Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 14: Lintang Ngalih

Serial Wali Paidi (Bab 4): Periode Kewalian, Episode 14: Lintang Ngalih
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT


Rabu sore di akhir bulan Agustus di mushollah wali Paidi biasanya mengadakan acara Rabu Pungkasan, yang adatnya diisi dengan membaca Al Mulk 3x dimulai setelah magrib sampai menjelang isak. Jama’ahnya tidak banyak paling hanya 3 sampai 5 orang saja termasuk wali Paidi. Sore itu agak istimewa karena disediakan kue-kue kering dan kopi oleh wali Paidi. Kue kering sisa Agustusan yang dirayakan di lapangan dekat mushollah wali Paidi.

Setelah berjama’a isak di hari Rabu Pungkasan ini biasanya di serambi Mushollah ada diskusi ngalor ngidul tentang masalah-masalah agama dan yang gaib-gaib dari bapak-bapak jama’ah mushollah yang tiga orang itu, sedang anak-anak biasanya langsung kabur. Tapi kali ini agak beda selain dari tiga orang aktifis mushollah yang biasa hadir ada ketambahan anak muda kampung situ yang barusan menjadi mahasiswa ITS dengan jaket birunya dan seorang anak remaja SMP yang mungkin adik dari mahasiswa ITS tersebut.

Lagi asyik-asyiknya mereka membahas tentang bintang-bintang sebagai penghias langit tiba-tiba si anak remaja itu menunjuk kearah selatan “lintang ngalih”… katanya karena adanya beberapa meteor yang terbakar.

“Bukan lintang ngalih…. Itu meteor dik”… sahut si kakak yang anak ITS itu.

“Ya.. lintang ngalih itu kalau sampai ke tanah… itu tandanya akan ada pagebluk pada daerah yang kejatuhan… tapi kalau nggak sampai tanah kayak tadi … itu biasa saja… kalau yang nyelorot itu warnanya hijau itu namanya Ndaru pertanda adanya kemakmuran atau kesuburan pada daerah yang dituju… begitu cerita orang tua-tua dulu… anak sekarang menyebutnya Meteor… atau bintang jatuh… makanya ada istilah ketiban ndaru yang diartikan kejatuhan rejeki.” jelas salah seorang jama’ah.

“He..he.. kayak mas Prayit dulu… ketiban ndaru dapat lotre… berapa juta waktu itu hingga bisa beli rumah panjenengan… dan mbangun musholah ini”.. sambut jama’ah yang lain sambil jempolnya diarahkan ke wali Paidi.

“Lho kita tadi kan membaca Al Mulk… ada ayat yang bunyinya insya Allah… walakot zaiyyanassama ‘addun ya… al ayah …saya kurang apal… tapi artinya insya Allah begini… Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala…(mengutip QS67 ayat 5) lho ini Qur’an lho… kita harus mengimaninya… kalau kita belum faham maksudnya kita harus iman itu saja dulu… jadi yang tadi disebut Meteor itu Allah sedang melempari syetan, dulu sebelum Qur’an diturunkan, syetan-syetan itu ada yang disana untuk mencuri berita berita langit, tapi sekarang sudah tidak berani karena takut pada panah-panah api, ya seperti tadi yang sekarang sampeyan sebut meteor,”… bantah seorang lagi berargumen.

“Maaf mbah, yang kita namakan bintang itu sebenarnya adalah benda yang memancarkan sinar seperti matahari kita, dan bintang bintang itu berjalan menurut garis edarnya yang telah ditentukan Allah, jarak antar bintang itu ribuan tahun cahaya.. padahal sedetik cahaya itu jaraknya kalau ditempuh dengan pesawat terbang bisa dua hari dua malam non stop… pemahaman saya.. bintang penghias langit yang dekat itu adalah benda-benda langit yang disebut meteor tadi… ini ilmu falaq modern lho mbah… untuk melempar syetan… pemahaman saya… peristiwa yang dikatakan oleh adik saya lintang ngalih tadi itu adalah peristiwa alam biasa… ndak ada kaitanya dengan Pagebluk dan Ndaru… maaf… lho mbah,”… sahut anak ITS itu.

Wali Paidi memperhatikan dan menyimak perdebatan itu dengan serius terutama terhadap argument anak ITS ini wali Paidi manggut-manggut merasa lebih masuk akal.

“Yaa… biarlah begitu… mungkin ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat… jadi biarkan Ilmu falaq berjalan makin maju… yang penting Al Qur’an itu tetap dibaca dan artinya tetap seperti itu biar tafsirnya yang makin lama makin maju sesuai dengan kemajuan jaman, yang penting kita tetap iman bahwa Firman Allah itu benar”… ujar wali Paidi menengahi ; “lho ayo kopinya disruput… nanti keburu dingin”… kata wali Paidi lagi sambil mengambil camilan.

Mereka ikut mencicipi camilan dan nyruput kopi yang disediakan.

“Bukan peristiwa biasa Le.. itu semua tanda-tanda alam dari Allah Namanya ayat-ayat kauniah, ayat-ayat ini harus kita baca dengan ilmu-ilmu yang kita punyai, jadi kita memaknai peristiwa lintang ngalih ini tidak boleh kita biarkan sebagai peristiwa biasa… harus ada maknanya Cuma kita belum mengerti atau belum bisa memaknai, Cuma cara memaknainya harus tetap dalam kerangka iman… ndak boleh syirik… misalnya peritiwa gerhana, dulu waktu saya kecil kalau ada gerhana orang kampung pada nabuh kentongan agar semua pada bangun, sapi-sapi, kuda, ayam., supaya pada bangun, anak-anak dilarang keluar rumah sampai gerhana selesai baru boleh mainan di halaman lagi, karena gerhana bulan itu katanya bulan sedang dimakan bethoro kolo, kalau anak-anak di luar nanti bisa dimakan juga… he..he…he” kata seorang dari mereka.

“Lha kalau gerhana matahari bethoro kolonya ndak kepanasan mbah” celetuk anak ITS tadi. “yaa itu cerita dulu… memaknai peristiwa alam dengan pikiran bethoro kolo itu yang ndak boleh, tapi kalau dimaknai, misalnya ini akan terjadi kemarau Panjang, atau musim hujan sudah hampir tiba, atau apa saja yang ada hubungannya dengan peristiwa alam boleh-boleh saja asal ada ilmunya, bener atau salah itu urusan Allah, kita hanya menerka-nerka saja berdasarkan petunjuknya… kan begitu dik Paidi,“ tambah orang yang menerangkan tadi.

Ditunjuk begitu wali Paidi manggut-manggut saja, entah dia setuju dengan pendapat itu atau sekedar basa-basi kita kurang tahu.Obrolan ngalor ngidul sudah berganti topik dan tetap gayeng hingga tanpa terasa waktu sudah mendekati jam Sembilan malam.

“Mohon maaf.. bapak-bapak…mbah… sudah hampir jam sembilan… bisa ketinggalan siaran dunia dalam berita nanti”… kata anak ITS itu setelah melihat arlojinya.

“Oh..iya…Le..adikmu ini besuk masuk pagi… pulang dulu kalau kami masih ingin membahas warid-wirid yang menentramkan hati,”… sahut salah seorang dari mereka.

Begitulah kebiasaan mereka setiap Rabu Pungkasan, setelah sholat isak mereka selalu cangkruk bermanfaat, biasanya jam 10 (22.00)-an mereka sudah bubar.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

4 Responses

  1. Jaxx LibertyNovember 15, 2024 at 11:35 am

    … [Trackback]

    […] Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-14-lintang-ngalih/ […]

  2. สล็อต เครดิตฟรีJanuary 3, 2025 at 11:53 pm

    … [Trackback]

    […] Here you will find 19846 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-14-lintang-ngalih/ […]

  3. best gym equipment shop onlineFebruary 3, 2025 at 8:59 pm

    … [Trackback]

    […] Read More here on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-14-lintang-ngalih/ […]

  4. ดูบอลสด66February 6, 2025 at 8:52 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bab-4-periode-kewalian-episode-14-lintang-ngalih/ […]

Leave a Reply