Oleh: Sutoyo Abadi
Sabtu sore 18/19/202 di Jejaring KAMI se- Indonesia, Prof. Widi Pratikto ( Gubes ITS ) sebagai ilmuwan melepaskan tulisan singkat : Ada pepatah dalam bahasa Inggris – “Kalau Anda mau menang dalam Lomba Balap Tikus, syarat pertama Anda sejak awal harus jadi Tikus.”
Saya sedikit mengenali maksud tulisan itu berasal dari penelitian Dr. John B. Calhoun tentang tikus, yang paling terkenal adalah eksperimen Universe 25 mengamati efek kepadatan populasi ekstrem pada perilaku hewan.
Untuk eksperimen Calhoun menciptakan lingkungan yang ideal bagi tikus dengan persediaan makanan dan air yang melimpah, bebas dari predator, namun pada akhirnya menyebabkan keruntuhan sosial dan kepunahan spesies tikus di dalam kandang.
Fenomena ini ia sebut wastafel perilaku ( behavior sink ) tentang kepadatan populasi yang terlalu tinggi menyebabkan hilangnya perilaku sosial yang kompleks dan reproduksi.
Calhoun menciptakan lingkungan yang sempurna untuk tikus, yang ia sebut “Alam Semesta 25”, dengan persediaan makanan, air, dan tempat tinggal yang tak terbatas.
Awalnya, populasi tumbuh dengan cepat. Seiring waktu, ketika populasi menjadi terlalu padat, tikus mulai menunjukkan perilaku menyimpang, terjadi peningkatan agresi atau distorsi perilaku akibat kepadatan populasi yang ekstrem.
Calhoun menyiapkan empat pasang tikus di dalam sebuah tempat yang diklaim muat untuk menampung 3000 ekor tikus. Dengan tempat tinggal layaknya “surga”, tidak ada hal lain yang mereka lakukan selain berkembang biak.
Populasi tikus meningkat secara eksponensial setiap 55 hari. Sampai pada populasi 620 ekor, pertumbuhan populasi mengalami perlambatan dengan meningkat dua kali lipat setiap 145 hari. Calhoun mengamati bahwa tikus yang tidak tertampung dalam komunitas ini akhirnya jadi seperti kehilangan tujuan hidup.
Ia berpendapat bahwa eksperimen pada tikus bisa berlaku pada manusia.
Masa depan manusia bisa saja menempuh jalur yang sama seperti tikus-tikus Calhoun.
Penelitian menjadi landasan sosiologi perkotaan dan psikologi secara umum. Tetapi ini mendapatkan kritik babwa terjadinya proses terisolasi diantara tikus-tikus, kemudian saling serang satu sama lain, bukan karena semata karena kepadatan tikus berkembang pesat.
Seorang pakar bernama Edmund Ramsden pada 2008 menyimpulkan faktor penyebab saling serang tikus Calhoun, yaitu kegagalan distribusi makanan.
Tikus yang berkuasa tidak membagi makanannya untuk tikus yang dimarjinalkan dan terisolasi dari komunitas. Berdasarkan kondisi tersebut, Ramsden berpendapat bahwa masalah terbesar yang dihadapi tikus Calhoun adalah tidak meratanya distribusi makanan, bukan kepadatan tikusnya.
Nasib bangsa Indonesia akan terjadi seperti tikus Calhoun saling serang dan membunuh ketika masalah keadilan di abaikan ketika 1 % kelompok kapitalis dengan rakus menguasai dan mengendalikan ekonomi.
Mereka hidup kaya dan foya sementara masyarakat pribumi dianggap tikus di marjinalkan bahkan akan di musnahkan.
Pancasila dan UUD 45 asli, adalah kearifan para pendiri bangsa untuk menjaga kerakutan tikus kejam setelah menguasai sumberdaya alam dan ekonomi dalam kendalinya tidak peduli dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kaum pribumi dimarjinal dibiarkan miskin (cari makan sulit) pasti akan terjadi gejolak pertarungan melawan tikus yang tidak mau membagi ekonomi dengan rakyat bahkan di marjinalkan, kaum pribumi dianggap tikus sebagai budak.
Ketika negara sudah menjadi negara kapitas murni maka tikus-tikus raksasa kapital model Calhoun akan memangsa kaum pribumi bahkan akan di musnahkan. (*)
EDITOR: REYNA
Related Posts
Purbaya vs Luhut: Ketegangan di Balik Kebijakan Fiskal dan Investasi
Menkeu Purbaya Terima Aduan: Oknum Pegawai Bea Cukai Sering Nongkrong di Starbucks, Bicarakan “Bisnis Aset” — Minta Ditindak Tegas
Kilang Minyak dan Petrokimia TPPI Tuban Terbakar
Api di Ujung Agustus (Seri 30) – Jejak Jaringan Tersembunyi
Barang Busuk Luhut di Peron Kereta Cepat Jakarta–Bandung
Forum Kebangsaan Yogyakarta Memandang Indonesia Diambang Krisis Legitimasi Kepemiminan Nasional
Mengenal Saifuddin Qutuz (Saif al-Din Qutuz) Tokoh Islam Penakluk Pasukan Mongol Dalam Perang ‘Ain Jalut (1260 M)
Mengenal Khalid bin Walid (592 – 642 M) Jenderal Yang Tidak Pernah Kalah Dalam 100 Perang
Halo Pak Polisi, Di Desa Kelapa Gading, Sei Bamban, Serdang Bedagai Ada Judi Tembak Ikan-Ikan
The New SITALAS: Wujud Komitmen Partisipasi Anak dalam Pembangunan Kota Surabaya
No Responses