Oleh: Budi Puryanto
Cuplikan cerita sebelumnya (Seri 28) :
Saat dapat melihat Cindelaras dari dekat untuk pertama kalinya di sebuah arena adu jago kelas atas, Niken membenarkan apa yang dikatakan Karto. Bahkan Karto dinilainya tidak jujur. Bagi Niken, Cindelaras itu lebih tampan dari Pangeran Anom. Dia juga jauh lebih sopan, lebih tenang, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Hanya saja, menurut Niken ada yang ganjil dari dua teman yang mendampingi Cindelaras itu. Yang satu mudah dikenali. Karena dia yang tampil saat ayam Cindelaras bertarung. Termasuk yang mengatur taruhannya. Berapa jumlahnya hingga terjadi kesepakatan. Dia pasti Aryadipa, pikir Niken.
Tetapi yang satunya, yang selalu dekat dengan Cindelaras, wajahnya tampan, Niken belum bisa mengenali.
“Rasanya ada yang aneh. Tampilannya laki-laki, tapi kenapa kadang bersikap manja terhadap Cindelaras. Ah, persetan, kenapa aku terganggu dengannya. Toh, dia bukan siapa-siapa bagiku,” bisik Niken.
*******************************************
SERI : 29
Niken terus mengarahkan pandangan matanya ke tengah arena. Saat itu ayam Cindelaras akan bertarung. Lawannya juga sudah siap. Aryadipa tampak memberi makan, minum, dan jamu daun pepaya muda kepada ayam jagonya. Begitu juga lawannya. Bedanya, ayam jago lawannya dimandikan dengan air kembang tujuh warna. Ada tujuh macam kembang diamasukkan kedalam kuali, lalu diaduk. Air itu kemudian digunakan untuk memandikan ayamnya.
Mereka meyakini dengan kembang tujuh macam warna itu bisa menambah kekuatan ayam. Dan yang terpenting, diyakini bisa membentengi ayam itu dari serangan ilmu-ilmu hitam. Pemilik ayam itu mungkin berpikir kekuatan ayam Cindelaras tidak wajar. Karena mampu mengalahkann dua ayam Pangeran Anom secara berturut-turut. Padahal ayam jago si Bledeg Merah milik Pangeran Anom tak pernah terkalahkan.
Penonton ramai sekali. Mereka tahu ayam jago Cindelaras akan main di arena adu jago itu. Nama Cindelaras sudah menjadi magnet dalam setiap pertarungan adu jago. Setiap pertarungan yang diikuti Cindelaras, penonton selalu membludak. Tumpah ruah.
Bermacam-macam alasan mereka datang. Untuk melihat pertarungan ayam Cindelaras yang sakti. Untuk melihat Cindelaras yang tampan. Juga, untuk mendapatkan sedikit keberuntungan. Kebiasaan Cindelaras setelah menang selalu membagi-bagi uang. Juga, untuk membuktikan apakah benar kabar cerita yang tersebar luas tentang sosok anak muda bernama Cindelaras itu.
Begitu pertarungan dimulai, sorak penonton meledak. Kedua ayam jago mulai bertarung. Tetapi belum menunjukkan jurus-jurus yang mematikan. Kekuatan pukulannya masih ringan. Tampaknya kedua ayam masih melakukan penjajakan kekuatan.
Setelah turun minum pertama, pertarungan lebih menarik. Karena serangan kedua ayam makin keras dan kekuatan pukulannya juga makin besar. Ayam Cindelaras tampaknya hanya sekedar mengimbangi saja pertarungan lawannya. Tidak ada semangat untuk mengalahkan segera.
Sementara itu Niken terus mengamati tempat duduk Cindelaras. Dia kaget sekali. Tiba-tiba ada Karto dan seorang wanita didekat tempat duduk Cindelaras.
“Siapa wanita itu. Mengapa kang Karto datang bersamanya,” pikir Niken.
Namun dalam sekejap, tanpa disadari oleh Niken, Karto dan wanita itu sudah tidak berada didekat Cindelaras lagi. Entah kemana mereka pergi. Niken mencoba mengarahkan pandangan ke semua sudut arena pertandingan, tapi tidak menemukan yang dicari.
“Saya harus memancing kang Karto kalau nanti bertemu,” kata Niken dalam hatinya. Namun dia mencurigai sesuatu akan dilakukan oleh wanita itu.
Niken mencoba menarik garis peristiwa untuk menghubungkan kejadian-kejadian sebelumnya. Karto merupakan pawang ayam Pangeran Anom. Setelah kalah, Pangeran Anom tidak muncul di arena pertarungan. Tetapi Karto datang dengan seorang wanita. Dan, anehnya hanya sebentar saja.
“Tampaknya hanya melihat-lihat keadaan. Atau hanya untuk melihat Cindelaras dan ayamnya yang sedang bertarung. Ya, saya yakin, kang Karto hanya mengantarkan saja, wanita itu sepertinya punya kepentingan lain, bukan sekedar ingin melihat adu jago,” kata hati Niken.
Di tengah arena, saat ini sudah turun minum yang keempat. Kemampuan kedua ayam tentu saja sudah mulai menurun. Tetapi dibanding lawannya, ayam jago Cindelaras tampak masih lebih kuat dan lebih segar.
Baca Juga seri sebelumnya:
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 27)
- Cindelaras Nekad Ikut Adu Jago, Meskipun Raja “Cawe-Cawe” Menjegalnya – (Bagian 28)
Saat belum lama pertarungan dimulai, terjadi perubahan mencolok pada pada ayam yang menjadi lawan ayam jago Cindelaras. Dia tiba-tiba mundur, lalu lari menghindar. Mencoba memberi perlawana sebentar, lalu mundur lagi. Akhirnya pertarungan dihentikan. Karena ayam itu sudah menyerah, tidak mau melanjutkan pertandingan.
Seketika teriakan dan tepuk tangan penonton meledak membahana. Mereka meneriakkan Cindelaras berkali-kali, tanda dukungan atas kemenangannya.
“Cindelaras…., Cindelaras…., Cindelaras……, Cindelaras…..”
Teriakan itu makin lama diikuti oleh banyak orang. Sehingga suaranya makin membesar dan membahana di udara. Teriakan itu membuat bulu kuduk berdiri. Karena teriakan itu terasa bukan sekedar meluapkan kemenanan adu ayam, tetapi terasa seperti ledakan emosi yang lama terpendam. Dan, Cindelaras seperti titik api yang memicu ledakan itu terjadi.
Kali ini pemandangan baru terjadi. Sungguh menggetarkan jiwa. Secara tiba-tiba Cindelaras dihampiri oleh beberapa orang, dia diangkat dan dipanggul dipunggung salah seorang penonton. Cindelaras duduk diatas punggung, dan diarak keluar arena yang diikuti oleh seluruh penonton.
“Cindelaras…., Cindelaras…Cindelaras,….Cindelaras……………….” teriakan penonoton tak henti-hentinya menyebut nama Cindelaras.
Dari kajauhan Karto dan teman wanitanya, yang ternyata Nyi Tunjung itu, turut menyaksikan arak-arakan. Keduanya, terutama Nyi Tunjung sangat marah melihat kejadian itu. Dia merasa muak. Sumpah serapah dan kata-kata kotor tak berhenti keluar dari mulutnya.
“Kurang ajar… setan alas…keparat anak tengik ini. Anak masih bau kencur saja kok dielukan-elukan seperti itu. Edan memang orang-orang itu. Otaknya tak waras lagi. Mbok ya mikir…Cindelaras itu siapa? Apa dia anaknya raja? Pangeran Anom yang anaknya raja saja tidak pernah diperlakukan seperti itu setelah menang pertanrungan adu jago,” kata Nyi Tunjung.
“Ayo Karto kita tinggalkan tempat terkutuk ini. Makin lama perutku jadi mual, ingin muntah rasanya aku melihat kejadian menggelikan ini. Orang-orang Jenggala semakin tidak waras saja,” ujar Nyi Tunjung.
“Ke Puri Kaputren?” tanya Karto.
“Ya, memangnya mau kemana lagi. Kau mau ikuti rombongan orang-orang edan itu?” sanggah Nyi Tunjung.
Keduanya begerak menuju Puri Kaputren. Disana, ternyata Permaisuri sudah menunggu keduanya. Oleh karena itu begitu kedua orang itu datang, tanpa basa-basi Permaisuri langsung menanyakan hasilnya.
“Bagaimana, Nyi Tunjung, apa bocah keparat itu sudah ada yang mengalahkan. Saya harap dia kalah kali ini,” tanya Permaisuri.
“Mohon ampun Kanjeng Putri Permasuri. Anak ingusan Cindelaras itu menang lagi. Bahkan kali ini orang-orang jadi tidak waras semua,” kata Nyi Tunjung.
“Demit setan darimana yang membantunya itu. Bocah keparat itu tidak bisa dibiarkan terus. Lalu, apa maksudmu orang-orang jadi tidak waras,” kata Permaisuri.
“Setelah menang, orang-orang meneriakkan nama anak ingusan itu dan memanggulnya. Lalu dia diarak keluar arena. Orang-orang tidak waras itu mengikuti dari belakang sambil terus menyebut nama Cindelaras,” kata Nyi Tunjung.
“Nyi Tunjung, Karto. Ini tidak bisa dibiarkan terus. Anak tengik ini bisa berbahaya bagi Jenggala. Kamu berdua harus mencari cara untuk mengalahkan jagonya,” kata Permaisuri.
“Nyi Tunjung, kamu kan sudah melihat sendiri ayam jagonya. Bagaimana menurutmu, setan demit siluman apa yang membuat ayam jago itu jadi sakti seperti itu. Ilmumu apa masih bisa diandalkan untuk mengalahkan anak keparat itu?” tanya Permaisuri.
“Ampun Kanjeng Putri Permaisuri. Saya melihat ayam itu bukan ayam siluman, bukan ayam jadi-jadian seperti si Bledeg Merah itu. Ini ayam biasa,” kata Nyi Yunjung.
“Biasa menurutmu? Bagaimana ayam biasa kok bisa mengalahkan dua ayam Pangeran Anom sekaligus. Nyi Tunjung, ‘opo motomu wis bawur’. Aku tanya, apa kamu masih sanggup membuat ayam siluman yang lebih hebat dari si Bledeg Merah. Kalau tidak mampu, katakan saja sekarang. Aku akan cari orang yang lebih hebat dari kamu,” kata Permaisuri.
“Aku akan laksanakan perintah Kajeng Putri Permaisuri. Aku akan melakukan upacara pemujaan dengan korban anak ‘ontang-anting’. Dewa Bathara Kala dan Dewi Bethari Durga saya harap bisa menerima persembahan ini. Sehingga permohonanku bisa dikabulkan,” kata Nyi Tunjung.
“Lakukanlah Nyi Tunjung. Lakukan apa saja untuk bisa mengalahkan ayam jago anak keparat itu. Lama-lama kepalaku bisa pecah mendengar namanya terus-menerus disebut orang. Kalau begini terus, aku bisa gila. Ngerti Nyi Tunjung?” kata Permaisuri.
“Sudah segera laksanakan,” ujar Permaisuri.
“Baiklah Kanjeng Putri Permaisuri. Titah paduka segera saya laksanakan,” kata Nyi Tunjung
“Kamu Karto, temui Pangeran Anom. Ajak dia keluar. Sejak kejadian itu dia belum mau keluar istana. Ini menambah ruwet…pikiranku. Ruwet…., ruwet….,” kata Permaisuri.
“Baiklah Kanjeng Putri Permaisuri. Titah Paduka Permaisuri akan saya laksanakan.
Keduanya buru-buru undur diri, karena tak tahan berlama-lama didepan Permaisuri. Apalagi kalau lagi marah.
***********************
Tak lama setelah kepergian Nyi Tunjung dan Karto, ada seorang perwira tinggi kerajaan menghadap Permaisuri. Dia adalah Ki Tumenggung Anggawiryo. Dia akan melaporkan keberangkatannya ke wilayah timur, untuk menemui para adipati disana.
Baca seri selanjutnya (SERI-30)
“Ki Tumenggung harus berusaha keras untuk mencegah para adipati mbalelo. Saya tidak suka perang ini pecah, Ki Tumenggung. Kecuali terpaksa. Ini kuncinya ada ditangan Ki Tumenggung. Ki Tumenggung lihat sendiri, bagaimana persiapan pasukan Jenggala dibawah kendali Senopati itu. Mereka sewaktu-waktu bisa digerakkan untuk menggempur lawan. Pertimbangkan baik-baik keadaan ini Ki Tumenggung,” kata Permaisuri.
“Purbo waseso ada ditangan Ki Tumenggung. Lakukanlah yang terbaik, tapi jangan merendahkan martabat Kerajaan Jenggala,” kata Permaisuri.
“Titah Kanjeng Putri Permaisuri akan kami laksanakan sebaik-baiknya. Dengan ini kami mohon restu untuk keberhsilan tugas ini,” kata Ki Tumenggung.
“Baiklah aku restui, jangan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Bila menurut Ki Tumenggung baik, lakukan,” ungkap Permaisuri.
Sesaat kemudian Ki Tumenggung mengundurkan diri dari hadapan Permaisuri. Hari itu juga Ki Tumenggung berangkat ke wilayah timur, dengan membawa pasukan pengawal secukupnya. Tujuan perjalanan menuju Kadipaten Blambangan.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Related Posts
Api di Ujung Agustus (Seri 33) – Pengkhianat Didalam Istana
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Api di Ujung Agustus (Seri 31) – Bayangan Kudeta Makin Nyata
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 25) – Garuda Hitam Membara
free chatDecember 1, 2024 at 11:02 am
… [Trackback]
[…] There you can find 34752 more Information to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-29/ […]
Medical1January 8, 2025 at 8:16 pm
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/terkini/cindelaras-nekad-ikut-adu-jago-meskipun-raja-cawe-cawe-menjegalnya-bagian-29/ […]