Oleh: Sutoyo Abadi
(Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Negara ini akan dibawa kemana, dikatakan oleh Prof Daniel M Rosyid : “Para pendiri bangsa sudah mengantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan, tapi kita tidak cukup bernyali memasukinya karena tidak sanggup bertanggungjawab memikul konsekuensi menjadi bangsa merdeka”.
“Pembangunan dikerdilkan hanya sekedar menambah jumlah gedung dan panjang jalan, serta koleksi motor dan mobil, bukan upaya memperluas kemerdekaan. Bahkan kita sanggup kehilangan kebebasan demi keamanan dan ketertiban, serta kemakmuran semu”.
Memaknai dan merasakan makna kemerdekaan telah hilang dari para petinggi negara. Pemandangan menakjubkan muncul paska upacara yang sangat sakral di istana negara yang seharusnya penuh penghayatan untuk mengenang para pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan, berjoged ria persis seperti anak asuhan Oligarki yang sudah jinak, semua masuk dalam hedonis .
Bangsa yang besar adalah mereka yang menghargai jasa para pahlawannya. Para pahlawan yang sudah terbujur di makan makam pahlawan, bukan saja mereka lupakan tetapi sudah mereka nistakan dengan berjoget ria.
Berjuang tidak harus dengan nyawa, setidaknya cipta, rasa dan karsa tetap ada dalam diri pemimpin bangsa ini, tidak terlihat makin kering dan hamba.
Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab meneruskan perjuangan pahlawan kita untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan bangsa. Seperti tidak sadar negara sedang kembali dijajah oleh para Oligarki, berubah menjadi negara liberal dan kapitalis oleh penjajah bentuk baru saat ini
UUD 45 telah diganti Pancasila telah dimusnahkan seperti mereka tidak sadari tragis sekali. Renungan mendalam disaat saat upacara kemerdekaan disisi dengan berjoget ria. Apa mereka sedang menikmati sebagai anak manja Oligarki, dengan prilakunya merusak negara ini, Tidak sadar kondisinya makin mengerikan dan berbahaya.
Apa tidak terlintas dalam getaran nurani dan rasa bahwa kemerdekaan ini kerja para Bumi Poetra bermodal nekad, dengan bambu runcing, berolah juda di antara debu mesiu, sementara sekujur badannya berlumuran darah. Hanya satu semangat merdeka atau mati, Demi keselamatan dan masa depan anak cucunya.
Benturan peradaban terus berlangsung telah memasuki ruang privasi pada leluhur bangsa yang menyimpan tinta emasnya. Episode yang dibangun secara sistematis menuju masa depan untuk anak cucu telah di ubah dan tanpa sadar akan dihancurkan.
Ibarat orang menembak , meluruskan alat bidik pisir dan pejera ke kesadaran. Pisir menempel di mata adalah sejarah dan pejera yang berada diatas ujung Laras itulah masa depan. Telah ditempatkan ke arah yang salah.
Miskin visi – miskin NKRI, kata Ihsanudin Nursi menjadi relevan dengan miskin sejarah dan kering dari penghayatan makna peringatan kemerdekaan yang sakral malah di isi jogedan, tanpa rasa malu. Tragis tragis dsn tragis tetapi itu benar benar terjadi.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Dr. Anton Permana: 5 Seruan Untuk Presiden Prabowo, Saat Rakyat Mulai Resah dan Hati Mulai Luka

Menyikapi UUD 18/8/1945

Rocky Gerung: 3 Rim Karatan di Kabinet Prabowo

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama

Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan




https://abausmarketwiki.comOctober 29, 2024 at 8:59 am
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/sutoyo-abadi-dalam-suasana-sakral-mereka-berjoget-ria/ […]