JAKARTA — Serentetan kasus keracunan siswa yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuat kalangan legislatif mulai mendesak pemerintah melakukan evaluasi serius. Salah satunya datang dari Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, yang menilai sistem dapur besar berbasis yayasan perlu dirombak menjadi model “school kitchen”, atau dapur di lingkungan sekolah yang dikelola langsung oleh pihak sekolah bersama komite orang tua.
“Banyaknya kasus keracunan menunjukkan ada masalah serius di sistem dapur massal MBG. Perlu dipikirkan alternatif agar sekolah bisa mengelola langsung makan bergizi bagi siswanya,” ujar Yahya, Rabu (22/10/2025).
Menurut politikus Partai Golkar ini, dapur di lingkungan sekolah jauh lebih menjamin kebersihan, keamanan pangan, dan kesesuaian menu dengan selera anak-anak. Selain itu, keterlibatan sekolah dan komite orang tua dianggap mampu menciptakan pengawasan yang lebih ketat dan akuntabel.
“Kalau dikelola di sekolah, mereka sudah tahu selera anak-anaknya. Higienitasnya pun lebih bisa dipantau setiap hari,” lanjut Yahya.
Dua Jalur Pengelolaan: Yayasan dan Sekolah
Yahya menyebut, sistem dapur massal berbasis yayasan yang selama ini berjalan tidak harus dihapus, tetapi dijalankan berdampingan dengan model baru. Artinya, program MBG bisa dikelola melalui dua jalur:
-
Yayasan atau SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) seperti sistem yang ada sekarang; dan
-
School kitchen di sekolah yang dianggap siap secara sarana dan SDM.
“Intinya bukan mengganti, tetapi memperluas pilihan. Sekolah yang mampu bisa mengelola sendiri agar lebih dekat dan terpantau,” tegas Yahya.
Respons terhadap Usulan Abdul Mu’ti
Usulan konsep school kitchen pertama kali disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, yang menilai skema tersebut lebih realistis dan berkelanjutan. Ia menyebut, penerapan sistem dapur sekolah sangat mungkin dilakukan asalkan jumlah penerima MBG per sekolah sudah ditetapkan dan dapur memenuhi standar tertentu.
“Saya sudah menyampaikan ide ini ke Kepala Badan Gizi Nasional (BGN). Prinsipnya memungkinkan, asal standardisasi dapur dan jumlah murid sudah jelas,” ujar Mu’ti saat kunjungan kerja di Mataram, dikutip dari DetikBali.
Efek Kasus Keracunan Jadi Momentum Evaluasi Nasional
Sejumlah kasus keracunan siswa di berbagai daerah — termasuk 232 siswa TK hingga SMA di Maluku — menjadi alarm keras bagi pelaksana program MBG. DPR menilai momentum ini harus digunakan pemerintah untuk mengubah sistem pengelolaan gizi anak sekolah menjadi lebih manusiawi dan berbasis komunitas lokal.
Program MBG sejatinya bertujuan mulia, yaitu memastikan setiap anak sekolah mendapatkan asupan gizi seimbang. Namun, tanpa manajemen dapur yang baik dan sistem distribusi yang higienis, program ini justru bisa menjadi bumerang bagi kesehatan siswa.
“MBG adalah ide bagus, tapi harus dikelola dengan benar. Jangan sampai program yang dimaksudkan menyehatkan justru membahayakan,” tutup Yahya.
Analisis Redaksi
Usulan “school kitchen” yang kini mengemuka mencerminkan pergeseran paradigma — dari proyek logistik besar berbasis vendor, menuju sistem desentralisasi gizi berbasis sekolah. Jika diimplementasikan dengan baik, ide ini bukan hanya solusi atas masalah higienitas, tetapi juga bisa memperkuat pendidikan karakter, partisipasi masyarakat, dan kemandirian pangan di level sekolah.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Jihad Konstitusi Kembali ke UUD 18/8/1945

Ada Pengangkutan Belasan Ton Limbah B3 Asal Pertamina Tanjunguban dengan Tujuan Tak Jelas

Lho Kok Hanya Peringatan Keras…?

Yahya Zaini: Tidak Ada Instruksi DPP Golkar Untuk Laporkan Pembuat Meme Bahlil

Menjadi Santri Abadi

Pendemo Desak KPK Periksa Ketua Komisi VIII DPR RI Terkait Skandal Kuota Haji 2024

Pengamat P3S Jerry Massie Ungkap Demi Selamatkan Golkar, Bahlil Didesak Mundur

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Prof. Djohermansyah Djohan: Serapan Anggaran Daerah Rendah Bukan Karena Kelebihan Uang Tapi Karena Sistem Yang Lambat

Trump Diprotes Karena Menghancurkan Gedung Bersejarah



No Responses