Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-18): Ulang Tahun Yang Romantis

Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-18): Ulang Tahun Yang Romantis
Dr Muhammad Najib, Duta Besar Indonesia untuk Spanyol dan UN Tourism

Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689

Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air. 

Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah. 

SERI-18

Musim dingin kembali menyelimuti daratan Eropa. Saat seperti ini matahari enggan menampakkan diri, sehingga langit tampak selalu kelabu sepanjang hari. Siang terasa pendek sekali, sebaliknya malam menjadi sangat panjang. Saat-saat seperti ini kebanyakan orang lebih suka mengurung diri di rumah dan keluar hanya kalau terpaksa. Berdiam di dalam ruangan dengan udara hangat yang bersumber dari heater (pemanas ruangan), badan kita akan terasa lebih nyaman.

Mengalami musim dingin di Eropa merupakan sebuah kenikmatan tersendiri yang tidak pernah kualami di tanah air, kecuali bagi mereka yang tinggal di pegunungan atau dataran tinggi. Karena suhu udara musim dingin di Eropa sangat dingin, hampir semua bangunan termasuk perkantoran dan mal atau pusat perbelanjaan selalu dilengkapi dengan alat pemanas ruangan.

Seperti biasa, sepulang dari kampus Aku memasak nasi putih. Sedangkan lauk-pauk seperti abon, serundeng dan sambal kesukaanku, Aku pesan dari seorang pengusaha rumah tangga asal Indonesia. Pesanan dan pembayarannya cukup lewat internet, dan barang akan dikirim dalam bentuk paket sehari atau dua hari kemudian. Sayur-sayuran asal Thailand dapat dibeli di supermarket atau kios-kios kecil yang buka 24 jam tidak jauh dari apartemen. Aku masak sebisanya, toh hanya untuk diri sendiri. Kadangkadang Aku berimprovisasi dengan menambahkan unsur-unsur lain pada formula standar. Masak-memasak yang Aku pelajari dari teman-teman, merupakan hobi yang baru. Aku nikmati setelah berada di negeri orang.

Usai memasak Aku mencuci pakaian sambil membaca buku atau menonton TV, maklum mencucinya dengan menggunakan mesin. Baru saja Aku selesai memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin, tiba-tiba ada ketukan pelan dari pintu apartemenku.

“Ah pasti Azam”, pikirku.

Aku biarkan saja, karena biasanya kalau datang Ia main selonong saja, apalagi pintu tidak dikunci. Mungkin saat ini dia mau bercanda. Aku kemudian bergerak ke arah kursi panjang untuk menonton TV. Baru saja Aku meletakkan badan di kursi, ketokan kedua muncul.

“Ta’al!”, kataku, menyuruhnya masuk dalam bahasa Arab dengan suara agak keras.

Pintu terbuka. Kepala seorang gadis tampak disorongkan ke dalam. Aku kaget dan cepat-cepat melompat untuk mengambil pakaian, karena Aku hanya memakai singlet dan sarung.

“Maaf, tidak memberitahu sebelumnya”, terdengar suara seorang gadis yang cukup Aku kenal, Vera, anak Pak Dubes.

“Sebentar!”, pintaku sambil buru-buru mengganti pakaian. Apartemenku hanya terdiri dari satu kamar tidur, satu kamar mandi dan ruangan tamu yang digandeng dengan ruang belajar dan dapur bersih. Barang-barang yang berserakan Aku rapikan seperlunya. Aku sangat gugup karena inilah pertama kali apartemenku dikunjungi seorang gadis.

“Bitte Eintritt!”, kataku dalam bahas Jerman memersilahkannya masuk sambil membuka pintu.

Aku sengaja menggunakan bahasa Jerman dengan maksud bercanda untuk menutupi kegugupanku. Ia melangkah masuk kemudian melemparkan pandangannya menyapu sekeliling ruangan.

“Bitte Sich Setzen!”, kataku lagi memersilakannya duduk.

“Maaf ganggu!”, katanya tampak berbasa-basi.
“Saya cuma mau memberikan kartu ucapan selamat ulang tahun”, katanya sambil meletakkan amplop berwarna merah jambu yang di bagian pojoknya ada gambar bunga ke atas meja.

Aku belum tahu kemana arah pembicaraannya. Aku ambil amplop yang tidak dilem itu dan secara perlahan kukeluarkan isinya.

“Astagafirullah…!”, Aku sampai lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-24.

“Terimakasih”, kataku sambil tersipu.

“Darimana kamu tahu?”, tanyaku penasaran.

“Bukankah semua data mahasiswa ada di KBRI”, jawabnya dengan raut wajah penuh kemenangan.

“Selain itu platform Medsos sekarang banyak yang suka mengingatkan. Bagaimana ahli IT sampai tidak faham masalah ini ?”, katanya dengan nada menggoda.

“Mohon tidak ditolak, Saya ingin mengundang makan malam Abang untuk merayakannya secara sederhana”, katanya.

“Siapa saja yang kamu undang?”, tanyaku terkejut.

“Abang sendiri”, jawabnya cuek.

“Lalu….?”, tanyaku bingung.

Sebelum sempat Aku melanjutkan, Ia memotong, “Jangan khawatir, tempat sudah Aku booking”.

“Mmm”, Aku kesulitan menemukan kata-kata yang pas. Aku sangat gembira dengan perhatiannya yang sangat besar, tapi Aku juga tidak mau kalau ada kesan gampangan. Aku harus menjaga harga diriku.

“Sekitar jam delapan malam ini, Abang Saya tunggu”, katanya sambil berdiri.

“Biar Aku yang menjemput. Kamu bermalam dimana?”, tanyaku sambil melangkah mengikutinya menuju pintu keluar.

“Aachen Imperial Hotel”, jawabnya singkat.

Lalu Ia masuk ke mobil yang menantinya, membuka kaca pintunya dan melambaikan tangan sebelum mobil itu bergerak.

Inilah untuk pertama kali hari ulang tahunku dirayakan. Saat masih di bangku SMP atau SMA, Aku sering diundang kawan yang sedang merayakan ulang tahun, tapi Aku sendiri tidak pernah merayakannya. Keluargaku tidak mengenal tradisi ulang tahun. Sesuai dengan waktu yang sudah disepakati, Kami berangkat menuju Aachen Imperal Hotel. Hujan turun rintik-rintik dan temperatur udara mendekati nol derajat Celcius.

Aku menuju Hotel dengan menggunakan taxi yang Aku pesan melalui aplikasi di HP. Saat memasuki hotel Aku tarik bagian penutup kepala yang menempel di jaket tebalku untuk melindungi kepala dari air hujan yang bercampur salju. Salju berjatuhan dan tampak bagai kapas yang berserakan di jalan.

Aachen Imperial Hotel sangat terkenal bagi para turis. Sebetulnya hotel ini tidak terlalu besar. Daya tariknya terletak karena menempati bangunan lama. Konon bangunan ini peninggalan zaman kerajaan dulu. Bagian luarnya dibiarkan seperti bentuk aslinya, tapi bagian dalamnya diubah mewah sekali, tentu dengan tetap mempertahankan cita-rasa “tempo doeloe”.

Aku menaiki anak tangga lima tingkat menuju Lobby. Pintu putar Aku dorong, terasa udara hangat mendekap tubuhku. Aku melepas jaket luarku. Seseorang dengan pakaian ala pemain marching band berusaha membantu, lalu menggantungkan jaketku ke bagian sudut ruangan yang selalu disediakan pada musim dingin seperti ini. Baru saja Aku mau bergerak ke bagian utama Lobby. terdengar suara Vera menyapa. Rupanya dia sudah menunggu di situ.

“Kita langsung saja berangkat, Bang!”, sarannya.

la berdiri dengan sangat anggun, mengenakan gaun hitam sambil membawa over coat panjang hitam juga. Lehernya dihiasi dengan kalung berwarna perak dengan mata kecil yang memantulkan cahaya putih kemilau yang sangat kuat saat menerima sinar. Rambutnya dibiarkan tergerai lepas. Wajahnya tampak sangat alami sampai-sampai seperti tanpa make-up sama sekali. Kulitnya tampak putih berkilau.

“Tunggu apa lagi, Bang?”, tanyanya menyadarkan Aku yang sedang terkesima.

“Taksi Abang biar pergi. Saya sudah pesan mobil hotel”,
katanya.

Sebuah mobil Mercy seri E hitam berhenti tepat di depan pintu utama. Vera tersenyum pada bell boy yang mengatur mobil itu. Sang sopir lalu membukakan pintu belakang sebelah Kanan. Aku mempersilahkan Vera masuk, lalu Aku bergerak ke pintu lainnya untuk duduk di sebelahnya.

“To the restaurant de La Rose”, kata Vera kepada sopir dengan menggunakan bahasa Inggris.

“Saya pilihkan restoran Perancis”, katanya sambal mengarahkan wajahnya kepadaku.

“Apa pertimbanganmu memilih restoran itu?”, tanyaku ingin tahu.

“Di Eropa orang Perancis dikenal sangat romantis dan memiliki selera seni tinggi. Saya yakin tempat itu cocok untuk kita”, katanya sambil sedikit melirik ke arahku.

“Di mana Kamu dapatkan informasi tentang restoran itu?”, tanyaku lagi.

“Di hotel. Saya mengetahui dari brosur-brosur yang disediakan di lobby dan Saya sudah lihat gambarnya”.

Mobil berhenti di sebuah bangunan di jalan utama kota. Bangunannya tampak sederhana tapi kokoh dengan tembok tebal. Jendelanya besar-besar dan tinggi. Bagian atasnya dilindungi oleh kanopi menyerupai separuh payung dengan warna merah tua.

“Aku teringat kafe-kafe di sepanjang Champs-Elysees”, komentarku spontan.

“Oh, itu tempat favoritku”, sahutnya.

Seorang petugas dengan mengenakan jaket tebal panjang dan pelindung kepala menghampiri mobil, membuka pintu belakang kemudian mempersilakan Kami dan terus melindungi Kami berdua dari tetesan air hujan dengan payung yang dicondongkan ke atas kepala Kami. Vera mengapit tangan kiriku erat. Aku tak kuasa menghindar.Tiba-tiba Aku merasa menjadi laki-laki sebenarnya. Sungguh pengalaman yang pertama kali Aku rasakan diperlakukan seperti ini oleh seorang gadis. Biasanya menerima uluran tangan perempuan yang ingin berjabat tangan saja, sedapat mungkin Aku hindari. Aku hanya melakukannya bila terpaksa.

“Haram hukumnya bersentuhan antara dua manusia lawan jenis”, suara guru mengajiku di Bandung selalu terngiang.

Teman-teman anggota pengajian di Kampus Aachen juga tidak pernah bersalaman antara lawan jenis.

“Any reservation?”, sapa seorang gadis menghampiriku.

Mungkin karena melihat wajah Asia Kami, sehingga Ia
menggunakan bahasa Inggris.

Vera mengangguk sambil tersenyum, kemudian gadis itu membantu melepas over coat-nya dan menggantung di tempatnya. Kami lalu diantar ke sebuah meja dengan dua kursi dalam posisi berhadapan di bawah jendela besar. Di bagian tengah meja diletakkan lilin kecil yang menyala. Di sebelahnya diletakkan vas bunga kecil dengan bunga mawar merah merekah segar di dalamnya.

Baca Juga:

Selain cahaya yang berasal dari lilin, ruangan hanya diterangi cahaya yang berasal dari lampu-lampu yang ditempel pada dinding dan lampu berdiri dengan cahaya yang memancar tidak langsung. Sehingga, suasana ruangan terasa sangat romantis. Kursiku ditarik kebelakang dan Aku dipersilahkan duduk. Aku tetap berdiri, lalu memberi isyarat pada pelayan agar Vera yang lebih diutamakan. Vera buru-buru menarik kursinya sendiri sembari mempersilahkan Aku duduk. Sungguh Aku merasa tersanjung dengan caranya memperlakukanku. Pelayan lantas menyerahkan kepada Kami masing-masing sebuah buku menu yang bagian luarnya dilapisi kulit berwarna coklat gelap dengan gambar timbul setangkai bunga mawar.

Aku melihat-lihat daftar menu di dalamnya. Nama-nama makanannya tidak ada yang Aku kenal. Aku baru pertama kali masuk restoran semewah ini. Aku lirik daftar harga yang ada di sebelahnya, rata-rata dua puluh kali harga Siskebab yang paling Aku suka di restoran Turki dekat kampus.

“Bagaimana? Sudah ada pilihan?”, tanya Vera.

Aku menoleh ke arah si pelayan yang memegang buku kecil dan ball point siap mencatat pesanan Kami.

“Punya menu sea food?”, tanyaku.

Aku berpikir makan di restoran seperti ini tidak terjamin kehalalannya. Karena itu yang paling aman pilih sea food. Ia menunjuk pada halaman ketiga buku yang Aku pegang.

“Apa yang paling banyak disukai orang?”, tanyaku.

“Salmon bakar”, katanya sambil menunjuk dengan ball point yang dipegangnya ke arah menu.

“Oke, Saya pilih yang itu saja”.

“Dan minumnya red wine atau yellow wine?”.

“Saya tidak minum wine, cukup Coca Cola saja”.

Vera tersenyum, lalu sambil mengangkat tangannya mengatakan, “Saya pesan T-bone Steak”.

Aku memerhatikan dengan seksama, minuman apa yang dipesannya.

“Minumnya jus jeruk segar”, katanya sambil tersenyum melirik ke arahku.

Aku tidak bisa membaca, apakah Ia memesan jus jeruk semata-mata karena tahu Aku tidak minum wine? Sekiranya tidak bersamaku apakah Ia akan memesan wine?

“Rasanya Kita memiliki banyak kesamaan”, katanya memulai obrolan.

“Mungkin”, jawabku tak yakin.

Tapi, Aku coba untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk mengenalnya lebih jauh.

“Hobimu apa?”, tanyaku.

“Mmm…, menari, menyanyi, dan musik. Dan Abang?”.

“Membaca, menulis dan berorganisasi”.

“Wah calon pemimpin besar”, komentarnya dengan nada menyanjung.

“Aku tak tahu dan Aku tak peduli, Aku menjalaninya seperti air yang mengalir”.

“Abang terlalu serius menjalani hidup ini. Mestinya sedikit santai agar Kita bisa menikmatinya”.

Aku tidak tahu komentarnya terhadap diriku benar atau salah. Tapi Aku mencoba untuk membela pilihanku, “Aku menikmati hidup yang Aku jalani selama ini”.

“Berapa kali abang pernah pacaran?”.

Aku kaget dengan pertanyaannya yang sangat lugas dan tak terduga.

“Mmm…, berapa kali… Rasanya Aku belum pernah tahu apa yang namanya pacaran”, jawabku apa adanya.

“Hi hi hi….” Dia tertawa kecil.

“Ada yang lucu?”, tanyaku tersinggung.

“Lucu sih enggak, tapi aneh aja”.

“Apanya yang aneh?”.

“Kok di zaman seperti ini ada cowok semurni abang”, komentarnya dengan nada menyanjung. Aku senang dengan gayanya.

“Kalau kamu berapa kali pernah pacaran?”, tanyaku memberanikan diri.

“Yang serius dua kali”.

Aku tersentak dengan jawabannya. Berarti ada yang tidak serius. Tapi Aku mencoba tetap tenang, berpura-pura tetap santai.

“Yang pertama saat SMP. Ya cinta monyet kali. Dan yang kedua saat kelas tiga SMA”.

“Setelah itu?”, tanyaku mengejar.

“Sampai sekarang masih jomblo, belum ketemu cowok idola”, katanya dengan pandangan nakal ke arahku.

Tangan Vera tiba-tiba bergerak pelan mendekati tanganku yang kuletakkan di atas meja. Pelan-pelan menyentuh, lalu menindih punggung telapak tanganku. Sekujur tubuhku terasa panas tiba-tiba, jantungku bergerak cepat. Ingin Aku menarik cepat-cepat, tapi tak kuasa. Telapak tangannya walau terasa selembut sutra, tapi beratnya seberat godam.

Perasaan tegang dan gembira berbaur menyatu. Aku tidak kuasa lagi mengendalikan diriku. Inikah cinta? Biarlah semua bergerak apa adanya. Kutatap matanya yang merona cerah. Kulitnya yang putih bersih tampak semakin bening memantulkan cahaya lilin yang menyentuhnya tampak bagai berpendar. Suasana remang-remang disekitar menambah kecantikannya.

Sebagai seorang laki-laki Aku tidak boleh kalah. Tiba-tiba naluri kelaki-lakianku menggerakkan tanganku dengan tatapan penuh kasih. Bibirku tersenyum, bersamaan dengan itu tanganku yang satu lagi bergerak ke atas tangannya. Kutatap terus wajahnya kembali. Ia membalasnya tanpa
kata-kata. Aku tidak tahu berapa lama suasana seperti ini bertahan, sampai si pelayan tanpa kusadari telah berada di samping Kami dan siap menyuguhkan pesanan.

Aku sangat menikmati hidangan yang disajikan. Aku tak tahu apakah memang karena rasanya yang enak atau karena suasana ruangannya yang mendukung atau malah karena suasana batinku membuatnya menjadi sangat lezat. Usai makan Vera membayarnya dengan menggunakan kartu kredit, menandatangani bon pembelian lalu menyelipkan tip sebesar sepuluh euro ke map kecil yang digunakannya untuk menyodorkan. Pelayan berambut pirang itu membungkukkan tubuhnya tanda terimakasih.

Kami lantas berdiri, Vera menggapit lengan kiriku dengan manja dan Kami bergerak meninggalkan ruangan bagai sepasang merpati yang dimabuk cinta. Mobil bergerak ke hotel. Sesampainya di Hotel seorang petugas membukakan pintu belakang di sampingnya, lalu Vera turun. Aku membuka sendiri, kemudian bergerak menemaninya memasuki Lobby. Vera kembali menggapit tangan kiriku dengan leluasa.

“Bang, rasanya sudah malam. Biar Abang diantar pulang”, katanya sambil memutar tubuhnya menghadapku.

Ia menengadahkan kepalanya menatap ke arahku. Kedua tangannya menggenggam lembut wajahku. Aku menatap wajahnya dalam jarak sejengkal. Wangi parfumnya terasa menelisik hidungku. Bibirnya mulai tersenyum, bersamaan dengan matanya yang mulai dipejamkan pelan pelan. Badannya semakin dirapatkan ke tubuhku. Kutatap wajahnya sekali lagi.

“Subhanallah, sungguh kecantikan yang sempurna”, desahku dalam hati.

Aku mengerti apa yang Ia inginkan. Hatiku bergejolak antara pilihan memenuhi atau menolak keinginannya itu. Lama batinku bertarung. Akhirnya kuputuskan untuk menolaknya, tapi bagaimana cara agar tidak mengecewakannya. Lama Ia menanti dengan mata tetap terpejam. Kuangkat tangan Kananku. Kutempelkan dengan pelan telunjukku ke bibirnya. Kucurahkan terima kasihku sepenuh hati lewat jari itu. Vera membuka matanya perlahan. Bibirnya tersenyum kembali.

Aku segera bergerak hendak pamit. Vera menemaniku ke arah pintu, lalu memberikan isyarat pada sopir untuk mengantarku. Ia terus menatapku saat memasuki mobil. Aku melambaikan tangan saat mobil bergerak. Aku mencuri pandang lewat kaca spion memperhatikannya. Ia tetap berdiri di tempatnya memerhatikanku sampai mobil berbelok.

Aku kembali menuju apartemenku dengan hati berbungabunga. Kegembiraan yang belum pernah Aku rasakan selama ini. Aku rebahkan badanku ke tempat tidur. Pikirannku terus bergerak membayangkan peristiwa yang baru saja Aku lalui. Ingin rasanya Aku menikmati keindahan seperti ini selamanya. Tapi pelan-pelan muncul perasaan lain dari hati kecilku.

“Tugasmu di sini untuk belajar, bukan untuk bersenangsenang”, katanya mengingatkan.

“Cita-citamu akan hancur jika engkau ikuti nafsumu!”

Wajah ibuku seolah-olah hadir di hadapanku. Kegigihannya berjuang untuk sekadar bisa bertahan melawan beratnya ujian hidup, muncul seperti film yang diputar ulang di depanku. Aku bisa sekolah seperti sekarang ini, sebagian besar karena jerih payahnya. Sementara, Ayahku masih mendekam di penjara karena dikait-kaitkan dengan Bom Bali yang sempat menggegerkan dunia. Terbayang kembali masa kanak-kanakku yang penuh derita. Kesulitan ekonomi ditambah cibiran masyarakat terhadap keluargaku. Apakah Vera tahu siapa diriku sebenarnya? Pasti tidak!. Tiba-tiba Aku seperti orang yang tersadar dari mimpi. Rasanya Aku sudah terseret terlalu jauh.

“Ya Allah maafkan diriku yang lemah ini. Hamba yang mudah tergelincir dalam dosa”, kataku lirih beristighfar.

Mataku basah tanpa terasa menyesali apa yang barusan telah Aku lakukan. Kubiarkan perasaan ini menghukum diriku sampai tidur mengakhirinya.

(Bersambung…..)

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana 
Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ


Buku-buku novel karya Dr Muhammad Najib juga bisa dibeli di Shoppe melalui link: https://shp.ee/ks65np4

https://www.zonasatunews.com/wp-content/uploads/2017/11/aka-printing-iklan-2.jpg></a>
</div>
<p><!--CusAds0--><!--CusAds0--></p>
<div style=
Last Day Views: 26,55 K

8 Responses

  1. Hoyt archerySeptember 24, 2023 at 9:04 pm

    … [Trackback]

    […] Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  2. buy marijuana onlineJanuary 13, 2024 at 9:11 pm

    … [Trackback]

    […] Here you can find 1490 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  3. 16 daagse rondreis senegal gambiaAugust 13, 2024 at 11:05 pm

    … [Trackback]

    […] Read More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  4. ให้บริการมาอย่างยาวนาน เชื่อถือได้ 1688SAGAMEAugust 26, 2024 at 5:48 am

    … [Trackback]

    […] There you can find 27103 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  5. barber prahranSeptember 8, 2024 at 6:17 am

    … [Trackback]

    […] There you can find 90311 additional Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  6. SNAKES FOR SALEOctober 18, 2024 at 6:58 am

    … [Trackback]

    […] Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  7. jebjeed888December 22, 2024 at 1:09 pm

    … [Trackback]

    […] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

  8. tokensFebruary 5, 2025 at 2:47 pm

    … [Trackback]

    […] Find More on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-18-ulang-tahun-yang-romantis/ […]

Leave a Reply