Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 28)

Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 28)
Ilustrasi: Cindelaras dan ayam jagonya

Oleh: Budi Puryanto

Seri sebelumnya (Seri-27)

Permaisuri diam seksama mendengarkan penjelasan Karto. Selesai Karto berbicara, Permaisuri tampak wajahnya sedikit cerah. Tersungging senyum kecil disudut bibirnya.

“Baiklah, Karto. Kamu boleh kembali dan istirahat,” kata Permaisuri, sambil memberikan uang dalam kantong kecil kepada Karto.

Karto hatinya berbunga-bunga. Ini salah satu yang dia sukai dari Permaisuri. Meski dia suka marah-marah, dan memaki-maki, tetapi suka memberi hadiah uang kepadanya.

“Mohon ampun, terima kasih Kanjeng Putri Permaisuri,” jawab Karto yang langsung undur diri keluar dari Puri Kaputren.

Malam itu Karto tidak langsung pulang kerumahnya. Dengan uang yang cukup banyak pemberian dari Permaisuri itu, dia memilih pergi dulu bersenang-senang. Minum arak, sambil ditemani wanita-wanita muda yang cantik.

************

SERI-28

Seorang wanita muda cantik mendekati Karto. Dengan manja dia menawarkan minuman kesukaan Karto.

“Minum kang Karto. Kemana saja sudah lama tidak kesini. Aku kangen lho kang Karto,” kata Niken, yang lalu duduk disamping Karto.

“Ah, kamu Niken. Semua orang yang punya uang banyak kamu kangeni,” kata Karto menggoda Niken.

“Ah, tidak begitulah kang Karto. Tapi kang Karto ini beda bagi Niken. Tak ada duanya di Jenggala ini,” kata Niken sambil mencubit paha Karto.

“Apa bedanya, wong ayu. Sama sajalah aku dengan orang lain yang datang kesini. Mereka semua ingin bersenang-senang. Tidak lebih,” jawab Karto.

Sambil menuangkan arak di gelas kecil, Niken terus berbicara kepada Karto seperti berbicara dengan kekasih yang lama tak berjumpa.

“Kang Karto ini, tidak mau diladeni selain Niken, iya kan. Itu yang membuat kang Karto istimewa buatku,” kata Niken sambil memegang memegang-megang tangan Karto.

“Iya, Niken. Karena aku tahu siapa kamu. Aku tahu betapa hancurnya hatimu, setelah peristiwa malam itu,” kata Karto, sambil menerawang di kejauhan.

Malam itu. Karto menjadi saksi hidup, saat Pangeran Anom mencampakkan begitu saja Niken, gadis desa yang cantik itu. Dia ditendang begitu saja setelah ada gadis lain dihati Pangeran Anom. Habis manis sepah dibuang.

Banyak gadis mengalami nasib seperti Niken ini. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tangan gadis-gadis itu terlalu lemah untuk mematahkan besi kekuasaan yang kokoh dan sombong.

Sejak itu Niken tidak berani pulang ke desanya. Dia tidak mau aibnya akan menjadi beban keluarganya. Karto kasihan kepada Niken. Melalui kenalannya, Niken bisa ditampung bekerja ditempat itu. Sebuah rumah yang besar, menjajakan aneka makanan, aneka minuman, termasuk arak dan juga candu. Terkadang didatangkan hiburan penari, ditempat itu.

Yang mengunjungi tempat itu kebanyakan para pejabat istana, para pedagang kaya, tuan tanah, atau para tamu dari daerah atau bahkan dari negeri lain. Hanya orang-orang yang punya uang berlebih yang datang ketempat itu.

“Kang Karto, ini sudah larut malam. Kenapa kang Karto belum pulang juga,” kata Niken.

“Aku tiba-tiba ingat kamu, Niken. Setelah menghadap Kanjeng Putri Permaisuri, aku diberi hadiah uang cukup banyak. Aku akan memberikan uang ini untukmu,” jawab Karto, sambil memberikan sekantong kecil uang dari Permaisuri kepada NIken.

“Ini banyak sekali kang Karto. Terlalu banyak untukku,” kata Niken.

“Tidak, ambillah Niken. Aku masih ada cukup uang. Tadi siang dalam pertarungan adu jago aku mendapat uang yang cukup banyak,” kata Karto.

“Ayam jago kang Karto menang lagi ya,” tanya Niken.

“Bukan ayamku. Tapi milik Pangeran Anom. Setelah beberapa kali kemenangan, akhirnya Pangeran Anom kalah. Ini kekalahan yang paling besar yang pernah aku tahu,” jawab Karto.

“Pangeran Anom kalah dalam adu jago?” tanya Niken sedikit heran, karena selama ini selalu menang.

“Ya, Niken. Kalah dua kali bertutur-turut malahan. Setelah kekalahan yang pertama, aku sudah ingatkan jangan dilanjutkan. Tapi Pangeran tidak mau nuruti saranku. Akhirnya kalah lagi, dengan jumlah uang yang sangat besar. Uang Pengeran sampai habis, karena dipertaruhkan semuanya,” kawab Karto.

“Gara-gara itu saya dipanggil Kanjeng Permaisuri malam ini. Dimarah-marahi, dimaki-maki. Tapi buntutnya aku diberi uang,” kata Karto sambil tertawa kecil.

“Wah, lawannya Pangeran Anom mendapat uang sangat banyak, ya kang. Hebat sekali bisa mengalahkan ayam Pangeran Anom yang terkenal pilih tanding, tak pernah kalah,” kata Niken, sambil menuangkan minuman ke gelas Karto.

“Tapi aku heran dengan anak muda ini. Anaknya sangat ganteng, tidak kalah ganteng dengan Pangeran Anom. Bahkan ada kelebihannya anak muda ini. Anaknya cerdas, berani, tapi tidak banyak omong. Ayam jagonya hebat sekali. Dua kali bertanding menang terus. Tapi yang aku lebih heran, setelah menang, uang sebanyak itu tidak diambilnya. Tapi dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan disana. Dia tidak ambil sedikitpun,” kata Karto, sambil sesekali minum dari gelas kecil yang disodorkan Niken.

“Luar biasa kang. Siapa namanya anak muda itu, kang Karto,” tanya Niken penuh selidik.

“Cindelaras. Nama anak muda itu Cindelaras. Apakah kamu sudah mendengar nama itu,” jawab Karto.

Niken kaget nama Cindelaras disebut. Dalam hati dia bersorak, karena Cindelaras bisa mengalahkan Pangeran Anom. Setidaknya bisa membalaskan sakit hatinya.

“Nama Cindelaras bukannya sudah dikenal dimana-mana, kang? Tapi aku belum pernah bertemu dengan anak muda itu. Apakah kang Karto juga baru bertemu tadi siang?” tanya Niken.

“Bertemu langsung iya baru tadi siang. Meskipun namanya sudah aku dengar. Di kalangan adu jago kelas atas, namanya masih kurang dikenal oleh para bebotoh. Karena Cindelaras ado jago hanya didesa-desa. Tidak di arena besar seperti tadi siang,” jawab Karto.

“Mungkin dia adu jago hanya untuk kesenangan saja kang. Bukan mengejar uang taruhannya,” kata Niken enteng saja.

“Ya, menurutku temannya yang bernama Aryadipa itu sepertinya sudah berpengalaman sebagai bebotoh. Tapi setelah pertarungan tadi siang, nama Cindelaras akan dikenal dikalangan bebotoh adu jago kelas atas. Apalagi mengalahkan Pangeran Anom dua kali,” kata Karto sambil geleng-geleng kepala.

“Mulai besok, kamu pasti akan mendengar nama Cindelaras dibicarakan banyak orang. Apakah kamu ingin tahu seperti apa ketampanan anak muda bernama Cindelaras itu, Niken. Nanti akan kuajak kamu melihat pertandingan adu jago. Siapa tahu Cindelaras ada disana,” kata Karto yang sudah setengah mabuk itu.

“Minumnya disudahi aja kang Karto. Jangan ditambah lagi. Sebaiknya kang Karto nginap saja disini. Jangan pulang dulu dalam keadaan mabuk seperti ini,” kata Niken.

“Aku tidak mabuk Niken. Aku hanya kagum saja pada Cindelaras itu. Aku bahkan ingin bertemu lagi dengannya. Berteman dengannya. Atau disuruh memelihara ayamnya setiap hari, akau mau. Aku bosan mendampingi Pangeran Anom, Niken,” kata Karto yang sudah mulai ngelantur kemana-mana.

Niken tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia menuntun Karto pelan-pelan menuju kamar yang telah disiapkan.

Baca Juga:

*******************

Suatu pagi yang cerah. Langit Jenggala pagi itu tampak biru bersih. Tak ada awan putih sedikitpun. Angin kemarau di pagi itu mengalir segar. Burung-burung di pohon dadap berkicau riang. Pohon dadap itu sendiri mulai menggugurkan bunga-bunganya yang berwarna merah. Berjatuhan di halaman belakang sebuah rumah yang besar, dikotaraja Jenggala. Itulah rumah Patih Jenggala. Rakyan Wijayadharma Mapanji Garasakan.

Nama belakang Mapanji Garasakan, didapatkan karena dia masih ada hubungan darah dengan raja pertama Jenggala itu. Tetapi bukan dari permaisuri, namun dari isteri selir.

Tetapi karena pengabdiannya yang panjang di kerajaan Jenggala dia bisa menduduki kursi Patih. Karena itu dia sangat dihormati di Jenggala ini.

Pagi itu Ki Patih sedang menerima telik sandi kepercayaannya. Secangkir kopi dan pisang goreng menemani pembicaraan keduanya.

“Tidak biasanya kamu pagi-pagi begini menghadap kepadaku. Biasanya siang atau malam hari. Apakah ada kabar yang sangat penting yang akan kamu laporkan kepadaku,” tanya Ki Patih.

“Iya, Kanjeng Patih, kabar saya peroleh dari Niken, pasukan telik sandi luar yang bertugas di rumah hiburan,” kata Telik sandi bernama Kamandaka itu.

“Soal apa, ceritakan.”

“Soal Cindelaras.”

“Kenapa Cindelaras.”

“Dia baru saja mengalahkan Pangeran Anom dalam adu jago di arena besar Wonosari. Dia mengalahkan Pangeran dua kali,” kata Kamandaka.

“Dua jago Pangeran kalah melawan ayam jago Cindelaras yang cuma satu-satunya itu,” segah Ki Patih.

“Kok Kanjeng Patih tahu?,” tanya telik sandi itu.

“Ayam jago Cindelaras memang cuma satu. Nah, kalau kalah dua kali berarti ayam jago Cindelaras bertarung dua kali dengan lawan berbeda,” jawab Ki Patih.

“Benar Kanjeng patih. Begitulah kabar yang hamba terima,”jawab kamandaka.

“Niken memperolah kabar dari siapa.”

“Karto, pawang ayam jago Pangeran Anom.”

“Ha..ha…ha….ha….” Ki Patih tertawa-tawa mendengar jawaban Kamandaka.

“Mengapa Ki Patih justru tertawa-tawa,” tanya Kamandaka.

“Aku senang, ternyata Pangeran Anom sudah dikalahkan oleh Cindelaras dalam pertarungan adu jago. Ini pertanda baik. Apalagi kabar yang kamu dapatkan.” tanya Ki Patih.

“Permaisuri marah sekali atas kekalahan Pangeran melawan Cindelaras. Dia tumpahkan sumpah serapah untuk mengutuk Cindelaras. Dan berjanji akan melakukan pembalasan kepada Cindelaras,” jawab Kamandaka.

Kali ini Ki Patih berubah serius. Wajahnya tiba-tiba menjadi beku. Dia diam beberapa saat.

“Baiklah Kamandaka. Terus cari kabar apa yang akan dilakukan Permaisuri kepada Cindelaras,” kata Ki Patih.

“Oh ya, awasi Niken. Jangan sampai ada yang mencelakai anak itu,” kata Ki Patih.

“Bagaimana dengan Ki Tumenggung, apakah sudah ada kabar kapan berangkat ke wilayah timur?” tanya Ki Patih.

“Sejauh ini belum Kanjeng Patih. Karena pasukan telik sandi khusus baru beberapa hari berangkat ke timur. Perkiraan saya, pekan depan baru Ki Tumenggung menyusul berangkat ke wiayah timur,” jawab Kamandaka.

“Bagaimana penilaian Ki Tumenggung atas gladi paskan Jenggala yang laur biasa ini,” tanya Ki Patih.

“Dia merasa tidak suka. Terlalu berlebihan menurut Ki Tumenggung, meskipun itu tidaak salah. Karena dia sedang menjalankan tugasnya,”jawab Kamandaka.

“Kamandaka, pilih orang-orangmu secukupnya, terutama yang punya kemampuan lebih dalam olah kanuragan. Secepatnya kirimkan ke wilayah timur, untuk memantau pekembangan disana. Semua keperluannya kamu siapkan. Jangan sampai ada kekurangan. Tambahkan  bekalnya dua kali lebih banyak dari biasanya,” kata Ki Patih.

Kamandaka tidak membuang-buang waktu. Tawaran makan dirumah Ki Patih ditolaknya secara halus.

Setelah kepergian Kamandaka, Ki Patih merenungkan perkataan  Permaisuri yang akan melakukan pembalasan kepada Cindelaras. Ki Patih berpikir keras mencoba menemukan bentuk pembalasan Permaisuri. Dengan cara apa kira-kira pembalasan itu dilakukan.

“Kini Cindelaras sudah melepaskan anak panahnya langsung ke jantung Permaisuri. Dia sudah tidak bisa menghindar lagi dari lingkaran pengaruh permaisuri. Perang sudah dimulai,” kata Ki Patih dalam hati.

********************************

Kekalahan Pangeran Anom dalam adu jago melawan Cindelaras, menyebar seperti angin. Masuk hingga pelosok-pelosok negeri Jenggala. Kabar itu menjadi bahan omongan dimana-mana. Banyak warga Jenggala yang senang dengan kekalahan Pangeran Anom itu. Kebencian dan dendam mereka seperti terbalaskan. Tabiat buruknya yang suka memaksa gadis-gadis desa dan juga menggoda wanita cantik meski sudah bersuami, sudah menjadi rahasia umum. Setiap warga Jenggala mengetahui.

Oleh karena itu kabar kekalahan Pangeran Anom ditanggapi warga Jeggala dengan semangat berlebih-lebih. Sumpah serapah dan kutukan atas kekalahan Pangeran Anom menjadi bahan penyedap tersendiri.

Sebaliknya Cindelaras dianggap seperti pahlawan oleh warga Jenggala. Namanya makin terkenal dan menjadi simbul perlawanan. Anak-anak muda mengidolakan dia. Kabar kemenangan satu ayam Cindelaras mengalahkan dua ayam Pangeran Anom, benar-benar menggemparkan. Menjadi cerita yang menyedot perhatian. Mereka senang sekali mendengarkan cerita lengkapnya. Meskipun cerita itu diulang-ulang, mereka tetap menyukanya.

Kematian ayam pertama dengan mulutya yang berdarah, lalu jatuh tersungkur dan mati. Kemudian, kekalahan ayam kedua. Saat ayam kedua Pangeran Anom terus menghindar tanda tidak mau melanjutkan, banyak diantara mereka yang tertawa-tawa. Ada juga yang berteriak,

“Penakut, penakut, ayamnya penakut.”

“Yang punya juga penakut.”

“Ya, dia langsung lari ngibrit.”

“Mengadu ke ibunya, ha..haa.haaa,” yang disambut tertawa oleh yang lainnya.

Selain itu, Cindelaras juga makin dikenal dikalangan adu jago kelas atas. Mengalahkan ayam jago milik Pangeran Anom, bagi para bebotoh merupakan kabar “aneh tapi nyata”. Karena selama ini ayam Pangeran itu selalu menang, kususnya si Bledeg Merah itu.

Akibatnya kemudian, Cindelaras seringkali diundang untuk bertanding di arena-arena adu jago kelas atas. Tentu saja dengan taruhan yang sangat besar. Untuk soal seperti ini, Aryadipa sudah berpengalaman.

Cindelaras sangat dihormati dikalangan atas itu. Kalau dia dan rombongannya datang, selalu disambut dan diberikan tempat duduk khusus untuk menyaksikan pertandingan. Ayam jago Cindelaras menempati posisi istimewa. Karena selalu menang, dia hanya boleh main sekali. Dan seringkali menjadi permainan pembuka. Tetapi Cindelaras boleh menyaksikan pertandingan sampai selesai.

Hal itu tidak masalah bagi Cindelaras. Bertarung sekali saja sudah cukup baginya karena memang tidak mengejar kemenangan. Dan dia berpikir itu baik buat ayam jagonya.

Tanpa diketahui Cindelaras, gerak-geraknya selama mengikuti pertarungan adu jago di arena kelas atas, selalu diawasi oleh sepasang mata. Orang itu tidak mau terlalu dekat dengan Cindelaras. Dia selalu menjaga jarak untuk tetap bisa mengawasi dengan siapa saja Cindelaras berbicara. Tampaknya orang ini tidak mau diketahui identitasnya oleh Cindelaras. Orang itu berpakaian layaknya laki-laki, untuk menutupi penyamarannya.

Orang ini adalah Niken. Setelah mendengar cerita Karto, hatinya tergerak untuk bisa melihat secara langsung seperti apa wajah Cindelaras yang katanya tampan dan masih muda itu. Tetapi bukan itu yang utama. Niken memiliki rencananya sendiri. Hanya Niken yang tahu.

Saat dapat melihat Cindelaras dari dekat untuk pertama kalinya di sebuah arena adu jago kelas atas, Niken membenarkan apa yang dikatakan Karto. Bahkan Karto dinilainya tidak jujur. Bagi Niken, Cindelaras itu lebih tampan dari Pangeran Anom. Dia juga jauh lebih sopan, lebih tenang, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Hanya saja, menurut Niken ada yang ganjil dari dua teman yang mendampingi Cindelaras itu. Yang satu mudah dikenali. Karena dia yang tampil saat ayam Cindelaras bertarung. Termasuk yang mengatur taruhannya. Berapa jumlahnya hingga terjadi kesepakatan. Dia pasti Aryadipa, pikir Niken.

Tetapi yang satunya, yang selalu dekat dengan Cindelaras, wajahnya tampan, Niken belum bisa mengenali.

“Rasanya ada yang aneh. Tampilannya laki-laki, tapi kenapa kadang bersikap manja terhadap Cindelaras. Ah, persetan, kenapa aku terganggu dengannya. Toh, dia bukan siapa-siapa bagiku,” bisik Niken.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

BACA EDISI 29:

#Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 29)

#Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 30)

Last Day Views: 26,55 K

4 Responses

  1. my pageOctober 26, 2024 at 12:16 pm

    … [Trackback]

    […] Find More to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-28/ […]

  2. sex childrenNovember 13, 2024 at 12:29 am

    … [Trackback]

    […] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-28/ […]

  3. บาคาร่าเกาหลีDecember 21, 2024 at 10:51 am

    … [Trackback]

    […] There you will find 76204 more Information on that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-28/ […]

  4. Telegram下载December 22, 2024 at 2:32 pm

    … [Trackback]

    […] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-28/ […]

Leave a Reply