Ditulis Ulang Oleh: Ir HM Djamil, MT
Kurang lebih seminggu wali Paidi tinggal di rumah, dia hanya keluar ke Mushollah, dari Mushollah senam-senam sebentar dan masuk ke rumah lagi, tidak banyak yang berkunjung ke gubuk nya untuk kunjung orang pulang haji.
Karena memang tidak banyak yang tahu kalau wali Paidi pulang haji, bahkan orang kampungnya ada yang tidak percaya kalau wali Paidi barusan berangkat haji karena dulu waktu akan berangkat wali Paidi tidak mengadakan walimatul Hajj layaknya jema’ah haji yang lain. Walimatul Hajj dia laksanakan hanya dengan beberapa orang termasuk mbah Maimun dan ibu Kostnya.
Dia juga tidak banyak membawa oleh-oleh sebagaimana layaknya orang pulang haji. Dia hanya membawa 10 liter air zam-zam pembagian resmi dari Depag. Dari 10 liter itu, 1 botol besar aqua dia berikan ke ibu Kost, dan beberapa botol kecil 250 ml dia bagi-bagi ke tetangga dan jema’ah Mushollah setelah dia do’akan, dan mungkin sisa beberapa liter yang dia simpan, barang kali sewaktu waktu ada yang membutuhkan sebagai obat.
Juga 7 helai sajadah kecil pemberian orang-orang yang mengajaknya belanja di sana, sejadah-sejadah kecil itu satu persatu dia fungsikan setiap dia sholat di masjid baik Harom maupun Nabawi, maksudnya agar masing-masing sajadah itu terlengket debu Makkah dan Madinah, siapa tahu debu-debu itu dulu pernah nempel atau diinjak Nabi.
Material lain yang dia bawa pulang adalah koin recehan real yang orang Arab menyebutnya halalah, koin koin ini sengaja dia kumpulkan dari kembalian, karena wali Paidi di sana bisa menawar sampai recehan dalam bahasa Arab yang sangat dimengerti mereka. Dia sengaja mengumpulkan halalah ini untuk nantinya diberikan pada orang-orang atau tetangga yang membutuhkan untuk kerok-an.
Dan juga sebuah batu akik Pirus Yaman yang dia beli 5 real di pinggir jalan. Dia sengaja membeli akik ini untuk dipakai sendiri bukan karena akik itu bagus atau bertuah, tapi karena dia sering diolok-olok pedagang pasar “Jual minyak wangi kok tidak pakai cincin, Nabi saja pakai cincin” makanya mumpung di Arab dia sempatkan untuk membeli akik Pirus walau harganya Cuma 5 real.
Barang lain yang sengaja dia beli dan nampaknya cukup penting adalah parfum bergambar setangkai bunga mawar. Tatkala orang orang memanfaatkan waktu 10 hari di Madina, mereka pada belanja, utamanya jama’ah laki laki mereka ingin membeli minyak wangi, dan mereka belanja minyak wangi eceran yang harganya antara 10 – 30 real, merknya macam macam ada yang bermerk Sabaya, amier out dan lain lain.
Wali Paidi menghantarkan mereka dan ikut tanya-tanya namun tak tertarik untuk membeli. Di sebuah toko parfum bermerk wali Paidi justru membeli parfum yang bergambar setangkai mawar tadi. Tentu saja kawan-kawan rombongannya pada heran dan tertawa karena parfum tersebut adalah parfum untuk perempuan dan tidak cocok dipakai ke masjid.
Walaupun harganya cukup mahal 350 real Saudi. Parfum ini dimasukan dalam tas tenteng Paspor dan didekap seolah barang yang sangat berharga. Selain barang-barang di atas, wali paidi juga membawa sisa uang kertas 1.735 real Saudi, 11 biji koin halalah.
Jama’ah mushollah diberinya masing-masing sehelai sajadah kecil yang semuanya telah dipakai sholat di masjidil Harom, sebagian diberinya koin halalah yang katanya untuk alat kerokan biar manjur, 1500 real rencananya akan diberikan pada keluarga yang menghajikannya.
Uang 1500 real ini adalah uang pembagian dari asrama haji yang sedianya untuk biaya hidup selama di Saudi ternyata tidak digunakan oleh wali Paidi karena di sana wali Paidi sering diajak belanja oleh rombongan sebagai penerjemah sekaligus juru tawar yang mahir hingga praktis dia tidak pernah mengeluarkan uang pribadi dan bahkan uangnya bertambah karena pemberian orang sebagai jasa sebagai pembantu yang ikhlas.
Uang 1500 real dia antarkan sendiri ke Keluarga yang rumahnya di belakang Pasar Besar yaitu keluarga yang menghajikannya sebagai haji badal, sehelai sajadah dia antarkan sendiri ke mbah Maimun orang yang dianggap sebagai orang tuanya sendiri karena sering memberi pitutur santun padanya. Sebotol minyak wangi bergambar setangkai bunga mawar dia antarkan sendiri ke Kyai Khakim yang merupakan kyai kampungnya.
Sewaktu hendak menghantarkan minyak wangi, wali Paidi sengaja menghantarkannya setelah dhuha dengan harapan Kyai Khakim ndak dirumah dan dia diterima oleh putrinya yang jelita itu, tapi rupanya Tuhan menghindarkannya dari dosa-dosa kecil zina mata, ternyata dia diterima sendiri oleh Kyai.
Setelah menyampaikan salam dan tanpa banyak bercerita wali Paidi menyerahkan sebotol minyak wangi itu sebagai oleh-oleh haji
“Alhamdulillah.. saya terima.. yaa dan semoga ente bisa menjadi haji mabrur… amien”… ujar Pak Kyai.
“Tapi ini kan untuk perempuan…toh Di… kan ndak pantes kalau saya pakai ini”.. kata pak Kyai lagi sambil melihat lihat botol minyak wangi itu.
“Maaf… anu.. Yai.. panjenengan berikan saja pada yang pantas.. maaf lho Yai.. saya lancang”… kata wali Paidi yang kelihatan kikuk dan serba salah.
Suasana vakum sejenak.. “Ayo… diincipi madumongso buatan bu Nyai sendiri,” Pak Kyai mencairkan suasana.
“Maaf Yai.. saya puasa.”
“Puasa apa ?”
“Yaumul Bithd..Yai.”
“Lho.. sudah tanggal 13 Suro.. toh.. tapi.. puasanya dibatalkan aja… ini bu Nyai sudah bikin kopi,” ujar pak Kyai dan kebetulan bu Nyai sendiri yang menghantarkan kopi.
Pikir wali Paidi, kok bu Nyai sendiri yang ngeluarkan kopi bukan Djuwita, pikiran ini kayaknya terbaca oleh pak Kyai.
“Bu.. ini oleh-oleh haji dari Paidi… untuk kita, tapi berikan ke Rohali… sekarang kalau kita panggil dia.. ini.. haji Ali,” begitu kata pak Yai yang membuat hati wali Paidi jadi berbunga-bunga.
Di meja tamu tidak tersedia asbak berarti Pak Kyai ndak suka tamunya merokok, jadi walaupun wali Paidi membatalkan puasanya, mulutnya tetap kecut karena ndak bisa merokok.. untung masih ada kopi.
Sepulang dari rumah Kyai Khakim hati wali Paidi sangat berbunga-bunga dia ingin melepas dan melemparkan kopiyiahnya ke atas karena gembira, tapi dia dapat menahan emosi dan mengalihkannya dengan dzikir… yaa Romaaan… yaa Rohiiim… Alhamdulillah… begitu diulang ulang entah berapa kali.
Wali Paidi tidak ingin segera pulang ia ingin mampir ke rumah mbah Maimun dan Sholat dzuhur di sana… ia ingin mengungkapkan perasaannya pada mbah Maimun. Perasaan ingin mempersunting Djuwita Rohali putri Kyai Khakim.
“Apakah kamu sudah mantap,” tanya mbah Maimun.
“Saya sudah mbah.. nggak tahu dia,”… jawab wali Paidi lugas.
“Coba kamu istikhoroh lagi, nanti kalau isyarohnya Ok, kamu bilang saya yaa..nanti saya yang melamarkan, insya Allah diterima.. kalau Khakim neko-neko tak tonyo.”
“Jangan.. mbah… jangan dulu.. tunggu sampai Djuwita mencintai saya,” sahut wali Paidi.
“Apa ? … Cinta ?..” kata mbah Maimun agak melotot memandang wali Paidi …
”Kamu ngerti..apa cinta itu ?”.. tanya beliau lagi …
“Di… kamu harus merevisi kata Cinta yang banyak diucapkan anak muda, menjadi pengertian cinta yang lebih islami,” kata mbah Maimun seperti seorang guru yang sedang mengajar.
“Kamu tidak mencintai dia istrimu kalau kamu tidak ingin mengajaknya masuk surga, begitu juga dia…. perasaan mawaddah warohmah itu Allah yang akan menumbuhkannya dalam hatimu dan istrimu… tidak bisa dilogika dengan akal”.. kata mbah Maimun sambil menunjuk kepalanya…
“Kamu jangan terlalu banyak baca Novel… tidak banyak manfaat dan cenderung mengikuti hawa nafsu,” sambungnya serius.
“Maksud saya apakah dia bisa menerima keadaan saya yang ndak punya ijazah apa-apa dan hanya pedagang minyak wangi di pasar… begitu mbah… bukan neko-neko seperti orang-orang itu,”… jawab wali Paidi memelas.
Pembicaraan terhenti di sini karena terdengar beduk dzuhur. Wali Paidi dan mbah Maimun bergegas ke Masjid sebelah, ba’da sholat dzuhur berjama’ah wali Paidi pamit pulang tanpa pingin melanjutkan diskusi Cinta mereka.
Heran, tidak seperti anak-anak muda yang dirundung Cinta, wali Paidi kembali disibukkan dengan dzikirnya di kala berjalan, di kala makan, bahkan di kala tidur dia tetap berdzikir, hanya kalau dia sedang di kamar mandi atau sedang be’ol saja aktifitas dzikir tidak tertampakkan.
Dan kira-kira tiga mingguan kemudian datanglah peristiwa dia diajak oleh wali India untuk menghadiri pertemuan wali Dunia, yang ternyata adalah Pelantikannya sebagai wali Dunia mewakili Indonesia.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dajjal, namanya terkenal, siapakah dia sebenarnya??
Yakjuj dan Makjuj, dimanakah mereka tinggal??
Allah Tahu Yang Terbaik Untukmu
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-276 TAMAT)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-275)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-274)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-273)
Agus: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-272)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-271)
Agus Mualif: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri-270)
스포츠 분석October 18, 2024 at 10:01 pm
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-6-isyarat-cinta/ […]
เว็บพนันออนไลน์เกาหลีJanuary 21, 2025 at 7:42 pm
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-6-isyarat-cinta/ […]
InfoJanuary 24, 2025 at 4:31 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-6-isyarat-cinta/ […]
รับถ่ายวีดีโอFebruary 6, 2025 at 2:20 pm
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/religi/serial-wali-paidi-bagian-3-bermasyarakat-episode-6-isyarat-cinta/ […]