Oleh: Budi Puryanto, Jurnalis
Kairo: Benteng Islam yang kokoh
Pada akhir masa kejayaan Dinasti Fatimiah, Kairo hampir saja jatuh di bawah penguasaan tentara Perang Salib. Beruntung, panglima perang Salahudin Al Ayubi berhasil menghalaunya. Sejak itu, Salahudin mendeklarasikan kekuasaannya di bawah bendera Dinasti Ayubiyah, namun hanya bertahan 75 tahun.
Kairo kemudian dibawah kekuasaan Dinasti Mamluk, yang berkuasa sekitar tiga abad lamanya, Mamluk menjadikan Kairo sebagai pusat pemerintahan.
Dinasti Mamluk ini secara gemilang mampu menahan gerak laju ekspansi pasukan Mongol yang saat itu sangat ditakuti negara-negara didunia.
Dr Muhammad Najib dalam bukunya “Mengapa Umat Islam Tertinggal” mengatakan ambisi pemimpin Mongol Jenghis Khan – yang berarti sang pemimpin semesta atau raja diraja – untuk menguasai dunia, dimulai dengan menyerang China yang menjadi tetangganya di Selatan. Kemudian bergerak ke Barat sampai ke Laut Kaspia di Utara Iran. Setelah Jenghis Khan meninggal, anak cucunya melanjutkan ambisinya hingga menguasai hampir seluruh Asia, Rusia dan sebagian Eropa.
Namun pasukan Hulagu Khan itu tak mampu menembus benteng pertahanan Kairo, meskipun Baghdad sebelumnya telah dihancurkan.
“Di dunia Islam pergerakan pasukkan Mongol tertahan ketika hendak merebut Mesir. Jika Mesir bisa ditaklukannya, maka terbuka bagi bangsa Mongol untuk menghancurkan Al Quds/ Yerusalem, Makkah, dan Madinah, sebagaimana mereka menghancurkan Bagdad,” kata Muhammad Najib.
Kairo yang berarti kejayaan, telah membuktikan dirinya mampu berjaya menjaid benteng Islam yang kokoh dari gempuran musuh.
Sebelum kedatangan pasukan Islam, sejak 30 SM, Mesir dikuasai bangsa Romawi. Kekuasaan Romawi di Mesir akhirnya tumbang ketika Islam menjejakkan pengaruhnya pada tahun 641 M. Kairo, akhirnya berkembang menjadi salah satu kota penting dalam sejarah peradaban Islam.
Pada abad pertengahan, ibukota Mesir yang berada di benua Afrika itu memainkan peranan yang hampir sama pentingnya dengan Baghdad di Irak serta Cordoba di Spanyol.
Fustat
Pasukan Islam dibawah pimpinan Amar bin Al-Ash yang pertama kali menancapkan pengaruh Islam di Mesir. Saat itu, Amar bin Al-Ash menjadikan Fustat – kini bagian kota Kairo – sebagai pusat pemerintahannya.Di Fustat inilah bangunan masjid pertama kali berdiri di daratan Afrika.
Selama 500 tahun, kota Fustat mengalami pasang surut. Penjelajah dari Persia (sekarang Iran dan Irak), Nasir-i-Khusron mencatat banyak kemajuan yang dicapai Fustat. Ia melihat betapa eksotik dan indahnya barang-barang di pasar Fustat, seperti tembikar warna-warni, kristal dan begitu melimpahnya buah-buahan dan bunga, sekalipun di musim dingin.
Dari tahun 975 sampai 1075 M Fustat menjadi pusat produksi keramik dan karya seni Islami – sekaligus salah satu kota terkaya di dunia.
Ketika Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah pada 750 M, pusat pemerintahan Islam di Mesir dipindahkan ke Al-Askar – basis pendukung Abbasiyah. Kota itu bertahan menjadi ibukota pemerintahan hingga tahun 868 M.
Sekitar 1168 M, Fustat dibumihanguskan, sebagai strategi, agar tak dikuasai tentara Perang Salib.
Al-Qahira
Keberadaan Al Qahira atau Kairo bermula ketika Mu’izz Lidinillah, khalifah Fatimiah, berniat melakukan ekspansi ke Mesir. Ia pun mengutus panglima perangnya, Jauhar al Katib as Siqilli, untuk menaklukkan Mesir. Jauhar berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 969 M dan membangun sebuah kota baru yang tidak jauh dari Fustat. Kota baru itu diberi nama “Al Qahira” atau Kairo, yang berarti kemenangan atau kejayaan.
Pada 973, Khalifah Mu’izz hijrah ke Mesir dan menjadikan Kairo sebagai pusat pemerintahan.
Kairo tumbuh dan berkembang sebagai pusat perdagangan luas di Laut Tengah dan Samudera Hindia. Kairo pun menggabungkan Fustat sebagai bagian dari wilayah administratifnya. Tak heran, jika Kairo tumbuh semakin pesat sebagai salah satu metropolis modern yang diperhitungkan dan berpengaruh.
Selama periode itu, Kairo menjadi salah satu pusat kebudayaan Islam dan gudang barang-barang dagang untuk Eropa dan dunia Timur.
James E Lindsay dalam Daily Life in the Medieval Islamic World bercerita tentang Al Qahira atau Kairo ini. Ibu kota baru ini, tulis Lindsay, dibangun dengan sangat baik.
Sebuah masjid megah, yakni Masjid Al Azhar, dibangun di sana. Istana kerajaan ada di jantung kota. Dari sisi pertahanan, Jauhar, sang panglima perang, membangun benteng tangguh yang melingkupi Kairo.
Di beberapa bagian benteng itu, ada gerbang berpelat besi. Lewat gerbang inilah, warga setempat bisa bepergian ke Suriah dan Fustat.
Selain masjid, dibangun pula mushala. Berbeda dengan masjid yang ada di pusat kota, mushala lebih banyak berlokasi di pinggiran kota.
BACA JUGA:
- Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (25)
- Memahami Gagasan Dr Muhammad Najib: Renaissance of Islam (26)
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
BAUNovember 17, 2024 at 10:34 am
… [Trackback]
[…] Read More on to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/memahami-gagasan-dr-muhammad-najib-renaissance-islam-27/ […]