Oleh : SUROTO
Anggota AKSES, Penulis Buku ” Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme”
Nasib buruh di Indonesia ini dari dulu tidak pernah berubah. Gajinya mentok dibatasi Upah Minimum. Namanya boleh berganti ganti, dari Upah Minimum Propinsi (UMP) jadi Upah Minimum Regional (UMR) atau apalagi. Jatuhnya namanya tetap upah yang dibatasi. Dibatasi oleh pemerintah yang tentu dikompromikan dengan para pengusaha dan elit buruh.
Setiap tahun buruh selalu berdemonstrasi dengan tujuan satu : meminta kenaikan UMP atau UMR. Padahal begitu UMP atau UMR nya naik tentu sebabkan inflasi. Kenaikan harga harga secara umum langsung terjadi. Jadi gaji buruh naik angkanya tapi daya belinya tetap. Atau bahkan jika inflasi tak terkendali malahan rugi.
Maksudnya begini, jika sebelum gaji naik itu besarnya 2 juta rupiah per bulan dapat untuk beli beras sekwintal setengah, tapi karena inflasinya jadi 10 persen maka beras sekwintal tak lagi terbeli dengan UMR yang sudah naik 5 persen.
Kenapa hal tersebut bisa terjadi?. Dikarenakan inflasi yang salah satunya disumbang oleh kenaikan UMR atau UMP. Jadi UMP atau UMR naik berkejar kejaran dengan kenaikan harga. Gaji terlihat naik, tapi nasib buruh tetap saja menderita.
Bagaimana dengan pengusaha ? Mereka tentu tak masalah. Jika UMR atau UMP naik sama dengan inflasi, mereka tidak rugi. Masalah buat mereka itu jika UMR atau UMP naik lebih besar dari inflasi, sebab akan menggerus keuntungan mereka. Tapi tidak ada pengusaha yang menetapkan harga jual barang dan jasa mereka itu di bawah harga pokok produksi mereka. Mereka tetap saja terapkan harga penjualan agar untung.
Lagi lagi tetap buruh yang buntung jika inflasi naik tak terkendali. Apalagi jika komponen kenaikan barang penyebab inflasi itu adalah barang barang kebutuhan sehari hari atau yang paling banyak mereka keluarkan. Makanya banyak buruh mengeluh kenapa kok gaji naik tapi harga semakin tak terjangkau.
Dampak lain dari kebijakan kenaikan UMR atau UMP itu juga buat mereka para petani, perajin, peternak dan nelayan kecil itu semakin berat hidupnya. Sebabnya apa? Sebab untuk menjaga inflasi Pemerintah yang berkompromi dengan para konglomerat mafia kartel kapitalis pangan terutama, mereka menekan harga jual produk mereka.
Contohnya adalah harga beras atau Tembakau untuk pabrik rokok. Pengusaha akan lakukan kebijakan yang istilah ilmiahnya adalah transfer cost, pengalihan biaya. Kalau dalam bahasa rakyatnya adalah membebankan biaya ke rakyat kecil alias lakukan penindasan ke rakyat kecil karena inflasi.
Untuk pemerintah tujuanya agar inflasi tetap stabil. Agar kekuasaan tetap dapat mereka pertahankan. Bagi pengusaha dilakukan untuk menekan biaya produksi biar cuan tetap neaar. Bagi petani, peternak, nelayan yang juga keluarga mereka para buruh di kota adalah kesialan.
Nah, kalau memang para elit buruh itu tidak bohong telah berkongkalikong dengan pejabat dan pengusaha, semestinya yang perlu diperjuangkan itu seharusnya adalah Batas Rasio Gaji Tertinggi Dan Terendah Untuk Buruh dan Presiden Direkrur Perusahaan. Kalau disingkat namanya mungkin jadi BRGTTUBPDP.
Apa itu BRGTTUBPDP? adalah batasan antara gaji tertinggi dan terendah dari buruh dengan jabatan terendah hingga tertinggi. Bahasa gampangnya adalah gaji Office Boy( OB) dan Presiden Direktur di satu perusahaan itu dibatasi perkalianya. Misalnya, gaji OB itu 2 juta sebulan maka gaji Presiden Direkturnya jika diatur pakai Undang Undang BRGTTUBPDP itu maksimal 5 kali maka gaji Presiden Direktur itu tidak boleh lebih dari 10 juta.
Kalau yang diterapkan itu adalah batas rasio gaji tersebut maka akan adil untuk buruh dan juga pengusaha baik untuk para petani, peternak, perajin, nelayan kecil. Tidak seperti sekarang ini, dimana gaji buruh dan Presiden Direktur itu di satu perusahaan yang sama ada yang sampai 2.200 kali lipat. Bahkan ini terjadi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang katanya seakan akan milik rakyat itu.
Masalahnya saya yakin para Presiden Direktur itu pasti akan komplain. Sebab kalau gaji dibatasi demikian maka mereka akan sulit sekali mendapatkan kenaikan gaji karena setiap dia naikkan satu rupiah di bawah otomatis musti naik. Apalagi kalau selama ini perusahaan tersebut jabatan elitnya dijabat oleh keluarga pemilik perusahaan atau bahkan mereka sendiri. Pasti mereka langsung mabuk.
Kenapa sebetulnya selama ini gaji buruh itu sulit naik dan nasib hidupnya tetap kembang kempis terus ? salah satu sebabnya karena para Presiden Direktur dan elit manajemen mereka itu selama ini juga bekerja menjadi antek kepentingan juragan, pemilik perusahaan dan bukan untuk membela nasib buruh. Mereka itu mendapat gaji besar dan fasilitas luar biasa karena mereka telah berhasil menekan gaji buruh dan paksa habis habisan buruh agar berikan keuntungan besar untuk pemilik perusahaan.
Jadi perlu dicek, kenapa kok selama ini sistem penggajian adil berdasar sistem rasio gaji itu tidak pernah diperjuangkan dalam demonstrasi buruh. Para buruh musti waspada, jangan sampai elit elitnya ada yang terus memainkan peranan sebagai antek pemilik perusahaan dan berkongkalikong dengan pemerintah. Coba cek, apakah mereka ada yang sudah jadi Komisaris BUMN ? hidup mewah mewahan ?. Cek cek lagi.
Menurut saya, sistem UMR atau UMP itu bukan penerapan Ekonomi Pancasila, ekonomi Gotong Royong. Ini adalah praktek sistem kapitalisme menindas dan memeras rakyat kecil baik buruh, petani, nelayan, perambak, perajin dan lain sebagainya. Dalam praktek sehari hari kita hari ini adalah praktek ekonomi kapitalis, dimana yang kuat memeras dan menindas yang lemah. Apakah kita akan terus begini?
Jakarta, 11 Juli 2023
EDITOR: REYNA
Related Posts
Dalam Semangat Sumpah Pemuda Mendukung Pemerintah dalam Hal Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Polri
Anton Permana dan Kembalinya Dunia Multipolar: Indonesia di Persimpangan Sejarah Global
Syahadah: Menjadi Saksi Dari Cahaya Yang Tak Bernama
Asap di Sekolah: Potret Krisis Moral Dalam Dunia Pendidikan
Presiden Prabowo Terima Pengembalian Rp13,5 Triliun dari Kejagung: Purbaya Datang Tergopoh-gopoh, Bikin Presiden Tersenyum
Api di Ujung Agustus (32) – Hari Cahaya Merah
Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas
Daniel M Rosyid: Reformasi Pendidikan
Budaya Kita Perwakilan Musyawarah, Mengapa Pilpres Mesti One Man One Vote
Keseimbangan Sistemik: Membaca Kritik Ferri Latuhihin Kepada Purbaya
Diyala/baqubah/university/universalNovember 14, 2024 at 1:56 pm
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/upah-minimum-buruh-dan-kebohongan-elit/ […]
rca77November 23, 2024 at 2:39 am
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/upah-minimum-buruh-dan-kebohongan-elit/ […]
sistem racireNovember 26, 2024 at 12:35 am
… [Trackback]
[…] Find More Information here on that Topic: zonasatunews.com/tokoh-opini/upah-minimum-buruh-dan-kebohongan-elit/ […]