Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?
Yusuf Blegur

Oleh Yusuf Blegur

Ada yang bilang mustahil berujung kebenaran jika dimulai dengan kejahatan. Entah suasana batin yang muncul terpaksa atau dengan kesadaran. Menghalalkan segala cara demi kekuasaan, lalu pidato soal keadilan dan kemakmuran?

Terpilihnya Prabowo Subiyanto sebagai presiden dalam pilpres 2024 masih dibayangi oleh fakta dan keyakinan politik dualisme yang menyimutinya hingga sekarang. Akankah Prabowo menjadi pahlawan yang meletakkan dasar-dasar keselamatan dan kesinambungan NKRI. Atau Prabowo tak ubahnya meneruskan jejak hitam apa yang disebut dengan “state organized crime.

Menarik untuk menelisik Prabowo Subiyanto dalam tatanan rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi. Figurnya tak pernah lepas dari catatan buruk dan miris yang tak pernah terhapus dari sejarah. Publik terpaksa dan akan selalu menilai hitam putih Prabowo. Tak luput saat menjadi seorang presiden begitu kentara tak mampu menutupi compang-camping riwayatnya.

Pertama, legalitas dan legitimasi yang rusak dari tinjauan demokrasi dan konstitusi. Meskipun melewati aspek-aspek formal dan prosedural, penyelenggaraan pilpres yang menghasilkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam proses dan pelaksanaannya kental dengan praktik-praktik KKN, politik dinasti dan cacat moral.

Kedua, Meskipun menyimpan beban dan dosa politik teramat berat dari pilpres 2024, kepemimpinan Prabowo khususnya tetap membawa ekspektasi yang tinggi dari rakyat, utamanya terhadap agenda perubahan Indonesia yang lebih baik. Seperti pasrah dan tak ada pilihan lagi saat kehadiran presiden terpilih namun sarat rekayasa, presiden yang lahir dari proses ketidakjujuran dan ketidakadilan, berangkat dari politik kekuasaan tanpa etika dan moral. Rakyat berharap-harap cemas, antara yakin dan tidak yakin, bahkan hanya mampu untuk sekedar “wait and see” mengamati kinerja Prabowo sebagai presiden.

Dalam hal ini dan berangkat dari dualisme gaya kepemimpinan itu, Prabowo terjebak pada agenda konspirasi kelam dan jahat yang berhasil mengusungnya menjadi presiden. Atau mengabaikannya untuk kemudian fokus menjadi pemimpin visioner yang mampu mendekonstruksi dan merekonstruksi Indonesia?.

Ambivalensi Kebijakan

Harus diakui dan sebagian publik mulai mengamininya. Ada banyak gebrakan dalam langkah-langkah politik pemerintahan Prabowo yang menunjukkan indikasi pro rakyat. Namun seiring itu, Prabowo juga terlihat tak berdaya terhadap realitas dan upaya melepaskan diri dari sandera politik rezim lama dan anasirnya.

Publik disuguhkan pada kebijakan populis yang terasa meringankan beban hidup masyarakat di satu sisi. Namun terus memelihara jika tak mau disebut melanjutkan kebijakan yang berorientasi sentris pada kemiskinan dan kebodohan struktural, juga sistemik di lain sisi.

Prabowo sepert sedang asyik bermain politik dua muka. Satu wajah menampilkan perbaikan dan pesonanya, wajah yang lain tetap terlihat muram dan kusam dibiarkan terpapar debu dan polusi beracun kemunafikan bernegara.

Prabowo bahkan tak berdaya hanya untuk sekedar melakukan reshuffle menterinya dan pejabat tinggi lainnya secara substansial yang nyata inkompetensi dan merusak, sesuai kehendak rakyat. Prabowo juga tak mampu memberantas korupsi secara holistik dan komprehensif, sekedar tebang pilih dan gradual menggunakan bahasa halus.

Utang negara dan pajak rakyat tetap menjadi primadona. Pun, soal pengelolaan
sumber daya alam masih terjadi pembiaran eksploitasi berujung perampokan kekayaan negara dari bangsa asing dan segelintir elit politik.

Apa yang dilakukan Prabowo dalam kapasitasnya sebagai presiden untuk perbaikan bangsa ini, terus berlangsung seiring sejalan dengan distorsi dan kemunduran bangsa ini juga. Salah satu penyebabnya adalah penyimpangan juga dilakukan oleh orang di sekelilingnya dan yang menjadi supporting sistem yang menyokongnya menjadi presiden.

Kontradiktif, ambivalensi dan ambiqu melekat pada seorang Prabowo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Semua kebingungan, keraguan dan ketakutan menyatu.

Prabowo kerap abai dan terkesan tak pernah berani mengambil sikap tegas dan mengambil pil pahit untuk kebaikan negara ini. Prabowo lebih takut kehilangan jabatannya, ketimbang bertarung mengambil resiko melawan oligarki dan manusia ternak kroniknya demi keselamatan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Demi kemanusiaan dan Ketuhanan serta demi keadilan, kejujuran dan kebenaran dalam hidup dan kepemimpinannya. Mampukah ia?.

Rakyat hanya bisa menanti, berinteraksi dan intim dengan waktu. Setelah setahun, apalagi yang bisa dilakukan Prabowo?, tercatat sejarah sebagai pahlawan atau penjahat. Perbaikan atau lebih dari sekedar kerusakan dan kehancuran republik ini.

Bekasi Kota Patriot.
2 Jumadil Awal 1447 H/25 Oktober 2025

 

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K