Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-6): Vasco da Gama, Penjelajah Eropa Pertama yang Berhasil ke India Melalui Jalur Laut

Novel “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” karya Masterpiece Dr Muhammad Najib ini terinspirasi dari kisah Jalur Sutra atau Tiongkok Silk Road, yang kini muncul kembali dalam bentuk baru: One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI).

Penulis yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO ini meyakini, Indonesia sebagai Jamrud Katulistiwa ini sebenarnya juga memiliki warisan sejarah yang bernilai. Sayangnya, kita belum mampu mengapitalisasi warisan leluhur yang dimiliki, seperti yang dilakukan Tiongkok, meski peluang Indonesia sama besarnya.

Novel ini sendiri merupakan fiksi murni. Di sini, penulis mencoba mengangkat fakta-fakta sejarah, diramu dengan pemahaman subjektif penulis sendiri terhadap situasi terkait.

Ada berbagai peristiwa sejarah di masa lalu, yang seakan terjadi sendiri-sendiri dan tidak saling berkaitan. Maka dalam novel ini, penulis berupaya merangkai semua dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Sehingga Novel ini menjadi sangat menarik. Ceritanya mengalir, kaya informasi, dan enak dibaca. Selamat membaca dan menikmati.

Foto Ilustrasi: Jalur Sutra (garis merah), jalur Rempah (garis biru)

Trending

Catetan Babe Ridwan Saidi (29): China Versus Taiwan, China Baru Yaqin, Chip Is Not Cheap

**********************************************************

SERI-6

Vasco da Gama, Penjelajah Eropa Pertama Yang Berhasil ke India Melalui Jalur Laut

Kini giliran Alfonso Parera. Ia membacakan makalahnya.

“Buku yang ditulis Marco Polo mengenai wilayah Asia beserta kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya penduduknya menarik perhatian pada waktu itu. Buku masyhur tersebut telah dibaca banyak orang, termasuk para penguasa dan ilmuwan Eropa. Orang Portugis dan Spanyol juga mengenal buku ini. Marco Polo sendiri merupakan saudagar asal Venesia, kota yang sekarang menjadi bagian Italia. Ia lahir pada 1254. Di kota ini pula ia dibesarkan.”

“Vasco da Gama (1469-1524), yang berdarah Portugis, memiliki semangat dan antusiasme tinggi untuk menjelajah dunia. Raja Spanyol menugaskannya untuk mencari akses pasar langsung ke Asia. Da Gama meneruskan rute yang sebelumnya dilalui Bartolomeu Diaz pada 1488, yakni menyusuri pantai barat Afrika, yang berhadapan dengan Samudra Atlantik, hingga ujung selatan Afrika, yang kemudian dikenal dengan sebutan Tanjung Harapan.”

“Da Gama bertolak pada 1497. Ia membawa empat kapal dan 170 pelaut, yang berangkat dari pelabuhan Lisboa atau Lisabon hingga mencapai Tanjung Harapan. Kemudian, ia membawa armadanya berbelok sedikit ke atas, lalu bergerak ke Timur dan langsung memasuki Samudra Hindia. Di sini, mereka mampir di sejumlah pelabuhan di pantai barat India. Da Gama berhasil membangun rute pelayaran langsung dari Eropa ke India. Ini berarti jalur perdagangan Eropa ke Timur Jauh langsung terbuka – tanpa perlu melalui rute tradisional Jalur Sutra, yang dikenal mahal dan tidak aman karena harus melewati beberapa padang pasir diantara kota-kota persinggahan di Timur Tengah dan Asia Tengah.”

“Meski sudah mencapai India, bisa dikatakan pelayaran perdana Vasco da Gama tidak berjalan mulus. Ia mendapat perlawanan keras dari para penguasa setempat. Ia juga ditentang oleh para pedagang Arab dan Muslim lainnya, yang sudah terlebih dahulu menguasai perdagangan di kota-kota pelabuhan India. Pelayaran yang ditempuhnya juga terbilang sangat berbahaya. Tantangan di laut sungguh berat dan mematikan. Saat kembali ke Lisabon pada 1499, hanya dua kapal yang tiba dengan selamat, berikut 54 pelaut yang mampu bertahan hidup.”

Alfonso berhenti sebentar mengambil napas, lalu melanjutkan pemaparannya.

“Namun Vasco da Gama tidak jera. Ia tidak berhenti sampai di sini. Ia kembali berlayar. Kali ini ia membawa kapal-kapal yang dilengkapi kanon atau meriam. Persenjataannya boleh dikatakan lengkap. Pasukannya pun berjumlah lebih banyak.”

“Sampai di Kalikut, Vasco da Gama memberi ultimatum kepada penguasa setempat. Jika ingin negerinya selamat, maka sang Raja harus mengusir seluruh pedagang Islam yang sudah lebih dahulu berniaga di kota pelabuhan tersebut. Permintaan itu tentu saja ditolak Raja. Da Gama sontak memerintahkan pasukannya untuk membombardir kota itu. Setelah menguasai kota, armadanya bergerak ke Utara untuk menguasai kota pelabuhan lain, Goa, yang kemudian dijadikannya sebagai basis pertahanan utama di India.”

Baca Juga:

• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-4): Kuliah Pertama
• Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-5): Ibnu Batutah, Penjelajah Muslim Pertama

“Di wilayah tersebut kemudian terjadi beberapa kali pemberontakan, termasuk yang dipelopori oleh para pedagang dan penguasa Muslim setempat. Tidak terelakkan, banyak korban berjatuhan di kedua belah pihak. Sesudah lelah bertarung, akhirnya keluar perjanjian damai sehingga masing-masing bisa berniaga,” ujar Alfonso mengakhiri paparannya.

“Seberapa besar armada yang dibawa da Gama saat kembali berlayar ke India untuk kedua kalinya?” tanyaku antusias.

“Di tahun 1502 itu, Vasco da Gama didukung 20 kapal perang. Jadi kali ini ia jauh lebih siap,” jawab Alfonso bangga.

“Bagaimana dengan perampokan yang dilakukan pasukannya terhadap kapal yang ditumpangi jamaah haji yang pulang dari Makkah? Mereka menyita barang jamaah, lalu membakar kapal,” komentarku dengan nada cukup tinggi.

“Ya… harus diakui peristiwa itu memang terjadi. Sejumlah arsip di perpustakaan Lisabon mencatat hal tersebut. Namun, kita harus jeli memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Peristiwa tersebut belum tentu atas perintah da Gama. Hal ini pastinya juga tanpa sepengetahuan pihak Kerajaan di Lisabon. Bisa dibayangkan sulitnya komunikasi saat itu. Selain itu perlu dicatat, seluruh penumpang perempuan dan anak-anak dibebaskan,” jawab Alfonso perlahan.

“Silakan Van Basten,” Usted memotong pembicaraan kami. Bisa jadi ia menilai perdebatan kami sudah ke luar jalur.

“Bisa dijelaskan cerita penjelajahan bangsa Portugis ke wilayah Timur?” tanya Van Basten ke Alfonso.

“Dengan dukungan penuh dari Kerajaan Portugal di Lisabon, da Gama berhasil mengamankan sejumlah wilayah di pantai Timur Afrika –  yang dianggap strategis sebagai penghubung atau tempat transit terakhir di Afrika, sebelum melewati Laut Arab dan Samudra Hindia yang dikontrol armada laut Turki.”

“Apakah ada perlawanan dari penduduk Afrika?” tanya Van Basten lagi.

“Tentu ada. Tetapi perlawanan itu dapat diatasi. Bahkan Portugis berhasil mengkristenkan sejumlah suku di wilayah ini. Saat itu, Turki Usmani atau Ottoman berusaha mengimbangi sepak-terjang Portugis, sehingga bangsa Eropa ini tidak begitu leluasa mengembangkan pengaruhnya di wilayah tersebut,” jelas Alfonso.

“Bagaimana perkembangan selanjutnya?” kejar Van Basten,  yang terlihat cukup memahami sejarah persaingan armada Spanyol dan Portugis untuk mencapai Nusantara.

“Dari India, Portugis bergerak ke Sri Lanka dan menjadikan wilayah ini sebagai koloni. Lalu mereka menuju Malaka, dan terus bergerak ke Timur sampai Ternate. Kemudian Portugis berlayar ke Utara hingga mencapai Makau, yang kini menjadi bagian dari Tiongkok,” papar Alfonso.

Kini giliranku kembali bertanya. “Mengapa bangsa Portugis tidak berusaha mengontrol Laut Mediterania yang sebenarnya merupakan haknya?”

“Sejak Turki Usmani mengambil alih Konstantinopel dan wilayah Bizantium atau Romawi Timur di Eropa, kekuatan Turki – baik di darat maupun laut – terus menguat. Untuk menghadapinya, Kerajaan Portugal sampai harus menggandeng kerajaan-kerajaan Kristen di Eropa, yang memiliki kepentingan terhadap Mediterania, seperti Spanyol, Prancis dan Italia.”

“Apakah berhasil?” tanyaku lagi. Aku terus-terang masih penasaran. Terlebih Aku sudah melahap banyak buku mengenai berbagai peristiwa penting di kawasan tersebut.

“Kerajaan-kerajaan di Eropa bergabung dan mampu mengimbangi kekuatan Turki Usmani di laut. Kedua belah pihak bergantian saling mengalahkan untuk rentang waktu yang panjang. Katakanlah hingga tercapai titik keseimbangan. Sementara di darat, wilayah Kesultanan Turki Usmani terus meluas hingga Eropa Timur dan Eropa Tengah, yang juga dikenal dengan sebutan Balkan.”

“Apa yang dimaksud dengan titik keseimbangan?” tanyaku kembali.

“Ini istilah ketika pasukan Eropa memilih menghindari konfrontasi langsung dengan Turki Usmani dan mengalihkan perhatian mereka dengan cara memperluas koloni di wilayah sepanjang pantai Utara Afrika,” jawab Alfonso.

“Bagaimana Turki menyikapi langkah ini?”

“Turki Usmani memberikan dukungan logistik dan peralatan militer kepada para penguasa setempat untuk melawan. Dukungan serupa juga diberikan kepada para bajak laut. Mereka yang dipandang berhasil mendapat penghargaan tinggi, bahkan ditawari jabatan penting di Istanbul.”

“Contohnya siapa?” tanyaku.

“Barbarossa Hayruddin Pasha.”

Sebenarnya banyak lagi yang ingin kutanyakan. Tapi lebih baik ditunda lain waktu. Aku tidak ingin Van Basten salah duga dan menilai ada ketidaknyamanan antara Aku dan Alfonso karena perdebatan panjang ini.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:

Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra
https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ

Judul Novel: Safari
https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ

Judul Novel: Bersujud Diatas Bara
https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ

Related Posts