Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
SERI-20
Suatu hari Aku menerima email dari Mehmet Ali Kucuk yang Aku kenal saat mengikuti pertemuan yang diadakan oleh AEIF. Sebenarnya sejak kembali dari Paris Aku telah berulang kali bertukar informasi atau tukar pikiran tentang masalah-masalah aktual yang menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Tapi, isi email-nya kali ini berbeda dengan biasanya, berupa undangan Pertemuan Pelajar Sedunia dengan tema Upaya Meningkatkan Saling Pengertian antara Barat dan Islam.
Ali Kucuk dalam kapasitasnya sebagai Ketua Persatuan Pelajar Turki di Jerman sangat mengharapkan kehadiranku. Ia merasa sangat cocok dengan pandangan dan gagasanku, sehingga kehadiranku diharapkan dapat mewarnai sidang-sidang dalam Pertemuan Pelajar Sedunia itu nanti.
Aku tahu betul Ali sangat mengagumi resep Tayip Erdogan yang menjadi Ketaua Partai Keadilan dan Pembangunan yang disingkat AKP sekaligus Perdana Mentri Turki. Bahkan, melalui email, Ia pernah menceritakan bahwa dirinya ke Berlin dengan beasiswa pemerintah yang mengirim secara besar-besaran mahasiswa pasca sarjana saat Erbakan berkuasa. Erbakan yang pernah kuliah di kampus yang sama dan bersahabat dengan BJ Habibie merupakan mentor Erdogan.
Pertemuan diadakan di Istambul, sebuah kota yang pernah menjadi simbol sekaligus kebanggaan tidak saja bagi bangsa Turki tapi juga bagi umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kota ini juga mendunia. Konon, pada masa kejayaannya, sultan-sultan di Turki menjadi salah satu saksi sejarah panjang hubungan Muslim dan Barat yang diwarnai dengan kerjasama, persaingan, ketegangan, serta saling menaklukkan.
Dulu Istambul bernama Konstantinopel. Sejak tahun 330 M menjadi ibukota Romawi Timur atau sering juga disebut Bizantium. Konstantinopel jatuh ke tangan Umat Islam pada tahun 1453 M. Namanya kemudian diganti menjadi Istambul yang menurut sejumlah sumber berarti kota Islam. Sultan Muhammad yang memimpin penaklukan Bizantium, yang saat itu dipimpin oleh Constantine Paleologus, kemudian mendapat julukan Al Fatih yang berarti Sang Penakluk. Selanjutnya Ia dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih.
Bagi bangsa Eropa, jatuhnya Konstantinopel ke tangan umat Islam bukan hanya kekalahan Kekaisaran Byzantium yang menjadi penguasa paling berpengaruh di Eropa dan kawasan Mediterania selama lebih dan dua abad oleh bangsa Turki. Lebih dari itu juga menjadi simbol kekalahan umat Nasrani, karena di sinilah pusat Kristen Ortodoks yang penganutnya tersebar di banyak negara seperti Yunani, Mesir, Rusia, dan sejumlah negara.
Sedangkan bagi umat Islam, jatuhnya Konstantinopel merupakan bukti kebenaran ramalan Rasulullah delapan abad sebelumnya, sebagaimana hadis riwayat Ahmad bin Hanbal, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukannya adalah sebaik-baik
pemimpin dan pasukan yang berada di belakangnya adalah sebaik-baik pasukan”. Hadist ini muncul setelah Rasulullah diberitahu bahwa
surat yang dikirimnya dirobek-robek oleh Kisra’, penguasa Bizantium saat itu.
Hadist lain menyatakan, “Nanti pada saatnya kerajaan mereka akan dirobek-robek oleh umat Islam sebagaimana ia merobek-robek surat itu”.
Selama berabad-abad Kesultanan Turki Usmani menjadi super power, bahkan pada abad ke-16 boleh dikatakan satu-satunya super power. Kekuasaannya meliputi seluruh Timur Tengah sampai ke Asia Tengah, Eropa Timur dan Afrika Utara. Di kawasan Eropa tentara Turki Usmani sempat menguasai Bulgaria, Serbia, Albania, Yunani, bahkan sempat memasuki kota Vienna atau Wina.
Setelah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I, Kesultanan Turki Usmani terus menerus mengalami kemunduran. Satu persatu daerah kekuasaannya lepas, baik yang berada di Eropa Timur, Asia Tengah maupun Afrika Utara. Sementara kelompok pro-Barat di dalam
negeri terus-menerus membangun kekuatan. Pada Akhirnya mereka berhasil menggulingkan Kesultanan Ottoman, kemudian menggantinya dengan Republik Turki yang sekuler pada 1923.
Mustafa Kemal yang menjadi pemimpin sekaligus simbol Bapak Sekuler Turki kemudian mendapat julukan “Attaturk” yang berarti “Bapak Turki”. Namanya kemudian lebih popular dengan Kemal Attaturk. Sampai saat ini patung dan fotonya masih menghiasi taman dan tempat-tempat umum di Turki. Bahkan, di Siprus wajah Kemal Attaturk diletakkan di atas bukit yang dapat dilihat dari kejauhan. Bagi Attaturk sekularisasi berarti menghapuskan nilainilai dan identitas Islam yang melekat pada seluruh aspek kehidupan publik di Turki. Kaum laki-laki harus menggantung jubah dan menggantinya dengan jas. Membuang sorban atau tarbus dan menggantinya dengan topi. Kaum perempuan harus menampakkan rambutnya dengan membuka cadar atau jilbab dan menampakkan betis atau pahanya. Lebih jauh lagi para pejabat dan aparat negara yang taat menjalankan agama disingkirkan secara sistematis.
Namun, pada kenyataannya sekularisasi Turki hanya berhasil pada lingkaran elite saja, sementara rakyat kecil dan mayoritas petani tidak pernah berhasil disekulerkan. Mereka mengalami disorientasi kultural, bukan Barat tapi Timur juga tidak. Yang lama dibuang sementara yang baru belum juga tergapai. Dengan mengubah huruf Arab dan menghapus berbagai kosa kata yang berasal dari bahasa Arab atau Parsi yang terserap ke dalam Bahasa Turki, menyebabkan orang Turki mayoritas menjadi buta huruf dalam waktu sekejap. Sehingga, mereka tidak bisa mewarisi kekayaan intelektual dan budaya bangsanya sendiri.
Kader Erbakan
Pertemuan Pelajar Sedunia di Istambul dibuka oleh Presiden Abdullah Gul. Dalam sambutannya terasa sekali nafas dan spirit Islam di dalamnya, walaupun pemerintah Turki mengundang perwakilan hampir semua negara sahabat termasuk negara-negara Asia non-Muslim seperti Cina, India, Jepang dan Korea Selatan. Ia mencoba menampilkan wajah Islam yang ramah dan modern. Ia juga mengutarakan pentingnya Turki menjadi jembatan antara Eropa dan Asia, tidak saja dalam makna geografis tapi juga secara politis, yaitu antara Islam dan Barat yang kini sering menampakkan kesalahpahaman.
“Siapa sebenarnya Abdullah Gul,” tanyaku pada Ali Kucuk di tengah-tengah acara.
“Beliau adalah satu dari dua kader kesayangan Erbakan,” jawabnya.
“Siapa murid kesayangan yang lain,” tanyaku penasaran.
“Erdogan yang kini menjadi Perdana Mentri.”
“Kenapa PM tidak hadir dalam acara sebesar ini,” tanyaku lagi.
“Aku tidak bisa menjawabnya, tapi aku menduga beliau berusaha menjaga perasaan kelompok sekuler dan tentara.”
“Maksudnya?” tanyaku tak faham.
“Sejak berdirinya Republik Turki tahun 1923 hanya ada satu partai di Turki, yaitu partainya Kemal Attaturk. Baru setelah Ismet Inonu menggantikan Attaturk pada 1946, kami bisa menikmati era multi partai. Sejak itu partai yang bernafaskan agama secara bertahap mengambil peran. Walaupun menghadapi tantangan yang tidak kecil dari kelompok sekuler atau Kemalis, akhirnya kami berhasil tampil sebagai pemenang ketiga dalam Pemilu 1973 dengan bendera Partai Keselamatan Nasional disingkat PKN yang didirikan oleh Erbakan beberapa tahun sebelum Pemilu. Tujuan partai ini adalah untuk menghidupkan kembali kualitas-kualitas moral dan keutamaan spiritual yang telah terabaikan dalam karakter masyarakat Turki,” jelasnya.
“Bagi PKN,” sambung Ali Kucuk, “sistem Kapitalis dan Sosialis pada hakekatnya sama, meskipun kelihatannya beda. Mereka terlalu mengagung-agungkan materi dan mengabaikan sama sekali spirit agama. Akibatnya, walaupun secara materi mungkin berlimpah, pada saat yang bersamaan mereka mengalami krisis moral. Pada saat yang sama PKN juga memberikan kritikan terhadap kegagalan kebijakan Sekularisasi Attaturk dengan mengatakan bahwa mereka mengambil dari Barat apa rendah dari budaya Turki yang berdiri di atas fondasi yang kurang diperlukan, yakni budaya Barat yang lebih Islam. Mereka gagal mengambil apa yang mereka perlukan yakni teknologi. Bahkan Erbakan berusaha untuk mengembalikan jati diri bangsa Turki sebagai bangsa Asia dan Islam secara terang-terangan. Perjuangan panjangnya saat kami tampil menjadi pemenang akhirnya berbuah, melalui Partai Refah yang kemudian mengantarkan Erbakan menjadi Perdana Mentri.”
“Lalu apa hubungannya dengan menjaga perasaan kelompok sekuler,” tanyaku lagi karena aku merasa pertanyaanku belum dijawab.
“Oh ya, Erbakan kemudian digulingkan dan dilarang terjun kembali ke dunia politik, karena dianggap telah melanggar sesuatu yang sangat disucikan di Turki, yakni mengeritik Attaturk dan mengeritik faham sekulernya. Erdogan kemudian melanjutkan perjuangan gurunya dengan memimpin partai baru yang diberi nama AKP. Walaupun gaya Erdogan jauh lebih halus dibanding gurunya, tapi sikap konfrontatif yang diwarisi dari gurunya terhadap kelompok sekuler masih kuat.”
“Apakah ketidak hadiran PM tidak mengurangi makna pertemuan ini?” tanyaku lagi.
“Tidak! Perlu Anda ketahui, walaupun Abdullah Gul posisinya di partai lebih rendah dari Erdogan, tapi secara konstitusi posisinya di pemerintahan lebih tinggi. Presiden di sini juga menjadi panglima tertinggi tentara Turki. Menurutku, Gul lebih cocok menghadiri pertemuan seperti ini, karena ia sosok cendekiawan yang tenang dan
penuh argumen ilmiah. Sementara Erdogan lebih politisi dengan penampilan meledak-ledak dan istimewanya lagi secara moral ketulusan Gul sudah teruji.”
“Maksudnya?”
“Saat AKP memenangkan Pemilu Erdogan tidak bisa menjadi Perdana Mentri walaupun dia berhak atas posisi itu.”
“Kenapa?”
“Karena ia telah membawa simbol-simbol spiritual seperti kata-kata masjid, kubah dan menara, saat membacakan puisi didepan masa saat kampanye. Apa yang dilakukannya dianggap sebagai dosa politik, karena telah melanggar undang-undang.”
“Lalu?”
“Abdullah Gul diangkat untuk menempati posisi Perdana Mentri. Gul kemudian mengubah undang-undang tentang pelarangan itu setelah melalui perdebatan panjang di Parlemen. Nama baik Erdogan direhabilitasi, dan Gul kemudian menyerahkan kursi Perdana Mentri kepada Erdogan.”
“Sungguh sebuah pelajaran moral luar biasa,” pikirku.
“Aku dengar Erbakan sangat kecewa kepada Erdogan,” kataku merujuk pada surat kabar yang tampaknya sengaja dibuat untuk menyambut pertemuan ini yang aku baca sehari sebelum acara dimulai.
“Aku terpaksa harus menjelaskan persoalan politik kami yang sangat kompleks. Tapi kalau disederhanakan begini: Erdogan tidak ingin mengulangi pengalaman buruk gurunya. Ia berusaha menghindari konfrontasi dengan kelompok sekuler yang kini masih menguasai birokrasi pemerintahan dan tentara. Mereka terlalu kuat. Tapi secara substansi, sebetulnya ia tetap berjalan di atas rel yang digerakkan oleh ruh spiritualisme agama.”
“Lalu bagaimana menjelaskan perbedaan Erbakan dengan kebijakannya yang berorientasi ke Timur, sementara Erdogan ke Barat.”
“Begini: hubungan politik, ekonomi bahkan militer kami secara tradisionil terajut kuat dengan Barat. Tidak bisa diputus secara mendadak, sementara hubungan dengan Timur baru mulai dirintis. Selain itu keinginan Erdogan bergabung dengan Uni Eropa juga untuk menjamin kegiatan ekonomi masyarakat kami yang masih bergantung pada Eropa, serta untuk menghindari tekanan Barat pada pemerintahan.”
“Sebegitu seriuskah!” komentarku dengan nada heran.
“Sebagai contoh, sampai saat ini istri Presiden, istri PM atau pejabat lain tidak boleh masuk istana atau gedung pemerintahan, hanya karena mereka mengenakan jilbab. Juga Al-Qur’an tidak boleh diperdengarkan dalam acaraacara kenegaraan.”
“Ternyata masalah yang dihadapi umat Islam di Tur ki jauh lebih berat dibanding di negeriku,” komentarku dalam hati.
Usai sambutan dan pidato Abdullah Gul, ditampilkan kesenian tradisional Turki. Para pemuda bertubuh atletis tampil membawa senjata berupa celurit panjang yang menjadi senjata teradisional mereka. Para pemuda itu melempar-lemparkan celurit yang dipegangnya ke udara. Celurit itu berputar dan sebelum jatuh ke lantai ditangkap kembali dengan tangkasnya. Tiap orang menampilkan kebolehannya secara bergantian. Makin lama lemparannya semakin tinggi, dan tidak ada satupun Celurit yang terjatuh. Para penonton bertepuk tangan berulang-ulang mengagumi keterampilan yang mereka miliki.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-18): Ulang Tahun Yang Romantis
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-19): Ramadhan di Rantau
Pada bagian lain, para pemudi Turki, memakai kerudung dan memegang rebana, bergerak meliuk-liuk lemah gemulai. Para pemudanya terus melempar-lemparkan celurit dengan berbagai fariasi dengan tingkat kesulitan yang semakin tinggi. Seorang juri kemudian menetapkan sang pemenang, yaitu yang berhasil memainkan senjata paling sempurna. Kemudian diakhiri dengan perkawinan dengan gadis yang paling cantik, ditandai dengan prosesi pembukaan kerudung sang gadis ayu, sebagai simbul perkawinan.
“Luarbiasa! Pantas Turki dulu bisa menjadi super power!” komentarku memuji.
Ali yang duduk di sebelahku mendengar kekagumanku pada para pemuda yang baru saja menyelesaikan tugasnya.
“Tentara kami dulu memang sangat tangguh. Tapi kekuatan yang sesungguhnya bukanlah pada kekuatan fisiknya!” katanya sambil menngarahkan wajahnya ke arah wajahku.
“Lalu?” komentarku tak faham.
“Kekuatan Kesultanan Usmani terletak pada semangat spiritualnya. Semangat keagamaan tidak bisa dipisahkan dari Kesultanan sejak ia didirikan!”
Aku hanya mendengarkan penjelasan Ali, dan berharap lebih banyak lagi yang bisa ia sampaikan. Tampaknya ia tahu keingintahuanku yang dalam tentang spiritualitas yang ia maksud.
“Kalau Anda serius, Anda bisa melihatnya di Konya. Di sana murid-murid Maulana Jalaluddin Rumi masih mempraktikkannya.”
Acara resmi diisi dengan ceramah dan diskusi. Sebagian besar yang tampil adalah tokoh-tokoh Turki. Hanya beberapa yang datang dari Eropa dan Asia. Semangat untuk kembali ke nilai-nilai Islam sangat terasa. Tapi yang menarik, mereka tidak mengajak kembali ke masa Turki Usmani dulu. Mereka merumuskan nilai-nilai baru yang rasional dan modern. Termasuk bagaimana memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi. Mereka melihat semua kemajuan itu dengan kacamata positif.
Usai acara resmi, para peserta diajak berekreasi mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Istambul. Pertama kami diajak berkunjung ke Ayasofya. Dulu tempat ini merupakan gereja terbesar dan terindah, sehingga sangat dibanggakan oleh Bizantium. Setelah Istambul jatuh ke tangan umat Islam, ia diubah menjadi masjid. Sinan, seorang arsitek yang paling mashur ketika itu ditugaskan untuk mengislamkan Ayasofya. Ia kemudian membangunkan menara di empat sudutnya, membuatkan
kaligrafi di bagian dalamnya dan menghiasi berbagai dindingnya dengan ornamen-ornamen yang disebut Arabes. Sehingga, gereja terbesar di Romawi Timur ini berubah menjadi masjid yang megah dan indah. Model
yang kemudian mengilhami masjid-masjid dibangun berikutnya di Turki. Termasuk Masjid Biru yang sangat menawan dan terkenal itu, yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari Ayasofya.
Sebetulnya, sebutan yang benar adalah Hagia Sophia. Tapi, orang Turki menyebutnya Ayasofya yang diubah menjadi museum saat Kemal Attaturk berkuasa. Ayasofya dibangun oleh Kaisar Konstantine pada tahun 326, yang namanya kemudian diabadikan menjadi nama ibukota kekaisaran Bizantium yang sangat mashur saat dipimpinnya. Saat memasukinya aku memerhatikan dinding bagian atas, lukisan-lukisan bergambar Mariam dan Isa atau Yesus, berdampingan dengan kaligrafi Allah, Muhammad, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Sementara, pada bagian bawahnya tempat-tempat pembaptisan atau pancuran air berdampingan dengan mimbar tempat khatib memberikan khotbah atau tempat itikaf para pembesar Kesultanan.
Dengan berjalan kaki kami menuju Blue Mosque atau Masjid Biru. Sebetulnya masjid ini bernama Masjid Sultan Ahmet. Disebut Masjid Biru, karena ornament yang menghias di dalamnya didominasi oleh warna biru. Selain besar, masjid ini indah sekali. Bentuknya mirip dengan Ayasofya, dengan enam menara. Dan, inilah satu-satunya masjid di Turki yang memiliki enam menara. Para perancangnya tampaknya sengaja menggunakan arsitektur setempat sehingga berbeda sekali dengan
bentuk-bentuk masjid di Timur-Tengah. Kaligrafi yang dipadu dengan seni bentuk yang diadopsi dari bentuk daun dan bunga yang lazim disebut Arabes sangat halus dan rumit, sehingga melahirkan keindahan luar biasa.
Aku terpana menyaksikan warisan kemegahan dan keindahannya. Aku merasa seperti dalam mimpi. Aku langsung melakukan sujud syukur, dilanjutkan dengan shalat attahiyatul masjid dua rakaat. Aku sengaja memilih tempat di dekat mihrab. Aku berdoa semoga Muhammad Al Fatih dan para pejuang Islam yang membangun kota ini dan memberi kebanggaan bagi umat Islam mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya. Juga semoga Allah mengirim kembali para pejuang seperti mereka untuk
mengharumkan kembali Islam yang kini sedang tertindas. Tanpa terasa air mataku membasahi tempat sujudku.
Aku merasakan kenikmatan luar biasa saat berlama-lama sujud di tempat ini. Adakah ruh mereka masih berada di tempat ini? Wallahu ‘alam. Masjid ini tampak lebih indah lagi saat hari menjelang senja ketika lampu-lampu yang meneranginya dinyalakan.
Wajah Sultan Abdul Hamid yang menjadi sultan terakhir dengan matanya yang sayu seperti berkelebat di mataku. Walaupun dengan penuh kegigihan dan kesabaran berusaha sekuat tenaga mempertahankan kesultanan yang menjadi simbol umat Islam ini, akhirnya ia harus menyerah juga. Jatuhnya Kesultanan Turki akibat kombinasi tekanan penjajah Perancis dan Inggris yang menggunakan kekuatan bersenjata, yang dalam waktu bersamaan memprovokasi etnis-etnis setempat untuk memberontak kepada pemerintah Istambul. Juga tekanan dari tokoh-tokoh Zionis yang ingin membangun negara Israel di tanah Palestina. Hertzl, si tokoh gerakan Zionis, pernah menawarkan harta dalam jumlah sangat besar kepada Sultan Abdul Hamid, dengan imbalan orang-orang Yahudi diizinkan membangun pemukiman di tanah Palestina, tapi ditolaknya mentah-mentah.
Pada saat yang sama, Sultan Abdul Hamid juga menghadapi para penghianat Istana yang pernah aku baca dari catatan hariannya, kini terasa dukungan Barat.Kesedihan bercampur kekecawaannya konsep penyatuan umat Islam. Di antara tokoh yang lebih hidup dan bermakna. Ia berhasil merumuskan menjadi propagandisnya adalah JAmiluddin al-Afghani. Kesungguhan semangatnya dibuktikan bukan hanya penyatuan dalam arti ide, tapi juga penyatuan fisik. Ia berhasil membangun jalan kereta api yang menghubungkan Istambul, Damaskus, Amman sampai ke Madinah. Namun, obsesinya untuk menyatukan dunia Islam akhirnya rontok di tengah jalan.
Kesedihan Sultan Abdul Hamid juga muncul ketika melihat kenyataan bahwa semangat kebangsaan yang muncul mengalahkan semangat keagamaan, dan hal ini membuat retak, bahkan pecahnya, persatuan umat. Hal ini merupakan salah satu sebab yang cukup penting bagi rontoknya Kesultanan Turki Usmani. Lorents of Arabia, orang Inggris yang memprovokasi suku-suku Arab untuk melawan dan memisahkan diri dari pemerintah pusat di Istambul dengan liku-liku perjuangannya, cukup sukses menjalankan misinya. Ia dianggap pahlawan baik bagi orang Eropa, maupun bangsa Arab, sehingga kisahnya bagai legenda yang diterbitkan dalam bentuk buku atau film.
Setelah Kesultanan Turki Usmani jatuh, tidak ada lagi negara Islam yang kuat yang diperhitungkan Barat, Dalam waktu yang bersamaan tiba-tiba umat Islam berada dalam keadaan tidak berdaya di bawah belenggu penjajahan negara-negara Barat. Inggris, Perancis, Italia, Belanda, Spanyol dan Portugis mengkapling-kapling dan membagibagi di antara mereka negara-negara Islam. Kemudian pada saat mereka harus mundur karena tidak tahan menghadapi perlawanan umat Islam, mereka melepaskan jajahannya dalam bentuk negara-negara kecil yang saling bertentangan.
Aku berjalan mundur saat meninggalkan tempat yang menggetarkan jiwaku dengan sebuah getaran misterius. Semangatku, bercampur dengan kemarahan, bergelora dalam dada. Aku meninggalkan Blue Mosque sambil terus bergerak mundur seolah tak rela untuk melepasnya. Istana Topkapi yang megah dan indah berada tidak jauh dari tempat ini. Istana tersebut ditempati oleh para sultan Turki sekaligus sebagai pusat pemerintahan selama empat abad sejak Sultan Muhamad Alfatih menaklukkan Konstantinopel. Posisinya sangat strategis, di ketinggian
bukit yang berada di tepi laut di antara Bosphorus dan Marmara. Sehingga, dari tempat ini kita bisa melihat kapal yang lalu-lalang melewati keduanya.
Bekas istana itu juga sudah diubah menjadi museum untuk menyimpan berbagai peninggalan Kesultanan Turki Usmani. Aku memasukinya melewati gerbang perhiasan para sultan atau permaisuri, seperti pakaian utama yang diberi nama Bab-i-Humayun. Berbagai kebesaran, mahkota, singgasana, tempat tidur sampai peralatan perangnya, dapat dilihat ditempat ini. Salah satu peninggalan yang sangat mengesankan adalah kain penutup kuburan Nabi Muhammad di Madinah, yang disulam dengan menggunakan benang emas yang dipadu dengan berbagai permata yang sangat indah. Kelambu sumbangan Sultan Muhammad I itu dibawa kembali ke Istambul setelah Madinah dan Makkah tidak lagi berada di bawah pemerintahan Turki Usmani.
Usai mengelilinginya, kami diajak makan siang di bagian Istana yang menghadap ke selat Bosporus. Selat ini membelah Istambul bagian Asia dengan Istambul Eropa, tapi sekaligus sebagai penghubung Laut Hitam dan Laut Marmara. Dari tempat ini tampak kapal yang berlalu lalang melewatinya. Jembatan gantung yang menghubungkan kedua bagian kota, sekaligus merupakan jembatan pertama yang menghubungkan Benua Asia dan Eropa, juga tampak jelas. Salah satu jembtan terpanjang di dunia ini sebenarnya diberi nama Jembatan Attaturk, tapi orang lebih mengenalnya dengan sebutan Jembatan Bosphorus. Sungguh tempat yang sangat menakjubkan. Pasti penguasa saat itu memilih tempat ini dengan pertimbangan yang sangat cermat. Aku memesan sis kebab kesukaanku. Aku ingin merasakannya di tempar asalnya. Ternyata lebih enak dari pada sis kebab biasa kumakan di restoran milik Mustafa.
Sebelum kembali aku dan kawan-kawan diajak mengunjungi Grand Bazar atau Pasar Agung yang sangat luas peninggalan Kesultanan Turki. Lengkungan lengkungannya yang unik sangat mempesona. Banyak kawan yang tersesat, karena bentuknya sama dan sangat luas. Berbagai cindera mata seperti karpet, terompah lama, pas bunga dari tembaga dengan berbagai ukuran, atau topi tarbus merah yang dulu menjadi identitas orangorang Turki, dapat dibeli di tempat ini. Aku tidak tertarik untuk membeli suvenir apa pun. Aku hanya berjalan-jalan untuk melihat-lihat. Tiba-tiba mataku terperangkap pada sebuah lukisan di galeri kecil yang terletak di ujung jalan. Wajahnya anggun dan berwibawa dengan sorban besar.
“Gambar wajah siapa ini,” tanyaku pada penjaga galeri.
“Oh, inilah salah satu Sultan yang sangat dihormati, bukan saja oleh orang-orang Turki tapi juga oleh umat Islam seluruh dunia,” katanya bernada bangga.
“Siapa namanya?” kejarku.
“Muhammad Al Fatih,” jawabnya mantap.
“Berapa harganya?” tanyaku spontan.
Aku sangat tertarik pada lukisan itu. Akan kupajang di ruanganku, agar spiritnya menular ke dadaku. Paling tidak setiap melihat matanya, akan memotivasi semangat belajarku yang sering naik-turun. Setelah aku konversi ke euro harga yang diberikan ternyata cukup pantas. Hanya sekitar 150 euro. Rasa senangku membuat aku tidak kuasa menawarnya, meskipun pengantarku mengingatkan agar aku pandai-pandai menawar di tempat ini kalau tidak ingin tertipu. Gambar kemudian dilepas, digulung dan dimasukkan ke dalam sebuah pipa kertas.
(Bersambung…..)
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ![]()
Related Posts

Setahun Rezim Prabowo, Perbaikan atau Kerusakan Menahun?

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri

Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global

Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama

Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan

Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum

Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah

Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas

Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan




สล็อตxoSeptember 16, 2023 at 4:37 pm
… [Trackback]
[…] Find More here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
click the following web pageNovember 12, 2023 at 3:40 am
… [Trackback]
[…] Here you can find 17788 additional Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
Samui muay thaiJanuary 19, 2024 at 8:55 am
… [Trackback]
[…] There you will find 90567 additional Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
ข้อมูลเกี่ยวกับบริษัท Ask me betFebruary 5, 2024 at 6:36 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
วิเคราะห์บอลวันนี้February 17, 2024 at 10:52 pm
… [Trackback]
[…] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
kurvana vape penJune 6, 2024 at 5:14 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
เครื่องพ่นหมอกควันJune 10, 2024 at 5:50 am
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
ขายส่งยาJuly 9, 2024 at 6:31 am
… [Trackback]
[…] Read More on on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
researchJuly 15, 2024 at 1:49 am
… [Trackback]
[…] Read More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
SpinsoftAugust 25, 2024 at 6:02 am
… [Trackback]
[…] Read More here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
เล่นสล็อต Skywind ดียังไงSeptember 27, 2024 at 5:36 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
sexy-goldNovember 11, 2024 at 11:01 am
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
you can look hereDecember 2, 2024 at 7:49 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]
tga168December 12, 2024 at 10:23 am
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/novel-muhammad-najib-safariseri-20-gemulai-gadis-turki/ […]