JAKARTA – Polemik program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan publik setelah rentetan kasus keracunan menimpa sejumlah siswa di berbagai daerah. Badan Gizi Nasional (BGN) yang menjadi motor pelaksana program ambisius ini mengeluarkan ancaman keras: siapa pun yang lalai, termasuk pengelola dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), akan dipidanakan.
Ancaman itu seakan ingin menunjukkan ketegasan pemerintah. Namun di balik sorotan, Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini angkat suara dengan nada berbeda. Politikus Golkar ini tidak setuju kriminalisasi dijadikan jalan pintas. Ia menilai akar masalah bukan di lapangan, melainkan di tubuh BGN sendiri.
“BGN terlalu ambisi mengejar target kuantitas tetapi abai terhadap aspek kualitas dan keamanan pangan. Karena itu, saya menolak ada kriminalisasi terhadap SPPG yang bermasalah,” tegas Yahya.
Mengapa Yahya Menolak?
Menurut Yahya, langkah memidanakan pengelola dapur hanyalah cara mudah mencari kambing hitam. Faktanya, SPPG mayoritas berbentuk yayasan dengan kapasitas dan pemahaman sangat beragam tentang standar higienitas. Menghukum mereka tanpa memperbaiki sistem hanya akan menambah kegaduhan, bukan solusi.
Ia menekankan, BGN wajib memperbaiki tata kelola, standar operasional prosedur (SOP), serta memperketat pengawasan di lapangan. Tanpa itu, ancaman pidana hanya menimbulkan ketakutan, sementara kualitas makanan tetap rawan masalah.
“Perbaiki dulu sistem dan SOP-nya, lakukan pengawasan yang ketat di lapangan. Karena SPPG itu bentuknya yayasan, jadi sangat bervariasi kondisinya,” imbuhnya.
SPPG Jadi Korban Sistem yang Amburadul
Pernyataan Yahya mengandung pesan penting: SPPG hanyalah pelaksana di bawah, mereka mengikuti pola yang ditentukan BGN. Jika sistem di atas tidak rapi, dapur sekecil apa pun bisa menjadi titik lemah.
Apalagi BGN sudah menempatkan ahli gizi di setiap dapur MBG. Menurut Yahya, justru merekalah pihak pertama yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban ketika terjadi insiden keracunan.
Ia mendorong penghentian sementara dapur-dapur bermasalah untuk evaluasi, tetapi menolak menjadikan pidana sebagai alat penyelesaian utama. Bagi Yahya, lebih penting BGN bertanggung jawab penuh terhadap korban dan melakukan investigasi menyeluruh demi menemukan akar penyebab keracunan.
Sikap Pemerintah: Tutup Dapur Bermasalah, Perkuat Sanitasi
Pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, turut menegaskan bahwa keselamatan generasi penerus adalah prioritas. Zulhas menyampaikan instruksi Presiden: dapur SPPG bermasalah harus ditutup sementara, dilakukan investigasi, dan diperketat SOP.
Ia juga memerintahkan seluruh dapur MBG melakukan sterilisasi alat makan, memperbaiki sanitasi limbah, dan wajib memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Puskesmas dan unit kesehatan sekolah pun diminta aktif mengawasi dapur MBG.
Langkah-langkah ini terkesan responsif, tetapi lagi-lagi tidak menjawab kritik mendasar Yahya Zaini: apakah sistem BGN sendiri sudah solid?
BGN Mengancam, DPR Mengingatkan
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan pihaknya siap memproses hukum siapa pun yang terbukti lalai. Jika ada bukti makanan sengaja tercemar zat berbahaya, tidak ada kompromi: pemilik dapur hingga pengelola bisa dipidanakan.
Namun sudut pandang DPR lewat Yahya Zaini berbeda. BGN dianggap lebih sibuk membagi ancaman ketimbang membenahi dapur sendiri. Kritik ini mencerminkan kegelisahan: jangan sampai program besar yang menyangkut gizi jutaan anak bangsa justru menjadi ladang ketakutan bagi pelaksana di bawah.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Kita bisa melihat polemik ini dari dua sisi:
Versi BGN – Ancaman pidana adalah bentuk ketegasan untuk memastikan kualitas makanan. Pesannya jelas: jangan main-main dengan keselamatan anak bangsa.
Versi Yahya Zaini – Ancaman pidana hanya menutupi kelemahan tata kelola. Jika sistemnya rapuh, maka siapapun pelaksana akan berpotensi terjerat. Harusnya yang diperbaiki adalah hulu, bukan hanya menekan hilir.
Di sinilah publik harus kritis: siapa sesungguhnya yang paling bertanggung jawab? BGN sebagai perancang dan pengawas, atau SPPG yang hanya melaksanakan?
Menimbang Jalan Tengah
Program MBG adalah proyek raksasa dengan cita-cita mulia. Tetapi setiap insiden keracunan menunjukkan ada retakan serius dalam implementasi. Ancaman pidana mungkin terdengar garang, namun tanpa pembenahan sistemik, masalah tidak akan berhenti.
Suara Yahya Zaini mengingatkan kita: jangan buru-buru menuding yang di bawah, sebelum yang di atas berani membenahi diri.
Apakah pemerintah akan mendengar kritik DPR ini, atau tetap menebar ancaman pidana? Waktu yang akan menjawab.
EDITOR: REYNA
Related Posts
Runtuhnya Bangunan Al Khoziny Masuk Berita Internasional
Rektor Universitas Diponegoro, Memberikan Stadium General pada acara Pelantikan Pengurus HMI Korkom UNDip
Dugaan Mega Korupsi Rp 285 Triliun di Pertamina Perkapalan: CERI Desak Kejagung Usut Tuntas “Tiga Pintu” Pertamina
Kejahatan Hukum di Balik Solusi Dua Negara
Api Diujung Agustus (Seri 19) – Pembersihan Internal Garuda Hitam
Anton Permana: Stop Kriminalisasi Tokoh Bangsa, Dari Roy Suryo hingga Abraham Samad
Membangun Surabaya, Waqaf sebagai Alternatif Pembiayaan
Mualim Balas Bobby: 1.000 Ekskavator Sumut di Aceh Siap Dipulangkan
Wakil Ketua Komisi IX DPR Yahya Zaini Apresiasi Kinerja BLK Medan, Dorong Peningkatan SDM Siap Kerja
Razia Plat Aceh di Sumut: Apa Maunya Gubernur Bobb Nasution?
No Responses