Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
SERI-21
Barang-barang sudah aku rapikan untuk persiapan pulang ke Jerman esok pagi. Uang dan paspor aku periksa kembali. Setelah semuanya beres, aku menggosok gigi yang menjadi kebiasaanku sebelum naik ke tempat tidur. Tidak seperti biasanya, aku susah sekali tidur malam itu. Padahal menurut teman-teman aku yang paling mudah tidur. Jangankan di hotel, di atas pesawat pun aku sering tertidur. Aku mencoba untuk berzikir, agar waktu tidak terbuang percuma.
Aku membuka mata, melihat jam yang tergantung pada dinding, sudah mendekati pukul satu pagi. Daripada melamun yang tak jelas arahnya, aku lalu mengambil wudhu, kemudian shalat tahajud. Aku berdoa sepuas-puasnya, lalu kembali ke tempat tidur. Dalam keadaan setengah tidur pelan-pelan wajah Rumi muncul. Wajahnya yang bening dengan janggut putih panjang seolah menyapaku. Kepalanya dibalut dengan serban putih yang bagian dalamnya dibungkus oleh tarbus tinggi.
Alarm ponselku tiba-tiba berdering, menandakan waktu Subuh telah tiba. Aku langsung bangun, mengambil wudhu lalu shalat Subuh. Saat berdoa aku mimpi yang baru saja aku alami. Sungguh sebuah mimpi yang tidak
lazim. Nama Rumi sendiri baru pertama kali aku dengar beberapa hari yang lalu dari Ali. Tapi dalam mimpi aku bisa melihat wajahnya. Mungkinkah ini sebuah isyarat?
Aku berganti pakaian, mengambil jaket, lalu memakai sepatu. Tas aku tutup, menguncinya dan siap berangkat menuju bandara. Tapi, perasaan gelisahka semakin menjadi-jadi. Aku baringkan kembali badanku ke tempat tidur, untuk menenangkannya. Toh masih ada waktu tiga puluh menit dari taksi hotel yang aku pesan untuk mengantarku ke Bandara. Sungguh aku tidak pernah mengalami suasana batin seperti saat itu. Karena tidak ingin tersiksa, aku putuskan untuk membatalkan rencana pulang ke Jerman. What ever will be, will be Apa yang akan terjadi, biarlah terjadi. Aku pasrah.
Aku turun ke lobby, menyerahkan kunci hotel dan check out. Kepada petugas aku bertanya, bagaimana caranya ke Konya? Ia tidak menjawab langsung, tapi memberikanku sebuah leaflet yang memuat informasi singkat tentang siapa Maulana Jalaluddin Rumi, peta lokasi Konya dan transportasi apa saja yang bisa digunakan untuk mengunjunginya. Aku meminta taksi yang aku pesan untuk mengalihkan rute ke terminal bus. Aku memilih bus AC yang cukup nyaman menuju Ankara. Antara Istambul dan Ankara dihubungkan dengan jalanrol yang lebar dan mulus, sehingga bus dapat bergerak dengan kecepatan maksimal. Perjalanan ditempuh dalam waktu empat jam lebih sedikit. Dari Ankara aku berganti bus menuju Konya yang memakan waktu dua jam lebih sedikit. Konya pernah menjadi Ibukota Kesultanan Turki Usmani dalam waktu yang cukup lama, sebelum Kesultanan ini berhasil menaklukkan Konstantinopel.
Aku tiba di sebuah masjid yang bentuknya berbeda dengan masjid-masjid di Turki pada umumnya. Kubahnya berbentuk seperti ujung belimbing dengan lengkungan kecil-kecil yang bertumpu pada lingkaran dengan bentuk permukaan yang serupa, tidak menyerupai setengah bola
seperti lazimnya. Warnanya hijau lembut. Aku memberi salam dan masuk dengan takzim. Para pengunjung yang berada di tempat itu sebagian besar berwajah bukan Turki. Aku pikir status mereka sama dengan diriku, para penziarah. Kalau dilihat dari raut wajah dan postur tubuhnya, tampaknya kebanyakan berasal dari anak benua India dan Persia.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-19): Ramadhan di Rantau
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-20): Gemulai Gadis Turki
Aku bergerak ke tempat wudhu. Setelah mengambil wudhu aku melakukan shalat tahiyatul masjid dua rakaat. Aku berdoa sebentar, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menentukan kemana aku harus pergi. Aku melihat seorang yang menggunakan pakaian putih bersih, dibalut dengan jubah hitam, dengan tarbus tinggi berwarna coklat muda. Ia berbicara dalam bahasa Inggris, menjelaskan pada para tamunya tentang berbagai hal yang ada di sekitarnya. Aku merapat pada kerumunan itu.
“Di tempat inilah Maulana Jalaluddin Rumi meng ajarkan agama. Dia adalah seorang sufi besar yang murid-muridnya datang dari manca negara. Ciri ajarannya yang menonjol adalah prinsip mengembangkan cinta. Bagaimana kita mencinta dan dicinta. Baik dengan Sang Khalik maupun terhadap sesama,” katanya.
Orang-orang ramai mulai meninggalkan masjid. Kesempatan aku manfaatkan untuk mendekatnya.
“Assalamu ‘alaikum,” kataku sambil menyapa mengulurkan tangan.
“Wa ‘alaikum salam,” jawabnya sambil menjabat tanganku.
“Saya Amil dari Indonesia.”
“Oh, Indonesia! Dulu Kesultanan Ottoman punya hubungan baik dengan para Sultan di Aceh,” katanya.
“Oh, ya?” sahutku heran.
“Hubungan perdagangan, budaya dan agama antara Turki dan Indonesia sebenarnya telah berlangsung katanya dengan antusias.
“Sekarang berabad-abad,” tidak banyak orang Indonesia yang datang ke tempat ini, padahal dulu orang Indonesia termasuk yang cukup besar. Bahkan sebagian menetap dan belajar agama di sini.”
“Saya sebetulnya juga datang secara tidak sengaja,” komentarku. Ia kaget.
“Kok bisa?” tanyanya.
“Seperti ada yang menggiring,” jawabku sekenanya.
“Apakah Anda sudah berziarah ke makam Maulana?” tanyanya dengan antusias.
“Belum.”
“Mari Saya antar.”
Aku mengikutinya bergerak ke samping masjid. Memasuki ruangan ruangan yang cukup lebar berdinding dan beratap. Ruangan dihias sedemikian rupa sehinggi timbul suasana magis, ditambah bau minyak wangi dan kemenyan yang khas. Di bagian tengah ruangan terdapat sebuah makam dengan nisan berupa topi tarbus tinggi yang dililiti sorban putih, persis dengan bentuk sorban yang digunakan Rumi yang aku lihat dalam mimpi.
“Alhamdulillah, aku telah datang memenuhi pang gilanmu, wahai kekasih Allah,” gumamku pelan.
Lalu aku bersimpuh, menengadahkan tangan untuk berdoa.
“Semoga seluruh amal dan ibadah diterima di sisi sang Khalik, dan ajaranmu membawa kedamaian dan ketentraman bagi umat manusia.”
Orang tadi hanya berdiri di belakangku, memberikan kesempatan sepuas-puasnya padaku untuk memanjatkan doa. Di tempat ini aku merasakan dadaku sangat lapang seluas samudra. Hatiku sangat tentram, setentram perasaan bayi dalam pelukan ibunya. Apakah ruhnya masih berada di tempat ini? Atau akibat ritual yang dipraktikkan di tempat ini, sehingga melahirkan aura gaib yang memenuhi tempat ini? Wallahu ‘alam. Lalu aku berdiri perlahan, merunduk sedikit tanda hormat lalu berpamitan.
“Kalau Anda masih ada waktu, bisa melihat bagaimana konsep mencintai dan dicintai diartikulasikan dalam gerakan,” kata orang itu.
“Dengan senang hati,” jawabku.
Aku diantar ke sebuah ruangan tidak jauh dari makam. Ruangan ini berupa teater kecil. Beberapa peziarah telah duduk terlebih dahulu. Aku dipersilakan untuk memilih tempat yang aku suka. Para pemain musik memasuki ruangan. Jumlahnya lima orang. Ada yang memegang seruling, kecapi, kendang dan rebana. Dua orang dengan rumpi hitam duduk di tengah-tengah di depan sebuah kitab terbuka. Seruling ditiup dengan suara halus, sendu dan menyayat. Perpaduan antara kerinduan, kesedihan dan kedamaian. Diikuti suara kecapi, kendang dan rebana.
Suara azan dikumandangkan menandakan dimulainya prosesi. Doa dan puji-pujian yang digubah oleh Sang Maulana dibacakan dari kitab. Kombinasi ayat, nasihat ungkapan seorang hamba pada zat yang sangat dikagumi sekaligus dicintai.
Aku teringat musikalisasi puisi yang dipentaskan Emha Ainun Najib dengan Kiai Kanjengnya. Para darwis yang berpakaian putih-putih, dibungkus jubah hitam dengan tarbus tinggi di kepala mulai berdiri. Jubah hitam ditanggalkan. Mereka lalu saling memberi hormat dengan cara membungkukkan tubuh dengan tangan dilipat ke atas dada. Satu persatu memutar badannya. Rok yang diikatkan di pinggang tiap-tiap darwis mengembang. Dari kejauhan tampak bagai sejumlah payung yang terus berputar mencari keseimbangan dan keserasiannya.
Musik terus mengiringinya. Kata-kata cinta dan pujian yang berasal dari Al-Qur’an terus dibacakan mengikuti irama yang mengalun sendu. Semakin lama para darwis tampak semakin hilang kesadaran, tenggelam dan terbenam dalam perasaan menyatu dengan sang Kekasih. Acara usai. Orang bertarbus tadi kembali mendekatiku dengan senyumnya yang sangat halus.
“Itulah Semawarisan Maulana,” katanya.
“Apa makna putaran tadi yang mendominasi tarian tadi?” tanyaku.
“Bumi, bulan dan seluruh benda alam yang ada di sekitar kita terus-menerus bergerak dan berputar. Kalau kita mau menyatu dengan alam, dan ingin berada dalam harmoni, kita juga harus berputar,” katanya.
Aku merogoh saku, mengeluarkan duapuluh lima euro, kemudian menyodorkannya sebagai tips. Orang itu tidak mengangkat tangannya. Malah membungkuk sambil melipat tangannya di dada. Aku terkejut, tapi juga maklum. Ia menolak pemberianku dengan sangat sopan. Lalu aku menjabat tangannya, mengucapkan terimakasih, lalu memberi salam perpisahan.
(Bersambung…..)
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ![]()
Related Posts

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik

Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana

Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata

Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi

Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi

Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana

Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja

Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana

Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara




รู้จัก SIMPLEPLAY มากยิ่งขึ้นOctober 1, 2023 at 6:01 am
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
http://hairybabesgalleries.com/cgi-bin/atc/out.cgi?id=43&u=https://casino-spin.de/December 28, 2023 at 12:23 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
faceless nichesJanuary 30, 2024 at 3:10 am
… [Trackback]
[…] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
bear compound bowApril 6, 2024 at 6:52 am
… [Trackback]
[…] There you can find 61914 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
dk7September 15, 2024 at 6:39 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
dultogel linkSeptember 21, 2024 at 7:50 pm
… [Trackback]
[…] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]
LSM99 ซื้อหวยได้ตลอด 24 ชั่วโมงNovember 19, 2024 at 9:59 am
… [Trackback]
[…] Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-21-bertemu-rumi/ […]