Oleh : Anton Permana
(Tanhana Dharma Mangruva Institute)
Hilangnya rasa malu, hilangnya moralitas bagi para penyelenggara pemerintahan, isyarat awal akan runtuhnya sebuah negara.
Moralitas adalah benteng lapisan terdalam dalam tindak perilaku seorang manusia dalam hal konsistensi dirinya dalam nilai kebaikan. Antara perilaku baik dan buruk.
Sedangkan rasa malu, adalah lapisan benteng terluar dari tindak perilaku seorang manusia dalam melakukan antara kebaikan dan keburukan. Makanya apabila dua hal ini hilang, maka prilaku manusia itu tak akan jauh berbeda dengan perilaku binatang dan penjahat.
Ketika rasa malu ini hilang, maka tak ada lagi rasa malu untuk berkata bohong, rasa malu untuk berkhianat, rasa malu untuk korupsi, rasa malu untuk mendapatkan rumah mewah, mobil mewah dari uang haram, rasa malu untuk tidak amanah, rasa malu untuk berpenampilan wah padahal digaji rakyat, rasa malu pada diri sendiri, pada keluarga, pada lingkungan dalam melakukan kemaksiatan dan kemungkaran.
BACA JUGA :
Ada yang kaya setelah jadi pejabat, ada yang dapat uang dari sogokan jual beli kewenangan, ada yang dapat jabatan juga karena jual akidah dan sogokan, ada juga yang menang pemilu-pilkada-pilpres dari cara curang. Bahkan ada yang jual pasal Undang-Undang, jual baju seragam, jual akidah, dan banyak lagi dimana semua itu mereka lakukan tanpa rasa malu lagi. Bahkan dilakukan dengan rasa bangga.
Lihatlah ketika UU Omnibus Law diketok palu pada tengah malam. Lihatlah pengesahan suara Pilpres/Pemilu tengah malam, lihatlah saat para petugas menggebuk rakyat dengan peralatan yang dibeli dari uang rakyat, lihatlan berapa banyak UU yang merugikan kedaulatan bangsa, memiskinkan rakyat. Semua dilakukan tanpa rasa malu, UU disahkan dengan gembira.
Hilangnya rasa malu, juga bukti tak ada lagi nurani pembatas antara haq dengan yang batil. Rasa malu hilang, berarti moralitas sudah tidak ada lagi. Yang ada hanya nafsu kepentingan, apakah itu harta, jabatan, dan syndrom kekuasaan ideologis.
Jadi wajar, ketika ada yang menggelorakan sebuah gerakan moral seperti KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), mereka tak paham alias nggak nyambung. Karena gerakan moral hanya bisa dipahami oleh orang yang bermoral. Yaitu : orang yang tahu akan dampak sebuah kebijakan politik yang merugikan dan menyengsarakan rakyat, orang yang tidak mau berkhianat, orang-orang yang masih peduli akan nilai kebaikan dan mencoba mencegah kemungkaran dengan sekuat daya dan tenaganya.
Runtuhnya rasa malu, akibat runtuhnya moralitas. Manusia tak bermoral akan selalu mendatangkan kerusakan dan kehancuran. Secara konsepsi agama, manusia seperti ini pasti akan mendapatkan balasan dan azab setimpal di akhirat kelak. Secara konsepsi kehidupan sosial, akan mendapat cemoohan, hujatan, sumpah serapah dari rakyat atas ulah dan perilakunya.
Seorang hakim tak malu lagi mengeluarkan putusan sidang di luar azas kebenaran. Seorang pejabat dan petugas negara tak malu lagi menumpuk harta, menyiksa masyarakat, memeras rakyat dan menindas para pejuang kebenaran demi jabatannya.
Seorang politisi, pengusaha, pers, tanpa rasa malu menjual dirinya pada kekuasaan demi uang dan fasilitas proyek. Seorang akademisi, pengacara, tokoh agama, ormas sampai pejabat negara tak malu lagi menjual diri dan mengadaikan amanahnya demi dekat dengan penguasa agar dapat dukungan finansial dan fasilitas kekuasaannya.
Semua akan hancur, semua akan runtuh, akibat rusaknya moralitas dan hilangnya rasa malu untuk berbuat maksiat.
Tapi yakinlah, kondisi kesewenang-wenangan ini tidak akan berjalan lama. Karena perlawanan dari rakyat akan segera muncul. Ketika hak dan kehidupannya dirampas. Bahkan untuk hidup layakpun seolah tak bisa lagi. Rakyat dimiskinkan semiskin-miskinnya agar lemah tak berdaya sehingga rakyat menjadi pesimis dan terpaksa ikut saja apa kata penguasa. Persis dan murni gaya pemerintahan komunis. Rakyat wajib dilemahkan agar pemerintah kuat.
Kapan ini akan berakhir ? Jawabannya ada pada rakyat. Sampai kapan rakyat mau ditindas dan diintimidasi. Sampai kapan mau dikekang oleh sihir indah kekuasaan. Jawabannya ada pada rakyat. Karena secara konstitusi, negara ini berkedaulatan rakyat.
“Bangkit atau Punah !”
Salam Indonesia Jaya !
Yogjakarta, 7 Oktober 2020
Tags:Related Posts
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Quo Vadis Kampus Era Prabowo
Habib Umar Alhamid: Prabowo Berhasil Menyakinkan Dunia untuk Perdamaian Palestina
Api di Ujung Agustus (Seri 29) – Jejak Operasi Tersembunyi
Api di Ujung Agustus (Seri 28) – Jantung Garuda Di Istana
Api di Ujung Agustus (Seri 27) – Jalur Rahasia Wiratmaja
Kelemahan Jokowi
Api di Ujung Agustus (Seri 26) – Bayangan Dalam Istana
try these outOctober 24, 2024 at 9:33 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/runtuhnya-moral-dan-rasa-malu-awal-runtuhnya-negara/ […]
สล็อตเว็บใหญ่ มั่งคงปลอดภัยDecember 19, 2024 at 3:07 pm
… [Trackback]
[…] Find More to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/runtuhnya-moral-dan-rasa-malu-awal-runtuhnya-negara/ […]
online chatJanuary 18, 2025 at 4:11 pm
… [Trackback]
[…] Find More on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/runtuhnya-moral-dan-rasa-malu-awal-runtuhnya-negara/ […]