PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU

Oleh : Putra Adi Wibowo Sw*)

Demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan yang membebaskan setiap warga negara untuk berpendapat. Negara yang menganut sistem demokrasi mengijinkan warganya untuk ikut andil serta berpartisipasi baik secara langsung maupun dengan mengirimkan perwakilan didalam proses merumuskan, mengembangkan dan pembuatan hukum. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem Demokrasi. Partisipasi masyarakat dalam demokrasi melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Pada Pemilu ini masyarakat dapat memilih orang yang menduduki jabatan-jabatan politik tertentu.

Partisipasi Masyarakat dalam pemilu dituangkan dalam Pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Bab XVII dan pada pasal Pasal 448 ayat 1 disebutkan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat. Partisipasi Masyarakat dalam pemilu dapat dilakukan dalam bentuk : Sosialisasi Pemilu; Pendidikan politik bagi pemilih; survei atau jejak pendapat dalam pemilu; perhitungan cepat dalam pemilu. Yang terpenting dalam partisipasi masyarakat adalah partisipasi politik masyarakat itu sendiri yaitu ikut dalam menentukan suara dalam pemilu, mengingat pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat “One Man One Vote”. Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam pemilu semakin berkualitas pelaksanaan pemilu tersebut. Pelibatan masyarakat dalam pemilu merupakan bagian daari proses penguatan demokrasi, sehingga Lembaga penyelenggara pemilu yang terdiri dari KPU, Bawaslu dan DKPP harus berupaya membangun kekuatan bersama untuk pelaksanaan pemilu yang berkualitas.

Untuk menyongsong pemilu serentak tahun 2019 mendatang, upaya membangun kekuatan tersebut dilakukan dengan bergerak memaksimalkan sosialisasi mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan dan pengawasan pemilu. Gerakan sosialisasi ini juga bertujuan membangkitkan kesadaran bersama bahwa masyarakat benar-benar memiliki andil dalam proses pemilu yakni sebagai subjek bukan sebagai objek, artinya masyarakat harus menjadi pemeran bukan sebagai penonton.

Persoalan yang seringkali menyelimuti proses pelaksanaan pemilu yaitu praktik politik uang. Politik uang (Money Politic) seringkali muncul disebabkan karena tingkat pendidikan politik para kontestan dalam pemilu masih dibawah harapan, kekhawatiran kalah bersaing dalam memperoleh suara dengan kontestan lain atau untuk merebut kepercayaan masyarakat yang merupakan efek dari ketidak percayaan masyarakat terhadap kontestan politik yang dianggap memberikan harapan palsu menjadi motif terjadinya praktik politik uang. Selain politik uang ada beberapa persoalan yang terjadi pada proses tahapan kampanye.

Berkaca pada pemilu tahun 2014, Bawaslu banyak menerima laporan atas pelanggaran praktik politik uang yang dilakukan oleh sejumlah kontestan politik, pada saat kampanye ataupun masa tenang. Sedangkan persoalan pada tahapan menjelang pemilu dan masa kampanye dapat kita temui di dunia maya khususnya media sosial konten-konten yang mengarah pada black campaign dan hoax yang acap kali berujung konflik horizontal.

Penanganan hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana ada ancaman penjara paling lama 6 bulan dan denda paling banyak 1 milyar rupiah. Persoalan ini dapat diminimalisir apabila penyelenggara pemilu melakukan sosialisasi yang baik yang melibatkan partisibasi masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas, penyelenggaraan pemilu harus memenuhi prinsip kemandirian, kejujuran, keadilan, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, serta efektif dan efisien. Prinsip-prinsip tersebut bertujuan sebagai upaya memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.

*) Presidium KAHMI Kab. Ngawi 2018-2023

Related Posts