Oleh: Budi Puryanto
Ki Joyo melihat perubahan besar dalam sikap Dewi Sekartaji kepada Cindelaras. Sebagai orang yang waskita, dia memiliki kemampuan membaca perlambang alam. Namun dia memilih diam, menyerahkan takdir kedua anak muda ini kepada yang Maha Kuasa.
*****
“Paman Ki Joyo, semula memang saya ingin sekali bertemu dengan ayahandaku raja Jenggala. Sejak berpamitan kepada ibunda, saya bertekad untuk secepatnya bisa bertemu. Sebenarnya saya kangen sekali, karena belum pernah sekalipun bertemu dengannya,” kata Cindelaras.
“Namun Paman Ki Joyo, saat ini keinginan bertemu ayanhanda itu sudah sirna. Bahkan, saya sudah tidak ada keinginan lagi untuk ke istana. Apalagi untuk menjadi raja. Saya sudah senang menjadi rakyat biasa seperti sekarang. Kemana-mana bebas tidak ada yang melarang,” ucap Cindelaras.
“Aku merasa tidak mampu Paman untuk menjadi raja, tanggung jawabnya sangat besar. Aku takut tidak bisa menunaikan tugas berat itu,” lanjut Cindelaras.
“Anakmas Cindelaras, ini bukan masalah senang atau tidak senang. Mampu atau tidak mampu. Tapi ini keharusan. Ini tuntutan jaman. Jaman ini menghendaki hadirnya seorang raja yang mempu membuat perubahan. Mengubah dari keadaan sekarang yang dirusak permaisuri dan komplotannya. Negara Jenggala diambang kehancuran. Apakah engkau tega melihat negerimu seperti ini, anakmas,” kata Ki Joyo.
“Satu-satunya orang yang dapat merubah keadaan ini hanya anakmas Cindelaras. Karena anakmas adalah pewaris yang sah dari kerajaan Jenggala,” ucap Ki Joyo.
“Sekali lagi. Ini bukan permasalahan orang per orang anakmas, Cindelaras. Tapi ini sudah menjadi masalah banyak orang. Semua orang yang mengendaki perubahan sedang kita galang untuk berada dalam satu garis perjuangan,” tegas Ki Joyo.
Suasana tegang. Semua diam memikirkan perkataan Ki Joyo. Tiba-tiba Dewi Sekartaji berbicara memecah kebekuan suasana.
“Cindelaras, mengapa kamu tiba-tiba menjadi tidak bersemangat dalam hidup. Muram muka. Dan tampak bingung. Mana Cindelaras yang aku kenal kemarin itu. Yang ceria, bersemangat, tak mau menyerah. Kamu lapar ya…,” ujar Dewi Sekartaji sambil tertawa, yang juga diikuti tertawa oleh lainnya. Cindelaras justru tertawanya paling keras.
“Oh ya, maaf, paman sampai lupa. Ayolah kita makan dulu. Paman juga sudah lapar. Tidak hanya anakmas Cindelaras saja yang lapar,” ujar Ki Joyo merasa sedikit bersalah.
Mereka segera keluar menuju meja yang cukup besar. Disitu sudah terhidang nasih putih hangat, sayur lodeh labu, sambel kemangi, tempe goreng, dan tahu goreng.
“Mengapa hanya kita yang makan, paman. Kemana teman-teman yang lain,” kata Sekartaji.
“Rupanya tinggal kita yang belum makan. Yang lain sudah semua, Kanjeng putri,” jawab Ki Joyo.
“Paman panggil aku Respati saja. Bukankah aku berpenampilan seorang lelaki,” jawab Sekartaji.
“Baiklah, kalau memang begitu. Setidaknya dalam masa pengembaraan ini nama itu lebih pas,” jawab Ki Joyo.
Mereka makan dengan lahap. Karena sudah benar-benar lapar. Tapi menu masakan seperti itu memang cocok untuk dimakan dimalam hari. Labu mudah ditanam. Tempe dan tahu juga banyak dijual.
Setelah selesai makan, Ki Joyo minta mereka masuk lagi kedalam kamarnya. Sepertinya Ki Joyo belum puas dengan tanggapan Cindelaras. Tapi dia sudah menemukan kunci untuk menaklukkan hati Cindelaras. Dewi Sekartaji.
“Anakmas, saya berpendapat untuk saat ini sebaiknya anakmas bertiga ikut dalam rombongan pengamen. Tari Topeng tadi sore luar biasa. Dan itu akan menambah daya tarik pagelaran pengamen ini. Bagaimana menurutmu anakmas Respati,” kata Ki Joyo memancing.
Dengan sigap Respati menjawab tanpa berpikir panjang.
“Aku setuju paman. Saya kira Cindelaras tidak keberatan. Tapi, tentu saja kalau ada arena adu jago, Cindelaras dan Aryadipa diijinkan bertarung,” kata Respati sambil memandang Cindelaras dan Aryadipa.
Baca Juga:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 17)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 18)
Aryadipa yang dari tadi diam saja ternyata juga mendukung Respati. Aryadipa sekarang memahami dengan siapa dia berteman.
“Cindelaras ternyata anak raja Jenggala. Mengapa dia tidak pernah cerita soal itu? Aku kira hanya Respati yang anak raja, ternyata Cindelaras juga. Lalu aku anak raja mana?” bisiknya dalam hati yang diikuti senyum kecil dibibirnya.
“Mengapa tersenyum-senyum Arya, apa yang lucu,” kata Respati.
“Respati dan Cindelaras ternyata anak raja, lalu aku ini anak raja siapa,” jawab Aryadipa diikuti gelak tawa.
“Kamu anaknya rojokoyo,” canda Respati, yang membuat semuanya tertawa. Aryadipa tidak marah denan candaan itu. Respati memang pinter membawakan suasana. Cindelaras sendiri sudah merasa nyaman berteman dengan Respati.
“Untuk pegelaran pengamen, menurut saya ditambahkan tari topeng saja, paman. Tidak perlu dilanjutkan dengan tarian khusus itu. Saya akan membuat yang sesuai dengan jiwa dari tarian itu. Perlu paman tahu, tarian itu diciptakan sendiri oleh Respati. Dan itu perlu didukung dengan topeng yang sesuai,” kata Cindelaras.
“Ya, itu baru Cindelaras,” kata Respati sambil menunjukkan jempol jarinya kearah Cindelaras.
Sejak malam itu ketiga anak muda itu resmi bergabung dengan rombongan pengamen. Respati mendapat kamar sendiri. Sedang Cindelaras dan Aryadipa satu kamar berdua.
*****
Malam itu Ki Joyo menceritakan bergabungnya ketiga anak muda itu dalam rombongan pengamen. Mereka semua menyambut dengan gembira. Terutama para sinden yang muda-muda itu.
“Siapakah mereka bertiga itu, Ki Joyo” tanya seorang sinden.
“Anak-anak muda ini para pengembara. Tapi memiliki kemapuan seni yang tinggi. Terutama seni menari. Mereka anak-anak muda yang hebat,” jawab Ki Joyo.
“Juga ganteng-ganteng dan banyak uangnya Ki Joyo. Kemarin kita diberi bingkisan uang yang cukup banyak,” jawab sinden tadi.
“Setelah topengnya dilepas, selesai menari itu, saya terkagum-kagum Ki Joyo. Benar-benar ganteng dan gagah. Seperti anak raja saja,” kata sinden satunya.
“Juga ramah dan dermawan,” sahut sinden yang lain.
“Ya paman Ki Joyo saya senang mereka bergabung dengan kita. Tapi benarkah dia mau?” tanya sinden itu.
“Ya dia mau. Bahkan senang katanya,” jawab Ki Joyo.
“Waduh bisa melihat pemuda yang ganteng setiap hari ini. Kita harus berdandan yang cantik, ” celetuk mereka sambil tertawa cekikikan.
“Bersiaplah besok kita akan ngamen lagi. Jangan guyon terus, cepat tidur agar badan segar saat bangun besok. Oh ya, desa mana yang akan kita tuju besok,” tanya Ki Joyo.
Baca seri selanjutannya di:
“Sebenarnya kearah timur dari sini paman Ki Joyo. Tapi tadi sore ada kepala dusun Jegong, disebelah selatan, tidak jauh dari sini minta agar kita tampil disana. Bagaimana menurut paman,” tanya seorang penabuh gamelan.
“Oh ya, karena dia meminta kita kesana, ya sudah besok kita pagelaran di dusun Jegong saja,” jawab Ki Joyo.
“Tolong dipersiapkan lebih baik lagi,” kata Ki Joyo.
“Baik paman Ki Joyo,” sahut mereka.
“Rupanya banyak makanan, kopi, dan juga udut ya,” tanya Ki Joyo.
“Ya, uang bingkisan dari anak-anak muda itu banyak paman. Ini tidak akan habis untuk sepekan,” jawab mereka.
Ki Joyo tertawa kecil, lalu meninggalkan mereka. Dia menuju kamarnya.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik
Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
look hereOctober 24, 2024 at 8:40 pm
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-19/ […]
nude women webcamsNovember 19, 2024 at 11:09 pm
… [Trackback]
[…] Find More Info here on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-19/ […]