bahan mentah kayu pule dan sengon.

Awalnya sebagaian masyarakat hanya mencemooh dengan apa yang dilakukan Sagiman. Namun dengan niatan yang kuat Sagiman tetap terus berkarya,bahkan dia sempat berguru ke orang bali untuk menambah ilmu seni memahat. Kerja keras Sagiman tidak sia sia,hasil karyanya mulai dilirik dan diminati banyak orang. Masyarakat sekitarpun mulai tergugah dan mengikuti jejak Sagiman.

“Awalnya masyarakat mbobung tidak ada yang mau bikin topeng dan patung, bahkan dia menganggap kerjaan saya ini tidak berguna”, kenangnya.

Berawal dari perjuangan Sagiman, masyarakat Mbobung mulai menekuni kerajinan patung dan patung, dan lahirlah kelompok kelompok pengrajin modern yang tentu saja mendapat sentuhan dari dinas dan instansi terkait. Hasil karya para kelompok pengrajin tembus di pasaran luar negeri, dan itu merubah taraf hidup menjadi mereka lebih layak dan mapan.

Namun tidak untuk Sagiman, kehidupanya justru semakin jauh tertinggal dan ditinggalkan oleh kelompok kelompok pengrajin rintisanya. Di usianya yang sudah senja dan sakit sakitan Sagiman semakin tersisih dan terus memainkan jemari tangannya untuk memahat topeng dan patung untuk dipajang di rumahnya sembari menunggu kalau ada pembeli yang datang.

Sagiman harus merasa puas dengan keadaan, lelaki yang sudah semakin rapuh raganya mengaku masih terngiang dengan pesen mendiang istrinya ketika ajal mulai menjemput.

“Sudahlah pak, sudah cukup kamu berjuang untuk orang orang, urusilah dirimu sendiri yang sudah tua dan sakit sakitan, sampe kapanpun mereka tidak ada yang peduli dengan perjuanganmu”, kata Sagiman menirukan pesan mendiang istrinya.

Related Posts