“Saya saat itu Ketua PB HMI (1963-1966) dan dekat dengan sejumlah elit militer dan politik Pusat yang terlibat langsung dalam fragmen G30S PKI. Saya mencoba menganalisis teori-teori, kenapa peristiwa G30S PKI terjadi? Siapa pelakunya dan siapa pula yang paling bertanggungjawab? Ada lima teori.
I. Teori Pertama: Peristiwa G30S PKI adalah Persoalan Intern TNI/Angkatan Darat. Teori ini, terpatahkan
dengan Dekrit No.1 Dewan Revolusi. Dekrit ini menyatakan bahwa G30S PKI mempunyai jangkauan
kekuasaan yang sangat jauh. Ia tidak hanya menyingkirkan Dewan Jenderal yang melakukan kudeta
terhadap Bung Karno, tapi juga sebuah gerakan perebutan kekuasaan. Hal ini dapat disimpulan dari Dekrit No.1 Dewan Revolusi itu sendiri. Yaitu :
(1) Bahwa Dewan Revolusi akan dibentuk seluruh Indonesia dan akan merupakan sumber segala
kekuasaan.
2) Bahwa Kabinet Dwikora dinyatakan demisioner.
(3) Nama Sukarno tidak masuk dalam Dewan Revolusi.
II. Teori Kedua: Kudeta Soeharto terhadap Sukarno. Sekilas teori tersebut sangat logis. Namun apa yang
terjadi tidak sesederhana teori itu. Proses pergantian kepemimpinan berjalan sangat alot bahkan
melelahkan. Sebabnya, karena Pak Harto saat itu belum siap atau bahkan tidak bersedia untuk mengganti Presiden Soekarno. Pak Harto sebenarnya sangat loyal kepada Bung Karno. Sanggahan saya didukung
dengan gambaran fakta saat itu, bagaimana Pak Harto mendapat dukungan penuh semua elemen bangsa (militer, birokrat, masyarakat, dan rakyat). Mereka mendorongnya untuk “mengganti” Presiden Sukarno
pada tahun 1967 dan 1968.
III. Teori Ketiga: G30S adalah rekayasa Soekarno. Saya menolak teori ini dengan 7 butir sanggahan.
(1) Bung Karno sangat berhati-hati dengan berbagai isu yang memicu terjadinya G30S, khususnya isu
Dewan Jenderal dan Dokumen Gilchrist.
(2) Pada tanggal 1 Oktober 1965 Bung Karno diagendakan menerima Jenderal Ahmad Yani. Namun
pertemuan itu gagal karena terjadi peristiwa G30S. Pertemuan itu juga tidak mustahil dimaksudkan untuk mengecek isu Dewan Jenderal.
(3) Apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober, sangat mengejutkan Bung Karno
(Compleet Overrompeling). Ketika berada di Air Mancur Monas hendak ke Istana pada pagi hari tanggal
1 Oktober, Bung Karno tidak tahu peristiwa apa yang terjadi.
(4) Di Lanud Halim Perdanakusuma, setelah menerima laporan dari Brigjen Supardjo, Bung Karno menolak memberikan dukungan kepada G30S. Sikap Bung Karno ini, salah satu faktor yang menyebabkan gagalnya G30S.
(5) Dekrit No.1 Dewan Revolusi sangat jelas menggambarkan sebagai kudeta,
sebab Kabinet Dwikora di-demisioner-kan dan nama Bung Karno tidak ada dalam susunan Dewan Revolusi. Sementara DewanRevolusi sumber dari segala kekuasaan.
(6) Tidak benar bahwa Bung Karno menerima laporan dari Letkol Untung (Ketua Dewan Revolusi Nasional) melalui seorang utusan ketika sedang berada di Istora Senayan.
(7) Dari aspek sifat dan kepribadian, Bung Karno adalah seorang humanis, yang tidak mungkin menyetujui tindak kekerasan untuk mencapai ambisi pribadi.
IV. Teori Keempat: G30S adalah konspirasi DN Aidit/ Sukarno dan Mao Ze Dong. Teori ini menimbulkan
pertanyaan dan keraguan.
(1) Informasi yang tidak akurat tentang sakitnya Bung Karno pada 4 Agustus 1965 yang
diterima DN
Aidit. Tidak benar hari itu Bung Karno collaps (pingsan) sebagaimana berita atau rumor saat itu.
(2) Benarkah ada “kesepakatan” antara DN Aidit, Bung Karno, dan Mao Ze Dong bahwa akan dibentuk
Kabinet Gotong-Royong dan Bung Karno bersedia “istirahat”di Swanlake, Cina? Berita itu sangat sulit
dipercaya karena seorang pejuang besar seperti Bung Karno bersedia “istirahat” ketika bangsanya masih memerlukan dirinya.
(3) Jadi berita atau teori nomor dua adalah imajiner.
(4) Meskipun DN Aidit dan Bung Karno berada di Halim Perdanakusuma, namun
kedua orang itu tidak sempat bertemu. Suatu hal yang sangat tidak logis, apabila keduanya telah menyepakati sebuah “komitmen” bersama.
V. Teori kelima: G30S adalah provokasi asing. Teori ini lemah. Karena tidak mungkin intelejen lalai dan
kecolongan di saat kritis pada peristiwa besar. Saat itu, Dr Subandrio adalah Ketua BPI (Badan Pusat
Intelegen) yang pasti lebih tahu apa yang terjadi di negara ini. Demikian juga isu Dokumen Gilchrist dan
Dewan Jenderal. BPI tidak memberikan klarifikasi autentik.
Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist (Gilchrist document) adalah sebuah dokumen yang dahulu banyak dikutip surat kabar era tahun 1965-an.
Dokumen Gilchrist sering digunakan untuk mendukung argumen keterlibatan Blok Barat dalam penggulingan Soekarno di Indonesia. Namun dokumen tersebut kemungkinan besar palsu atau sebenarnya tidak ada.
Dokumen ini, konon, sebenarnya berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta yang bernama Andrew Gilchrist. Telegram ini ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris.
Isi dokumen Gilchrist (Sumber Wikipedia) : Saya mendiskusikan dengan Duta Besar Amerika Serikat tentang pertanyaan yang tertera pada No: 67786/65. Pada dasarnya Duta Besar setuju dengan posisi kita, tetapi meminta waktu untuk menyelidiki aspek-aspek tertentu dari masalah ini. Menjawab pertanyaan saya tentang kemungkinan pengaruh kunjungan Bunker ke Jakarta, Duta Besar tidak melihat alasan untuk mengubah rencana bersama kita. Sebaliknya, kunjungan utusan pribadi Presiden Amerika Serikat akan memberi kita lebih banyak waktu untuk mempersiapkan operasi yang sangat detail. Duta Besar merasa bahwa diperlukan langkah- langkah lebih lanjut untuk membawa usaha kita menjadi lebih selaras. Dalam hubungan ini, ia mengatakan bahwa akan berguna [bagi kita] untuk memberitahukan lagi kepada sahabat tentara lokal kita bahwa disiplin dan koordinasi tindakan sangat penting bagi keberhasilan rencana kita. Saya berjanji untuk mengambil semua langkah yang diperlukan. Saya akan melaporkan pandangan pribadi saya pada waktunya nanti. GILCHRIST
Konon, isinya, berupa rencana gabungan intervensi militer AS-Inggris di Indonesia. Pertama kali keberadaan dokumen diumumkan oleh Soebandrio, Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, dalam perjalanannya ke Kairo, Mesir.
Soebandrio adalah kepala Biro Pusat Intelijen (BPI). BPI merupakan lembaga super karena mengendalikan kesatuan intel di tiga angkatan (kepolisian negara, kejaksaan, dan intelijen Hankam). Setibanya di Kairo, Kedutaan Besar AS berusaha mendapatkan foto salinan dokumen tadi.
Setelah diteliti, ternyata dokumen tersebut palsu. Di kemudian hari, seorang agen rahasia Cekoslowakia bernama Vladislav Bittman yang membelot ke Barat tahun 1968 menyatakan bahwa biro agensinya-lah yang melakukan pemalsuaan dokumen Gilchrist. Tujuannya untuk melindungi nama PKI sekaligus menjatuhkan AS.
Dari gambaran di atas, kita bisa menyimpulkan: siapa dalang Peristiwa G30S yang nyaris meruntuhkan NKRI dan Pancasila tersebut. Jelas : PKI sendiri. Itulah penjelasan Pak Tom – Ketua Umum PB HMI – yang terlibat langsung dalam hiruk pikuk tragedi G30SPKI dan aktif mencari informasi, siapa dalang peristiwa yang nyaris menghnacurkan Indonesia itu.
Selamat Jalan Pak Tom untuk memenuhi panggilan Sang Pencipta. Rakyat Indonesia akan selalu mengenang jasa-jasa Pak Tom yang tak terkira besarnya dalam berjuang menyelamatkan umat, khususnya HMI, dari kekejaman PKI.
Related Posts
“Perang” terhadap mafia dan penunjukan strategis: Analisis Selamat Ginting
20 Oktober: Hari yang Mengubah Lintasan Sejarah Indonesia dan Dunia
Vatikan: Percepatan perlombaan persenjataan global membahayakan perdamaian
Hashim Ungkap Prabowo Mau Disogok Orang US$ 1 Miliar (16,5 Triliun), Siapa Pelakunya??
Pembatasan ekspor Mineral Tanah Jarang Picu Ketegangan Baru China-AS
Penggunaan kembali (kemasan) dapat mengurangi emisi hingga 80%, kata pengusaha berkelanjutan Finlandia di Forum Zero Waste
Bongkar Markup Whoosh – Emangnya JW dan LBP Sehebat Apa Kalian
Kinerja Satu Tahun Presiden Prabowo dalam Perspektif Konstitusi
Ketegangan antara Kapolri dan Istana: Dinamika di Balik Penundaan Tim Reformasi Kepolisian
Purbaya vs Luhut: Ketegangan di Balik Kebijakan Fiskal dan Investasi
No Responses