Oleh : Pierre Suteki, Ahli Hukum UNDIP Semarang
Meski DPR telah menyelenggarakan siaran pers untuk mengklarifikasi naskah dan tata kerja pembentukan UU Omnibus Law Cipta Kerja, namun ternyata tidak menyurutkan langkah penolakan karena publik pun sudah mengkaji bahan hukum yang mana pun yang akan disahkan oleh Presiden mengandung cacat, baik cacat formil maupun cacat materiil.
Kajian dari para pegiat lingkungan hidup, ketenagakerjaan, HAM, LBH, akademisi, bahkan para politisi bahkan ada 35 pebisnis dari Amerika dengan investasi sebesar 4,2 Trilyun dollar juga menolak RUU Omninus Law ini. Menurut pebisnis internasional ini RUU ini justru akan merusak iklim investasi.
Apabila terbukti UU OL Ciker ini cacat secara materiil maupun formil, maka implikasinya adalah pembatalan/pencabutan sebagian atau keseluruhan undang-undang tersebut. Jalan keluar lainnya juga bisa ditempuh untuk keluar dari kemelut Omnibus Law yaitu melalui Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 asli dan sekaligus pernyataan bahwa RUU Omnibus Law tidak diberlakukan hingga ada penggantian yang baru.
Berikut saya ajukan 6 solusi untuk dapat segera keluar dari silang sengkarut RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden untuk disahkan menjadi UU.
PERTAMA : Pencabutan Melalui MK
Persoalan Tindak lanjut hasil JR di MK
Melalui UU No. 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003, Ketentuan ayat (2) Pasal 59 dihapus sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59
(1) Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung.
(2) Dihapus.
Padahal, ketentuan dalam ayat 2 (UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU MK) itu berbunyi sbb:
“Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Apa artinya? Sebenarnya, ayat itu ada atau tidak seharusnya tidak memengaruhi pelaksanaan Putusan MK karena ayat itu hanya menyatakan soal “perubahan UU” bukan soal “pelaksanaan putusan MK”. Hanya, sebagian orang menangkap kesan bahwa percuma mengajukan JR ke MK karena ketika menang pun tidak ada kewajiban Presiden atau DPR untuk SEGERA MENINDAKLANJUTI putusan MK dalam melakukan perubahan atas UU yang diuji. Ataukah ada makna lain dari niat penghapusan ayat itu? Apa hidden agenda atas perubahan masif dari segala macam UU kita sekarang ini? Hanya Pemerintah dan DPR yang bisa menjawabnya.
Saya pun jadi agak pesimis, karena ada fakta bahwa telah terungkap dari penelitian tiga dosen Fakultas Hukum Trisakti terkait kepatuhan konstitusional atas pengujian undang-undang oleh MK pada 2019. Dari hasil penelitian tersebut, terdapat 24 dari 109 putusan MK pada 2013-2018 atau 22,01% yang tidak dipatuhi oleh pemerintah. Sementara itu, 59 putusan atau 54,12% dipatuhi seluruhnya, 6 putusan atau 5,50% dipatuhi sebagian, dan 20 putusan lainnya atau 18,34% belum dapat diidentifikasi (katadata.co.id 28 Januari 2020). Jadi, terlalu berharap atas hasil JR MK mungkin terlalu berlebihan. Karena ternyata, semua tergantung dari political will Pemerintah.
BACA JUGA :
KEDUA : Pencabutan (R) UU Melalui Perppu
Pernyataan pembatalan atau pencabutan suatu UU yang paling cepat dan murah adalah dengan Perppu jika memang telah dipenuhi syarat-syarat dikeluarkannya Perppu sebagaimana diatur dalam Pasap 22 Ayat (1) UUD NRI dan Putusan MK No. 38 Tahun 2009 (Tafsir Kegentingan Yang Memaksa) atau semua kembali kepada pertimbangan Presiden meski syarat-syaratnya kadang bisa dipaksakan seolah ada kegentingan yang memaksa atau ada istilah “kegentingan yang dipaksakan” bercermin pada keluarkannya Perppu Ormas No. 2 Tahun 2017 yang disahkan menjadi UU No. 16 Tahun 2017.
Kalau secara objektif kita lihat apa yang mendesak Perppu Ormas? Tidak ada kegentingan yang memaksa, UU nya masih ada bahkan lebih demokratis (UU No. 17 Tahun 2013), jadi tidak ada kekosongan hukum. Sekali lagi, sangat benar jika penerbitan RUU sangat tergantung pada POLITICAL WILL Pemerintah.
Bersambung ke halaman berikutnya
Tags:Related Posts
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
Tanah Yang Diwariskan Nabi Ibrahim Pada Anak-anaknya Dan Tanah Hak Suku Filistin (Palestin) Dalam Ayat-ayat Taurat
Pierre Suteki: Mengulik RUU Omnibus Law CLBK di Bidang Pertanahan: Benarkah Issue Kepentingan Umum Diperluas, HGB 80 Tahun dan Penghapusan HM? - Berita TerbaruOctober 16, 2020 at 9:28 am
[…] Pierre Suteki : Enam Solusi Silang Sengkarut Omnibus Law Cipta Kerja […]
Ricco888January 18, 2025 at 9:11 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/terkini/pierre-suteki-enam-solusi-silang-sengkarut-omnibus-law-cipta-kerja/ […]
สอนวิธีการดู บอลต่อ บอลรองJanuary 18, 2025 at 9:57 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/terkini/pierre-suteki-enam-solusi-silang-sengkarut-omnibus-law-cipta-kerja/ […]
แทงบอล วอเลท คืออะไร?January 18, 2025 at 10:41 pm
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/terkini/pierre-suteki-enam-solusi-silang-sengkarut-omnibus-law-cipta-kerja/ […]