10 tuntutan perubahan dalam manifesto politik FTA (MPFTA) adalah lilin kecil dalam kegelapan politik, demokrasi dan ketidakadilan ekonomi ditanah air.
Oleh: Chris Komari
Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA)
Ada 2 fakta politik (phenomena) yang perlu diketahui, dipahami dan dipikirkan baik-baik oleh semua pemilih (voters) ditanah air:
Fakta Yang Pertama
Berharap perubahan dari pemerintah pusat, baik dari anggota DPR, dari Presiden dan dari Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tidak mungkin lagi dalam kondisi politik sekarang ini.
Para aktifis FTA menyimpulkan bahwa berdasarkan fakta politik yang ada ditanah air saat ini, mengharapkan “perubahan politik dan ekonomi” dari para pejabat tinggi negara dan dari para wakil-wakil rakyat dipemerintahan baik di lembaga Eksekutif, Legislatif dan Judikatif sudah tidak mungkin lagi.
Pikirkan baik-baik fakta-fakta dibawah ini:
1). Para anggota DPR sudah diikat dan dikontrol oleh kekuasaan pergantian antar waktu (P.A.W) dalam UU MD3 yang dikuasai oleh para petinggi partai politik, yang membuat anggota DPR tidak mampu mewakili kepentingan rakyat, sehingga mengharapkan perubahan politik dan ekonomi dari anggota DPR sudah tidak mungkin lagi.
2). Para pejabat tinggi di lembaga Eksekutif mulai dari Pesiden, para Menteri dan para pejabat di BUMN, semuanya pada sibuk memperkaya diri, melakukan konsolidasi kekuasaan dan usaha untuk kepentingan diri sendiri, kepentingan keluarga dan kelompok mereka.
Kepentingan rakyat hanya menjadi ucapan dibibir dan janji politik kosong para capres, caleg dan calon pemimpin daerah di musim PEMILU.
Bahkan para pejabat tinggi dipemerintah pusat dan para wakil-wakil rakyat di DPR sibuk mengeluarkan berbagai undang-undang (UU) baru seperti UU MINERBA, UU CIPTA KERJA dan UU IKN yang justru merugikan rakyat banyak, khususnya rakyat di daerah, para buruh, petani dan hanya menguntungkan segilinter golongan elites.
3). Pejabat di lembaga Judikatif, khususnya para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) juga sering membuat keputusan hukum yang berbau politik yang menguntungkan para pejabat tinggi negara di pemerintahan pusat, meski apa yang diputuskan oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu adalah bagian dari kedaulatan tertinggi rakyat.
Penolakan hakim MK terhadap puluhan gugatan judicial review (JR) Presidential threshold 20% yang ada dalam pasal 222, UU No 7 tahun 2017 adalah satu bukti dari fakta itu.
Padahal, kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat, bukan ditangan partai politik maupun gabungan partai politik.
UU PEMILU No.7 tahun 2017 secara keseluruhan adalah jelas melanggar dan mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat, yang dijamin dalam pasal 1, ayat 2, UUD 1945 (kedaulatan adalah ditangan rakyat) dan pilar demokrasi nomer #1 (sovereignty of the people).
Dari 3 fakta politik diatas, para aktifis FTA merasa bahwa mengharapkan perubahan politik dan ekonomi dari pemerintah pusat, dari wakil-wakil rakyat dipemerintahan, baik dari pejabat Eksekutif, Legislatif dan Judikatif sudah tidak mungkin bisa diharapkan lagi. Perubahan itu harus dimulai dan dipaksakan dari bawah.
Fakta Yang Kedua
Berharap perubahan dari PARTAI POLITIK dan dari seorang CAPRES, juga tidak mungkin diharapkan dalam kondisi politik sekarang ini, kecuali ada perjanjian politik dan kontrak sosial secar tertulis antara CAPRES, PARTAI POLITIK dengan para pemilih (voters).
Perhatikan dan pikirkan baik-baik fakta dibawah ini:
1). Dibalik seorang CAPRES, ada beberapa partai politik yg mendukungnya. Dukungan partai politik itu tidak gratis, dan semua partai poliitk itu tentu akan meminta timbal balik dari CAPRES terpilih.
2). Dibalik CAPRES juga ada bandar politik yang akan mengeluarkan duit untuk membiayai PILPRES, dan bandar politik itu juga tidak gratis, tentu minta tinggal balik dari CAPRES terpilih.
3). Bagi para kader partai politik dan relawan CAPRES yang meberikan dukungan dan suara secara (gratis), tanpa bisa menuntut dan membuat perjanjian politik dan kontrak sosial secara tertulis dengan CAPRES dan partai politik yang ada dibelakang CAPRES, akan mendapat apa…???
Hasilnya sudah bisa diketahui dari pengalaman pilpres 2014 dan 2019, yakni kekecewaan demi kekecewaan….!!!
4). Kunci utama dalam setiap PEMILU adalah harus fokus pada issuenya (masalah bangsa), bukan pada capresnya, atau partai politiknya.
5). Dulu capres JOKOWI juga diharapkan sebagai antithesis dari regime ORDE BARU. Hasilnya apa…??? Mblegedes bahkan lebih buruk dari regime ORDE BARU.
6). Capres nomer #2 yang dibela mati-matian oleh pendukungnya karena diharapkan sebagai antithesis dari Jokowi dan sudah menyatakan secara terbuka siap “timbul tenggelam bersama rakyat”, akhirnya tenggelam juga dalam satu kolam dengan the king of lip service, capres nomer #1.
Jadi apa yang bisa diharapklan oleh pemilih (voters) dari CAPRES dan partai politik? Big zero, kekecewaan demi kekecewaan…!!!
7). Sekarang muncul lagi sosok baru dalam PEMILU 2024 yang diharapkan sebagai antithesis dari Jokowi.
Tetapi faktanya, dibelakang dan dibalik sosok baru itu masih juga ada beberapa partai politik dan kemungkinan besar juga akan ada seorang bandar politik yang akan membiayai PILPRES tahun 2024, karena PILPRES membutuhkan dana puluhan trilliun.
Apakah partai politik dan bandar politik itu tidak akan meminta timbal balik dari CAPRES terpilih…???
It’s the same old “sengkuni”, a different person.
8). Inilah pentingnya bagi semua pemilih yang cerdas (well-informed voters) untuk tetap fokus pada issue-issue makro bangsa yang sudah dirumuskan oleh para aktifis FTA diseluruh dunia yang dituangkan dalam 10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi FTA (MPFTA).
Bila 10 masalah politik dan ekonomi yang sudah dirumuskan dalam MPFTA itu benar-benar dijalankan oleh CAPRES terpilih, maka perubahan politik dan ekonomi yang kita harapkan “jelas” akan terjadi (99.99% guaranteed).
Kita harus berpikir jauh kedepan above the horizon and outside the box, kita sebagai pemilik suara (voters) jangan terjebak dalam permainan elites para petinggi politik dan bandar politik (oligarki politik dan oligarki ekonomi).
Bila kedaulatan tertinggi rakyat ingin benar-benar diakui oleh partai politik dan oleh para oligarki, maka kita sendirilah sebagai pemilih (voters) yang harus membuktikan sebagai “penentu” hasil dari semua PEMILU (PILPRES, PILEG dan PILKADA).
Jangan menjual kedaulatan tertinggi rakyat sebagai pemilih (voters) dengan uang recehan Rp.50.000 atau Rp.100.000 dari para botoh dan bandar politik. Kita harus memulai dari diri kita sendiri…!!!
Jangan biarkan DEMOKRASI bertahan menjadi PARTAI-KRASI dan MOBOCRACY di Indonesia.
PARTAI-KRASI adalah pemerintahan dari partai politik, oleh kader-kader partai politik dan untuk kepentingan petinggi partai politik.
SOCRATES dan PLATO pernah mengkritik demokrasi sebagai MOBOCRACY, yakni government of the mob, by the mob and for the mob.
MOBOCRACY adalah pemerintahan dari the mob (large crowd of disorderly people), oleh the mob dan untuk the mob…!!
Siapa THE MOB yang dimaksud oleh SOCRATES dan PLATO di era demokrasi kuno…??
THE MOB yang dimaksud adalah para:
1). Ignorance voters (pemilih yg tidak peduli)
2). Uninformed voters (pemilih yg tidak mengerti politik)
3). Ill-informed voters (pemilih yg salah mengerti dan salah paham)
4). Mis-informed voters (pemilih yang dikibuli oleh pencintraan)
5). Arrogant voters (pemilih yg yang mencari keuntungan sendiri, asal dapat uang recehan serangan FAJAR).
THE MOB diatas adalah kumpulan orang-orang yang tidak peduli dengan politik, tidak peduli dengan urusan negara dan tidak peduli dengan masalah bangsa.
Yang mereka pentingkan adalah kepentingan diri sendiri, tetapi gerombolan mereka membentuk suara mayoritas dalam satu negara.
Sehingga dalam setiap PEMILU, suara mayoritas mereka berhasil memilih pemimpin nasional dan daerah yang sebenarnya “unqualified” (planga-plongo) dan “least qualified” (yang paling tidak memenuhi syarat) untuk menjadi pemimpin.
Tetapi karena pinter ngibuli publik dalam melakukan pencintraan, mereka berhasil terpilih dalam PEMLU.
Itulah para pemimpin nasional dan lokal model Kakistocracy dan Plutocracy.
Hal itu bisa terjadi karena dizaman SOCRATES dan PLUTO di era demokrasi kuno hanya ada 3 lembaga tinggi negara:
1). Ekklesia (the assembly)
2). Boule (the council)
3). Dikasteria (the court)
Ada satu komponen demokrasi yang hilang (missing)…???
4). Yang disebut FREE MEDIA.
Karena itulah dalam demokrasi modern, FREE MEDIA menjadi Pilar demokrasi ke -4 non-government dalam system pemerintahan demokrasi.
FREE MEDIA dalam demokrasi memiliki tugas dan tanggung-jawab untuk memberikan edukasi publik dengan memberikan informasi yang baik dan benar sesuai fakta, sehingga publik (voters) itu menjadi paham (well-informed) dan bisa menjadi “intelligence voters”.
Tapi MEDIA di Indonesia tidak menjalankan tugas dan tanggung-jawab itu. Malah banyak publishing article sampah, tidak mendidik, tidak akurat, menyesatkan dan membodohi, sehingga bikin rakyat tambah tersesat dalam ketidakpahaman tentang demokrasi.
FTA sebagai platform activism telah melakukan tugas dan tanggung-jawab sebagai FREE MEDIA sebagai pilar demokrasi nomer #4 dengan memberikan edukasi publik lewat diskusi, dialog, tulisan article dan kini, dengan merumuskan10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi ditanah air.
FTA juga menjalankan fungsi pengawasan DPR yang sudah tidak berjalan lagi (mati dan dimatikan) sebagai lembaga oversight dan scrutiny terhadap pemerintah dan pejabat negara (eksekutif).
Karena itu, jadilah pemilih (voters) yang paham politik (well-informed) dan jadilah pemilih yg cerdas (intelligence-voter).
Gunakanlah suara anda (votes) untuk menuntut perubahan politik dan ekonomi didaerah anda masing-masing dengan membuat perjanjian politik dan kontrak sosial secara tertulis dengan para CAPRES, CALEG dan CALON PEMIMPIN DAERAH di setiap PILPRES, PILEG dan PILKADA.
Karena hanya dengan cara dan jalan itu, perubahan politik dan ekonomi baru bisa dipaksakan dari bawah.
Jangan berikan suara anda (votes) secara gratis baik kepada CAPRES, CALEG atau PARTAI POLITIK, apalagi ditukar dengan uang recehan oleh botoh partai politik dan kandidat lewat serangan FAJAR.
Uang Rp.50.000 atau Rp. 100.000 akan habis dalam sehari dan penderitaan rakyat akan berkepanjan selama 5 tahun kedepan, bahkan lebih.
Be smart, be well-informed and be intelligence voters…!!!
Salam untuk semua pemilih (voters) ditanah air dari semua aktifis FTA diseluruh dunia.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
พรมรถยนต์November 1, 2024 at 7:10 pm
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/10-tuntutan-perubahan-dalam-manifesto-politik-fta-mpfta/ […]
free strip chat tokensNovember 15, 2024 at 11:45 am
… [Trackback]
[…] Information on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/10-tuntutan-perubahan-dalam-manifesto-politik-fta-mpfta/ […]
cam tokensNovember 25, 2024 at 4:13 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/10-tuntutan-perubahan-dalam-manifesto-politik-fta-mpfta/ […]