Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 2: Berpulangnya Abah Kyai

Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 2: Berpulangnya Abah Kyai
Gambar ilustrasi Pondok Pesantren

Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT

 

Hari Jum’at bulan Muharam Pertengahan bulan, seperti biasanya Paidi melayani Pelanggannya untuk kebutuhan Jum’at. Umumnya pelanggannya adalah para laki-laki yang akan melaksanakan sholat Jum’at.

Barang yang laris pada hari itu adalah siwak dan minyak ‘hajar aswad’ dan ada produk baru juga mulai trend adalah minyak ‘Ameer Oud’ sedang merk yang lain biasa-biasa saja tergantung selera.

Saat dhuha hari itu Paidi melayani perempuan setengah baya yang cantik. Tidak seperti biasanya mereka membeli minyak-minyak untuk keperluan Jum’at, perempuan ini membeli De Colongit, minyak yang biasanya digunakan untuk mewangikan kafan orang mati.

“Ada yang meninggal tah bu, kok belinya banyak”.

”Akh tidak mas… hanya untuk sendiri… saya senang bau itu..”

Setelah menerima barang, perempuan itu membuka satu botol dan mengecrutkannya ke tangan Paidi sambil tersenyum. Plas pikiran Paidi teringat bau ini adalah bau minyak wangi yang sering tercium di kamar Aba Kyai kalau dia sedang membersihkan kamarnya.

Paidi berdiri temenggengen karena selain bau itu merangsang ingatannya… dia juga seolah melihat abah Kyai berjalan beberapa meter di depannya dengan melambaikan tangan.

”Semuanya jadi berapa mas ?”… perempuan itu mengagetkan Paidi.

”Terserah bu… maaf sekarang jam berapa.?”

“Lho jangan gitu… saya beli lho.”

“Iya bu… saya jual, tapi sekarang jam berapa ?”

Ibu itu melihat arlojinya, “jam sebelas lebih lima menit,” kata ibu itu sambil menyerahkan uang seratus ribuan.

“Terlalu banyak bu… biasanya saya jual sebotolnya tiga puluh ribu… tapi untuk ibu tiga botol itu dibayar berapa terserah”.

“Ya sudah kalau gitu… saya bayar seratus ribu semuanya…. saya beli !”

“Yaa saya jual bu… terimakasih,” kata Paidi sambil menerima dan sekaligus meringkes uang yang ada di kotak.

Pikiran Paidi tidak tenang, tapi dia tidak tahu firasat apa ini, setelah menutup dagangannya dengan kain putih, paidi bergegas menuju masjid di depan pasar untuk sholat Jum’at.

Sholat Jum’at berjalan biasa-biasa saja, tidak ada pengumuman yang mengejutkan cuman kali ini Paidi mengisi kotak infak lebih banyak dari biasanya.

Selesai Jum’atan seperti biasanya dia tidak langsung membuka lapak tapi mampir dulu ke warung sate kambing depan pasar.

Belum sempat pesan gule kesukaannya, punggung Paidi seakan ada yang mencolek, dia menoleh dan ternyata di kejauhan ada mbah Maimun yang melambaikan tangan memanggil Paidi.

Urung makan gule kambing Paidi bergegas menghampiri mbah Maimun.

“Ndak usah nyate dulu sekarang ayo ikut aku ke Jombang…. gurumu…. Kyai Takim sedo barusan habis Jum’atan”.

“Innalilahi wa innailaihi rojiun…aba Kyai… njenengan dapat berita dari mana ?”

“Sudah jangan banyak tanya, kita harus cepat kesana… nanti dikuburkan setelah Asar di komplek Pemakaman Pondok.”

Tanpa terasa airmata Paidi mengalir.

“Lho jangan menangis… kamu kalau gembeng gitu jangan ikut ke makam lho,” kata mbah Maimun mengingatkan Paidi.

Dokar itu berjalan lewat jalan raya yang biasa dilalui kendaraan umum, sangat santai dan terkadang disalip oleh mobil dan sepeda motor.

Selama perjalanan mereka berdua tak lepas dari bersholawat, kadang saling bercerita namun tetap dalam keadaan bersholawat.

Dari perjalanan itu Paidi tahu masa muda Abah Kyainya, ternyata beliau ahli kanoragan… sewaktu muda abah Kyai bersama mbah Maimun berusaha menangkap maling yang sering ngerusuhi kampung.

Maling ini bila dikejar masyarakat dan dia masuk ke semak-semak maka tidak bakal bisa ditangkap oleh masyarakat.Pernah maling ini masuk ke suatu kebun dan orang kampung mengepung dan mengoperasi kebun itu semalam suntuk namun hasilnya nol.

Akhirnya orang kampung itu minta tolong pada sang Pendekar (abah Kyai) untuk menangkap hidup-hidup malingnya. Pada operasi tangkap maling tersebut, abah Kyai mengajak mbah Maimun hanya mereka berdua saja.

Tatkala maling bertindak kejahatan lagi dan diurak oleh orang kampung, maling ini masuk ke kebun pisang… dan hilang begitu saja.

Kejadian ini dilaporkan ke abah kyai yang waktu itu masih belum kyai tapi sang Pendekar. Oleh sang Pendekar masyarakat kampung itu diminta untuk tetap mengepung kebun dan tidak beroperasi dalam kebun, sementara yang operasi dalam kebun hanya mereka berdua dengan membawa seutas tali.

Tidak ada perkelahian dalam kebun pisang itu. Dengan cekatan mereka berdua mengikat satu pohon pisang dengan tali yang mereka bawa.

Keesokan harinya orang kampung mendapati maling itu sudah terikat pada sebatang pohon pisang dengan kaki yang agak terangkat dan tak bisa bergerak. Abah hanya berpesan pada orang kampung untuk tidak menciderai maling tersebut dan segera menyerahkannya ke Polisi.

Cerita lain menarik perhatian Paidi adalah bagaimana mbah Maimun di Islamkan oleh abah Kyai. Kedua anak muda ini memang dikenal sebagai jago kanuragan. Keduanya bersahabat walaupun beda keyakinan.

Keduanya sering adu ‘kesaktian’ walaupun sifatnya hanya latihan, misalnya saling mencabut lidi yang ditancap ke tanah.

Walaupun hanya lidi yang ditancap ke tanah namun tidak semua orang bisa mencabutnya, bahkan pemuda yang badannya kekarpun tidak dapat mencabutnya, namun untuk mereka berdua yaa gampang saja.

Suatu saat di bulan Romadhon Maimun muda yang pekerjaannya jualan roti ini lewat depan ‘Langgar’ yang kebetulan (abah Kyai) muda ini sedang turun dari Langgar atau musholah itu.

“Kim.. kalau kamu mau makan roti ini satu saja sekarang… maka roti serombong ini kuberikan padamu,” kata Maimun menggoda.

“Ndak.. rotimu keras seperti batu gitu,” sahut abah Kyai sambil lalu dan keduanya berpisah.

Menjelang magrib Maimun datang ke gubuk abah Kyai, sambil merunduk minta maaf karena roti dagangannya semua keras seperti batu.

Setelah sholat magrib abah Kyai (muda) menemui mbah Maimun (muda). Mbah Maimun minta supaya abah Kyai memulihkan roti dagangannya.

“Kim.. tolong ini dikembalikan lagi, saya bisa rugi besar dan tambah melarat.”

“Ndak bisa Mun… itu bukan aku yang menjadikan batu tapi Gusti Allah… makanya kamu jangan suka mengganggu orang yang lagi puasa.”

“Aku ini kasihan sama kamu, masak di dunia sudah melarat… nanti kamu di akherat melarat lagi,” begitu lanjut abah Kyai.

Mbah Maimun muda merasa terpukul hatinya lalu beberapa hari kemudian mbah Maimun muda menjadi Islam dan berguru ke abah Kyai yang sahabatnya itu.

Cerita mbah Maimun ini mengingatkan Paidi tatkala ingin belajar Kanoragan di Pondok, waktu itu para santri pada hari hari tertentu mereka juga belajar bela diri dan kanoragan.

Paidi ingin bergabung dengan mereka, namun dilarang oleh Gus Musyid putra abah kyai. Dalam suatu kesempatan Paidi diwejang oleh abah Kyai.

“Ali Firdaus… pilih mana antara kamu menjadi orang jagoan yang kalau berkelahi ndak pernah kalah, atau kamu menjadi orang yang ndak punya musuh.”

Paidi memilih ingin menjadi orang yang ndak punya musuh hingga sejak saat itu ia tidak pernah mencoba untuk belajar beladiri kanoragan.

Tanpa terasa sambil bercerita dan terus bersholawat, dokar sudah di depan pintu Pesantren beberapa saat sebelum adhan Asar dikumandangkan.

Mbah Maimun melepas kuda dan ditambat di sebatang bambu membiarkan kuda itu beristirahat. Suasana sepi nampaknya belum banyak pelayat yang datang. Paidi dan mbah Maimun menuju masjid Pesantren dan disana sudah banyak santri serta ada keranda jenasah.

Gus Mursyid bertindak menjadi Imam sholat Asar dan juga sholat Jenazah. Tatkala jenazah dibawa keluar masjid untuk dimakamkan, ternyata di luar masjid sudah banyak pelayat, mungkin ratusan orang sehingga seolah keranda itu berjalan diatas tangan-tangan orang orang itu tanpa harus melangkah.

Paidi ndak sempat menyentuh keranda, padahal dia ingin memikulnya sampai di pemakaman. Bahkan untuk mengejar keranda itu hanya sekedar ingin menyentuhnya saja tidak keburu.

Ia berjalan di belakang Gus Mursyid menyusup di sela-sela pelayat agar bisa sampai ke pemakaman. Walau bagaimanapun Paidi ingin ikut menguburkan Kyai nya.

Sampai di Pemakaman mbah Maimun sudah di sana dan sudah di dalam liang. Ia mempersilahkan dan membantu Gus Mursyid untuk turun ke liang lahat dan Paidi tanpa disuruh dia juga ikut nyebur dan berdiri antara Gus Mursyid dengan mbah Maimun.

Prosesi Pemakaman berlangsung cukup singkat, selanjutnya mereka menuju Pendopo ndalem untuk menerima ucapan bela sungkawa.

Ternyata tidak banyak yang akan menuju Pendopo atau masjid untuk sholat ghoib atau tahlil. Lalu yang ratusan orang yang takziah tadi pada kemana, mereka pergi begitu saja dan bersih.

“Di, kamu tinggal disini dulu, nanti tahlil-tahlil dulu, saya tak pulang dulu,” kata mbah Maimun.

Sebelum pisahan Gus Mursyid mencium tangan mbah Maimun dan mbah Maimun memeluk Gus Mursyid dengan pelukan yang sangat berarti.

Setelah para tamu yang hanya beberapa itu satu persatu meninggalkan Gus Mursyid, dan hanya tinggal beberapa santri, Paidi bertanya setengah menebak, “tadi sedonya sebelum Jum’atan ?”

“Endak,… menjelang Jum’atan abah memanggil saya untuk menggantikan beliau khutbah sekaligus mengimami Jum’atan… Saat Jum’atan beliau duduk mojok sebelah kanan saya hingga dari mimbar saya ndak bisa melihatnya… Selesai sholat saya sempat wiridan panjang saat santri mengingatkan bahwa abah kok masih sujud, saya dekati dan ternyata abah sudah berpulang… innalilahi wa innailaihi rojiun”.

Selesai sholat Maghrib Paidi mohon pamit dan tidak ikut tahlil, sementara tamu-tamu yang akan menyalami Gus Mursyid makin mengalir.

Sebelum pulang Paidi merogoh kantungnya dan memberikan semua hasil dagangan hari itu ke kotak amal yang disiapkan para santri.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K

5 Responses

  1. Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 3: Menyembuhkan Mbah Maimun - Berita TerbaruMarch 28, 2022 at 3:10 pm

    […] BACA JUGA : Serial Wali Paidi (Bagian 3): Bermasyarakat, Episode 2: Berpulangnya Abah Kyai […]

  2. Transgender MassageDecember 2, 2024 at 7:57 am

    … [Trackback]

    […] Info on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-2-berpulangnya-abah-kyai/ […]

  3. check these guys outDecember 2, 2024 at 6:42 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-2-berpulangnya-abah-kyai/ […]

  4. สล็อตเว็บตรง รวมเกมทุกค่ายดังบนมือถือDecember 19, 2024 at 5:40 pm

    … [Trackback]

    […] Info on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-2-berpulangnya-abah-kyai/ […]

  5. strasbourg weedJanuary 4, 2025 at 10:32 am

    … [Trackback]

    […] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-2-berpulangnya-abah-kyai/ […]

Leave a Reply