Oleh : Salamuddin Daeng
Masih ingat perdebatan hilirisasi tempo dulu? Sulit dilakukan karena tidak tersedianya listrik. Akibatnya smelterisasi sulit dilakukan karena tidak tersedianya listrik. Padahal smelterisasi atau kewajiban melakukan pengilahan hasil hasil tambang telah menjadi kewajiban sebagaimana amanat UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Karena alasan belum tersedianya infrastruktur termasuk ketenagalistrikan tersebut maka program hilirisasi boleh dibilang gagal. Perusahaan perusahaan besar sekalipun bahkan gagal membangun smelter sesuai waktu yang ditetapkan. Akibatnya pemerintah hanya dapat melakukan rekaksasi ekspor hasil tambang. Walaupun sebagian yang lain tetap dipaksa membangun smelter.
Untuk mengatasi lemahnya ketersediaan tenaga listrik tersebut maka dirancanglah infrastruktur listrik besaran. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masa itu meracang proyek 2x 10 ribu megawatt dan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) merancang proyek 35 ribu megawatt. Semua usaha tersebut dimaksudkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi di atas 7 % bahkan double digit. Investasi di bidang ketenagalistrikan digalakkan, berbagai sumber dana diburu, APBN Juga dikerahkan untuk itu, impor peralatan listrik dipermudah. Semuanya dalam rangka menghasilkan listrik yang besar.
Sampai sekarang belanja modal Perusahaan Listrik Negara untuk menggenjot produksi listrik nasih sangat besar. Belanja modal bahkan akan meningkat menjadi IDR90 triliun-120 triliun per tahun hingga tahun 2027. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah untuk memperkuat infrastruktur ketenagalistrikan, sebagai bagian dari Rencana Ketenagalistrikan Nasional 2021-2030, dan untuk memfasilitasi program Kemitraan Transisi Energi, memperkuat infrastruktur transmisi dan distribusi. Belanja modal berjumlah Rp64 triliun telah dialokasika. pada tahun 2023, naik dari Rp55 triliun pada tahun 2022.
Hasilnya memang fantastis, produksi listrik juga melimpah. Listrik tersebut dihasilkan oleh swasta dan oleh BUMN PLN. Listrik swasta dibeli oleh PLN sebagai diatributor tunggal dengan skema take or pay (top). Produksi listrik bahkan telah jauh melalpoi kebutuhan nasional sekarang. Lebih dari 64 persen listrik tersebut dihasilkan oleh pembangkit pembangkit PLN. Produksi listrik akan terus meningkat seiring usaha pemerintah melaksanakan transisi energi mencapai net zero emission (NZE) 2060 dengan PLN sebagai garis depan dalam usaha ini.
Memang semua usaha mempertahankan kehandalan pasokan listrik sepenuhnya akan tetap bergantung pada dukungan negara untuk mempertahankan operasi BUMN PLN dalam jangka menengah. Diperkirakan PLN akan tetap bergantung pada pendapatan subsidi dan kompensasi akan tetap besar mengingat pertumbuhan penjualan listrik besar kepada kelompok penerima subsidi dan kompensasi. Pendapatan dari dan gabungan pendapatan subsidi dan kompensasi PLN sebesar sekitar 174 triliun rupiah pada tahun 2024 (2023:143 triliun rupiah). Pemerintah harus berjuang bersama PLN untuk mencari uang bagi usaha mempertahankan kehandalan ini.
Meningkatnya penjualan listrik non subsidi ke depan sangat ditentukan oleh keberhasilan program hilirisasi SDA bukan hanya tambang namun berbagai komoditas lainnya seperti pertanian, perkebunan dan perikanan. Hilirisasi tambang tetap menjadi prioritas utama terutama tambang tambang besar dikarenakan telah diperkuat oleh berbagai regulasi mulai dari UU Minerba hingga peraturan turunannya.
Mamang masih akan menyisahkan persoalan yakni subsidi dan kompensasi listrik yang sangat besar. Tahun 2023 bahkan nilainya melompat 16% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun depan subsidi dan kompensasi akan terus membesar. Namun jika penjualan listrik bisa mencapai 100 % dari kapasitas terpasang saat ini, dan penjualannya kepada usaha usaha hilirisasi komoditas SDA dengan harga non subsidi, maka penjualan listrik dapat mencapai 1600 triliun rupiah. Ini akan menjadi manfaat langsung bagi PLN untuk berkontribusi sangat besar kepada APBN. PLN akan masuk dalam 500 fortune, salah satu perusahaan dengan revenue terbesar di dunia mengalahkan posisi BUMN Pertamina sekarang. Syukur syukur bisa setor deviden besar kepada negara.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
No Responses