Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaisance of Islam (8)

Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaisance of Islam (8)
Dr muhammad Najib, Dubes Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO, melakukan kunjungan ke berbagai kampus di Barcelona salah satunya Universitat de Barcelona pada hari Sabtu, 18 Desember 2021.

Oleh: Budi Puryanto, Jurnalis

 

Perjalanan Angka Nol

Dr Muhammad Najib mengatakan, penemu angka “0” (nol) adalah ilmuwan India, namun ilmuwan Islam yang mengembangkannya sehingga menjadi perhitungan yang sangat praktis dalam sebuah metode hitung yang dikenal dengan sebutan “Aljabar”, yang sejatinya nama orang, kini lebih dikenal dengan Matematika. Begitu juga algoritma yang kini sangat berguna bagi ilmu computer.

Angka 0 (nol) adalah bilangan untuk menyatakan suatu kekosongan atau ketiadaan. Hampir setiap hari, angka nol selalu hadir dan melekat dalam kehidupan manusia. Contohnya, saat menulis nomor handphone, menghitung transaksi jual beli, hingga membayar tagihan listrik pun tak lepas dari peran angka ini.

Namun rupanya ratusan tahun silam manusia hanya mengenal 9 buah bilangan saja, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9? Nol (0) adalah angka yang paling belakangan ditemukan.

Atas pendapat Dr Muhammad Najib diatas, penulis berusaha menelusuri lebih dalam lagi tentang angka penting di abad ini. Benar yang disampaikan Dr Muhammad Najib diatas, bahwa ilmuwan India penemu awal angka “0” (nol). Angka nol India ini telah memiliki nilai yang berdiri sendiri dan telah memiliki sifat-sifat.Ilmuwan India juga sudah mencoba membuat operasi  penjumlahan, pengurangan,perkalian dan pembagian terhadap angka ini, meskipun belum sempurna.

Namun sebenarnya konsep angka nol sudah ada sebelum India, dalam bentuknya yang sederhana dan belum dipakai dalam perhitungan matematika.

Bangsa Babilonia: sebagai pembatas

Angka nol sudah dikenal dan digunakan oleh Bangsa Babilonia yang tinggal di Lembah Mezopotamia sekitar 300 SM silam. Awalnya mereka menggunakan simbol dua garis miring untuk mewakili kolom nomor yang kosong, untuk membedakan puluhan, ratusan, dan ribuan. Contohnya, untuk menjelaskan bahwa dalam angka 3055 berbeda dengan angka 355.

Meski telah mengenal dan menggunakan angka nol, sayangnya mereka masih belum mempelajari sifat-sifatnya. Sehingga angka nol masih belum mempunyai nilai numerik yang berdiri sendiri.

BACA JUGA:

Bangsa Maya di Amerika: Untuk penghitungan kalender

600 tahun kemudian, angka nol ditemukan dalam peradaban Bangsa Maya yang berjarak 12 mil jauhnya dari Bangsa Babilonia. Bangsa yang hidup di Benua Amerika ini mengembangkan angka nol untuk sistem perhitungan kalender mereka. Nol diwakili dengan simbol mata.

Menariknya, meski mereka juga terkenal sangat pandai dalam bidang matematika, mereka tidak menggunakan angka nol ini untuk menghitung persamaan. Mungkin memang angka nol ini belum dianggap sesuatu yang penting. 

India

Konsep nol baru muncul dan berkembang di India sekitar tahun 458 M. Uniknya, konsep nol ini muncul pertama kali yang muncul justru dalam bentuk pengucapan pada persamaan matematika, puisi, atau nyanyian. Nol dalam bahasa Sansekerta disebut “sunya”, disimbolkan dalam beberapa kata yang berbeda, seperti “ruang”, “hampa”, atau “angkasa”.

Selanjutnya, baru pada 628 M seorang astronom dan ahli matematika bernama Brahmagupta mengembangkan sifat-sifat tersendiri untuk nol. Matematikawan India ini menunjukkan bahwa angka nol bisa berfungsi untuk memisahkan angka positif dan negatif. Selain itu, dia juga mengembangkan operasi matematika seperti penjumlahan dan pengurangan, serta perkalian dan pembagian menggunakan angka nol. Sehingga kini dapat diketahui bahwa 2 + (-2) = 0.

Orang-orang India menulis angka nol dengan simbol sebuah titik. Pada masa ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, angka nol telah memiliki nilai yang berdiri sendiri.

Matematikawan India Brahmagupta, Mahavira, dan Bhaskara lalu membuat buku berisi upaya masing-masing menggali penggunaan angka nol beserta bilangan negatif dalam operasi aritmatika, penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian.

Brahmagupta lalu memberikan contoh aritmatika yang menggunakan angka nol dan bilangan negatif sekitar abad ke-5 sampai ke-7 Masehi. Salah satunya yaitu, jika sebuah bilangan dikurangi dengan bilangan tersebut, maka akan menjadi nol.

Matematikawan India ini menghadapi kesulitan saat menyoal pembagian dengan nol. Kendati salah dengan menyebutkan bahwa nol dibagi nol sama dengan nol, upaya Brahmagupta merupakan yang pertama mencoba mengembangkan matematika dengan angka nol dan bilangan negatif.

Disempurnakan dan Dikembangkan Al Khawarizmi

Dari India, angka nol berkembang ke Timur Tengah. Pada Tahun 773 M, nol mulai populer dan diadopsi di Baghdad. Orang-orang Arab menyebut lingkaran ini sebagai “sifr” yang berarti “kosong” dan disimbolkan dengan titik.

Salah seorang ahli matematika dari Persia yang bekerja di Baitul Hikmah bernama Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizm, menyempurnakan kembali beberapa perhitungan yang menggunakan angka nol dari Brahmagupta sekitar tahun 810 M.

Dia menyarankan bahwa lingkaran kecil (0) harus digunakan dalam perhitungan jika tidak terdapat suatu nomor di tempat puluhan.

Angka nol dideskripsikan Al Khawarizmi atas peranannya dalam sistem komputasi dan sistem penempatan bilangan dalam buku “Al-Khawarizmi, al-Jabr wa al-Muqabalah” pada tahun 773 M.

Dalam buku tersebut dijelaskan, angka nol merupakan bagian angka Arab yang didasari oleh sistem bilangan di India.

Al Khawarizmi dalam buku tersebut juga memberi tanda lingkaran kecil untuk melambangkan ketiadaan sebuah bilangan tersebut. Dari situ, kelak bentuk dan nama angka nol dikenal di penjuru dunia.

Kitab karya Al Khawarizmi tersebut mendeskripsikan sistem penempatan bilangan India berdasarkan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0.

Al-Khawarizmi pun menggunakannya untuk menciptakan teori Aljabar pada abad ke-9. Selain itu, ia juga mengembangkan metode untuk mengalikan dan membagikan angka yang disebut algoritma.

Nol menjadi semakin terkenal dan penting, berkat matematikawan yang bekerja di Baitul Hikmah ini.

Dikenal di Eropa 

Angka nol baru sampai ke Eropa sekitar abad ke-12. Dibawa oleh Bangsa Moor yang muslim dari Maroko ketika menaklukan Andalusia.Umat Islam berkuasa selama hampir 800 di Andalusia ini dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah di Baghdad dimana Al Al Khawarizmi bekerja, juga dibuat (di copy paste) di Andalusia. Baitul Hikmah ini sebenarnya menyerupai universitas pada masa kini. Dismaping kegiatan pengajaran, pentejemahan, penelitian, juga penulisan buku.

Banyak Baitul Hikmah (universitas) berdiri di kota-kota Adalusia, seperti Kordova, Sevilla, Malaga, Granada, dan sebagainya.Dari Andalusia inilah orang-orang Eropa belajar dan mengenal angka nol.

Namun, di kalangan orang-orang Eropa terjadi pertentangan. Sebagian beranggapan bahwa nol atau “sifr” adalah angka setan atau kode yang membahayakan negara. Bahkan, Pemerintah Italia pun sempat melarang angka yang berasal dari India-Arab ini digunakan, lho.

Untung, seorang matematikawan Italia, Leonardo Fibonacci menciptakan Teori Fibonacci yang melibatkan angka nol. Teori ini kemudian menjadi populer dan digunakan untuk membantu penyusunan pembukuan bagi para pedagang. Meski harus digunakan secara diam-diam, angka ini tetap digunakan di Eropa. Nama “sifr” pun berkembang menjadi “chiper”, yang juga berarti “sandi” atau “kode”.

Baru pada tahun 1600-an, angka nol bebas digunakan secara luas di seluruh Eropa. Para ilmuwan Eropa seperti Rene Descartes menciptakan sistem koordinat kartesian. Serta Isaac Newton, dan Gottfried Wilhem Leibniz berhasil mengembangkan kalkulus. Pada gilirannya, kalkulus membukakan jalan bagi perkembangan ilmu fisika, teknik, komputer, serta teori keuangan dan ekonomi.

Mulai saat itu, angka nol tersebar ke seluruh penjuru dunia dan melekat dengan perhitungan manusia hingga hari ini.

Saat ini

Baitul Hikmah yang menjadi simbul gerakan penguasaan ilmu pengetahuan pada masa keemasan Kekuasaan Islam, tidak lagi bersinar di hampir semua negera muslim didunia saat ini. Ilmuwan yang bersemangat dan berdedikasi seperti Al-Khawarizmi, sulit ditemukan didunia Islam sekarang. Oleh karena itu, dunia Islam semakin tertinggal.

Bangsa Eropa menjadi maju karena mau belajar dan meniru etos kerja umat Islam yang sangat maju saat itu. Setelah itu Eropa maju, sebaliknya umat Islam yang menjadi mundur. Mengapa? Karena umat Islam berhenti belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sedangkan Eropa terus belajar dan terus mengembangkan ilmu pengetahuan, sampai sekarang .

Ilmuwan muslim seperti Al-Khawarizmi ini harus dijadikan contoh bagi para ilmuwan muslim, bila umat Islam ingin kembali merebut masa-masa gemilang dulu.

 

EDITOR: REYNA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Last Day Views: 26,55 K

5 Responses

  1. Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaisance of Islam (11) - Berita TerbaruJuly 21, 2022 at 1:11 pm

    […] Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaisance of Islam (8) […]

  2. ufa191October 20, 2024 at 12:57 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaisance-islam-8/ […]

  3. บล็อกปูพื้นNovember 27, 2024 at 9:32 pm

    … [Trackback]

    […] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaisance-islam-8/ […]

  4. Gym Equipment shopDecember 15, 2024 at 11:45 am

    … [Trackback]

    […] Find More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaisance-islam-8/ […]

  5. Jili apps เล่นสล็อตผ่านมือถือJanuary 20, 2025 at 10:08 am

    … [Trackback]

    […] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaisance-islam-8/ […]

Leave a Reply