Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT
Bulan Romadhon menjelang tanggal-tanggal maleman, beberapa bulan sebelum wali Paidi diangkat menjadi wali Dunia mewakili Indonesia, seolah wali Paidi terima Qodaran, pada pagi di hari itu wali Paidi diminta bersedia untuk menjadi haji badal menggantikan calon jemaah haji yang meninggal dunia beberapa hari sebelumnya.
Wali Paidi tidak menolak bahkan bersyukur karena keluarga almarhum mempercayainya untuk menjadi haji pengganti. Awal bulan Sawal semua urusan administrasi sudah beres, bahkan pasport coklatpun telah tertulis nama Ali Firdaus sebagai calon jama’ah haji tahun itu.
Urusan administrasi tidak mudah dan cukup rumit namun bisa teratasi dalam waktu yang relatif cepat walaupun cukup menguji mental, hingga resmi nama Ali Firdaus adalah calon Jemaah haji kloter 170 an yang sudah termasuk kloter akhir hingga harus ke Makkah lebih dahulu.
Tidak banyak tetangga yang tahu kalau wali Paidi akan naik haji, wali Paidi pun hanya mengirim surat pada kedua saudaranya untuk minta do’a restu, bahkan untuk mengungkapkan rasa syukur, walimatul Hajj pun wali Paidi hanya mengajak sarapan bareng pada 3 orang tetangganya yang biasa menjadi makmum sholat magrib dan isa’ di mushollah, hingga praktis pada hari pemberangkatan dia tidak ada yang mengantar.
Bulan Selo atau Dzulqo’idah tanggal 20 an wali Paidi harus masuk asrama haji Sukolilo Surabaya dan keesokannya diterbangkan ke Jeddah melalui embarkasi Juanda. Tak ada yang aneh pada prosesi itu sampai pesawat mendarat di terminal haji di Jeddah.
Di terminal Jeddah wali Paidi seolah menjadi orang arab yang pakai sarung, dia bukan hanya sangat lancar berbahasa arab bahkan bisa guyon dengan kuli-kuli dan petugas bandara. Mengetahui hal ini Karom (ketua rombongan) nya meminta tolong agar wali Paidi membantu komunikasi untuk kelancaran Jama’ahnya.
Wali Paidipun melaksanakan misi ini dengan ikhlas dengan berdo’a “Robbii ad’khilni mud’khola shidqi wa akhrijni mukhroja shidqi waj’alli milladunka sulthoonannashiiro” kemudian dia bekomunikasi dengan beberapa petugas, entah apa yang diomong kelihatannya semua petugas yang diajak bicara selalu mantuk-mantuk.
Akibatnya rombongan wali Paidi walau pun tetap melalui pemeriksaan yang cukup ketat namun seolah ada fasilitas hingga diperiksa lebih awal dan cepat keluar dari terminal.
Pondokan rombongan wali Paidi termasuk cukup jauh yaitu di daerah Aziziyah yang berjarak kira-kira 4 Km dari masjidil Harom.
Walaupun ada Shuttle-bus yang disediakan pemerintah Saudia untuk mondar-mandir Harom-Aziziyah, namun keseharian wali Paidi senang jalan kaki sendirian melalui terowongan.
Selama di Makkah wali Paidi hanya hari pertama saja tidur di maktab (pondokan) Aziziyah, selebihnya entah tidur di mana-mana dia suka.
Walau termasuk kloter akhir yang harus ke Makkah dulu, wali Paidi nurut saja dengan rombongannya untuk ikut Prosesi Haji Tamattuk, sehingga dia bebas ke mana-mana pakai pakaian biasa tidak harus ketat tetap memakai ihrom seperti orang-orang yang berhajji ifrod.
Suatu saat ketika prosesi haji kurang 3 hari, wali Paidi tidak Pulang ke Maktabnya dia pergi dengan membawa pakaian tapi ketua regu wali Paidi tidak khawatir karena dianggap wali Paidi sudah faham daerah Makkah dan fasih berbahasa Arab.
Tatkala wali Paidi pulang ke maktab ia ditanya oleh Karomnya, ternyata wali Paidi mandi, mencuci pakaian dan tidur di masjid Jin yang membuat merinding orang yang mendengarkannya.
Pada prosesi haji, wali Paidi sengaja mengambil nafar akhir dan dia tidak gundul sebagaimana jama’ah yang lain bahkan rambutnya dibuat model Punk sesungguhnya banyak jama’ah muda yang ingin model begitu tapi mungkin karena ndak bisa ngomong dan marah dengan Bahasa Arab maka mereka manut saja ketika digundul oleh tukang cukur Arab.
Sisa waktu yang hampir seminggu di Makkah untuk menunggu dipindahkan ke Madinah wali Paidi sering dibon oleh ibu-ibu rombongan lain untuk ngelencer ke Pasar Seng mereka memborong sajadah dan minyak wangi untuk oleh-oleh, karena sudah haji, wali Paidi banyak dikenal dengan sebutan Haji Ali.
Di Madinatul Munawaroh rombongan wali Paidi ditempatkan di daerah yang kira-kira 2 km dari masjid Nabawi, disini ndak ada shuttle-bus hingga banyak jama’ah yang mengeluh terutama kalau mau jama’ah Subuh untuk mengejar arba’in.
Wali Paidi tidak begitu tertarik kalau diajak ziyaroh-ziyaroh, waktu diajak jalan-jalan ke kebun kurma, wali Paidi tidak ikut belanja-belanja kurma ajwa dia hanya diam duduk disamping bus.
Namun ketika diajak ziyaroh ke gunung Uhud dia sangat antusias, turun dari bus di tanah datar sekitar bukit Uhud wali Paidi menggedrukan kakinya ke tanah sambil berkata dengan keras :
“Wahai tanah dibumi ini.. Nabiku pernah menginjakmu… sekarang antarkan aku untuk jumpa dengan Nabiku… Rosulullah Muhammad Sholollohu alaihi wasalam”… kata-kata itu diucapkan dalam Bahasa Jawa yang medhok. Banyak yang menoleh kearahnya sambil tertawa terutama rombongan haji Indonesia yang dari Jawa.
Malam harinya setelah ziaroh Uhud, seperti biasa wali Paidi sholat Isa’ di masjid Nabawi namun malam itu wali Paidi tak berhasil sholat di Roudhoh, setelah sholat Isak dia dzikir ndak banyak, matanya sudah ngantuk mungkin kecapekan karena ziyaroh siang tadi.
Dalam mimpinya seolah hendak sholat berjama’ah di sebuah masjid kecil dan di serambi masjid ada seorang tua duduk membelakangi masjid, lalu ia menghampirinya dan bertanya :
“Apa sampeyan Muhammad Rosulullah ?”
“bukan… saya kakek buyutnya… itu lho dia… mari masuk berjama’ah dengan nya”… ucap orang tadi sambil bangkit berdiri dan masuk masjid.
Dalam mimpi itu dia temenggengen melihat sosok yang baru datang itu … Subhanallah… subhanallah… begitu terus ia berdzikir, ternyata orang ini yang dulu memberinya Petromax waktu di Pondok.
Ia mau menyongsong dan mencium tangan orang itu tapi kakinya sulit digerakkan, orang itu berjalan begitu saja tanpa menoleh padanya.
Allah… Allah.. Allah…Astaghfirullah..ia berusaha menggerakkan kakinya untuk bisa mengejar orang itu.. tapi tidak bisa, ia seolah meronta… dan berteriak-teriak.. Sholallahu ala Muhammad…. Salam alaika yaaa Rosuulullaah… begitu dia setengah berteriak dengan melas.
Terasa badannya seolah diguncang-guncang, dan byar.. ternyata dia diguncang oleh Askar yang berseragam coklat-coklat membangunkanya karena sebentar lagi masjid mau ditutup.
Perasaan riang menyelimuti hatinya, ia ingin bertahajud semalaman di Roudhoh, tapi ndak boleh sama askar, dia menerangkan keinginannya yang kuat itu pada askar membangunkannya tadi dalam Bahasa Arab yang memelas, tapi tetap ndak boleh, bahkan asykar itu menyarankan untuk sholat semalam suntuk di pelataran masjid.
Tentu saja wali Paidi tidak melaksanakannya, namun hatinya tetap bersholawat, dan bersholawat terus sampai ke maktabnya, dan bahkan dia tertidur sambil bersholawat, shollallohu ala Muhammad, tak putus putus.
Perasaan riang setelah berjumpa dengan Rosulullah itu terbawa terus sampai di asrama haji Sukolilo Surabaya. Kloter haji yang baru datang semuanya dikumpulin ke Sukolilo Surabaya dulu, untuk di split barang-barangnya baru kemudian diantar ke daerah asal jema’ah.
Nama Haji Ali Firdaus waktu itu terdaftar dari kota Mojokerto, maka dia harus naik bis dengan rombongan Mojokerto.
Tidak seperti kebanyakan jama’ah yang lain yang sibuk meneliti koper bawaan dan zam-zam yang diberi tanda, wali Paidi mempercayakan koper dan zam-zamnya pada petugas, hanya tas kecil yang berisi passport dan minyak wangi atau parfum bergambar mawar yang sengaja dia beli di Madina Munawaroh, yang seolah tak boleh lepas dari dirinya.
Mulai dari Bandara Madina, sampai di Sukolilo Surabaya, wali Paidi tetap menjadi perhatian baik Petugas maupun kebanyakan orang karena hanya dia yang tanpa penutup kepala dan tidak plontos seperti kebanyakan Jemaah laki laki lainnya.
Dia pakai sarung baju koko tanpa penutup kepala untuk menunjukkan bahwa potongan rambutnya cepak seperti tentara.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
PT Soechi Lines Tbk, PT Multi Ocean Shipyard dan PT Sukses Inkor Maritim Bantah Terkait Pemesanan Tanker Pertamina
ISPA Jadi Alarm Nasional: Yahya Zaini Peringatkan Ancaman Krisis Kesehatan Urban
Kerusakan besar ekosistem Gaza, runtuhnya sistem air, pangan, dan pertanian akibat serangan Israel
Ilmuwan Gunakan AI untuk Ungkap Rahasia Dasar Laut Antartika
Kepala Desa Tirak, Suprapto, Membisu Soal Status Anaknya Yang Diduga Pembebasan Bersyarat (PB) Kasus Narkoba, Lolos Seleksi Calon Perangkat Desa
Jerat Jalur Merah: Ketika Bea Cukai Jadi Diktator Ekonomi
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Mahfud MD Guncang Kemenkeu: Bongkar Skandal 3,5 Ton Emas dan TPPU Rp189 Triliun di Bea Cukai!
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
readOctober 24, 2024 at 9:24 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/nasional/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-5-naik-haji/ […]
Jaxx LibertyNovember 15, 2024 at 7:22 am
… [Trackback]
[…] Find More on to that Topic: zonasatunews.com/nasional/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-5-naik-haji/ […]
jebjeed888December 22, 2024 at 11:16 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/nasional/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-5-naik-haji/ […]
รับจัดงานศพJanuary 3, 2025 at 8:39 pm
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/nasional/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-5-naik-haji/ […]