JAKARTA – Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November hingga awal Desember 2025 menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Di tengah situasi darurat tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, tampil menjadi salah satu suara paling keras yang mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk bergerak cepat, terstruktur, dan terkoordinasi dalam memberikan layanan kesehatan bagi para korban.
Sorotan utama Yahya tertuju pada kondisi para balita dan lansia di Kabupaten Bireuen, Aceh, yang mulai jatuh sakit setelah berhari-hari berada di pengungsian. Kondisi minim fasilitas, kurangnya air bersih, dan kurangnya pasokan obat-obatan dinilai menjadi faktor yang mempercepat munculnya penyakit pascabanjir seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit, dan risiko demam berdarah.
“Kemenkes harus segera kirim dokter, nakes, dan obat-obatan ke Aceh. Mereka harus diturunkan untuk membantu warga yang terkena musibah. Waspadai penyakit pascabanjir, utamakan lansia dan anak-anak,” tegas Yahya Zaini dalam pernyataannya di Jakarta.
Seruan Respons Cepat Kemenkes
Menurut Yahya, pola penanganan kesehatan di tengah bencana harus mengedepankan kecepatan dan kesiapsiagaan. Ia menilai bahwa instansi kesehatan daerah telah bekerja keras, tetapi situasi bencana berskala besar membutuhkan dukungan langsung dari pemerintah pusat. Kemenkes, kata dia, memiliki sumber daya yang jauh lebih besar dan harus mampu menggerakkan tenaga kesehatan antarwilayah, terutama saat daerah terdampak kewalahan.
“Siapkan rumah sakit dan puskesmas untuk merawat mereka yang sakit. Pastikan stok obat-obatan memadai. Jangan sampai para korban menunggu terlalu lama untuk mendapatkan layanan kesehatan,” ujarnya.
Yahya juga meminta Kemenkes membentuk posko-posko kesehatan di titik-titik pengungsian agar akses warga lebih mudah. Dalam situasi darurat, keberadaan posko kesehatan di dekat pemukiman sementara dapat menjadi penyelamat nyawa, terutama bagi kelompok rentan.
Usulan Pembentukan Satgas Nakes Tanggap Bencana
Salah satu poin paling penting dari pernyataan Yahya adalah usulannya agar Kemenkes membentuk Satgas Nakes Tanggap Bencana, sebuah unit yang bertugas melakukan pengiriman tenaga kesehatan secara cepat dan terkoordinasi ke daerah terdampak bencana di seluruh Indonesia.
Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan risiko bencana yang sangat tinggi: gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, erupsi gunung api, hingga kebakaran hutan. Karena itu, kehadiran satgas khusus yang beranggotakan dokter, perawat, tenaga gizi, psikolog, dan tenaga kesehatan lingkungan adalah kebutuhan mendesak.
“Saya mengusulkan Kemenkes punya satgas tanggap bencana sehingga selalu siap siaga kalau ada bencana di mana pun di Tanah Air ini,” jelas Yahya.
Ia menambahkan bahwa satgas ini harus diperlengkapi dengan sistem logistik yang mampu mengirim obat, peralatan medis dasar, dan perlengkapan darurat lainnya dalam waktu singkat. Pendekatan semacam ini, menurutnya, dapat mempercepat penanganan korban dan mengurangi angka kesakitan di wilayah terdampak.
Kondisi Pengungsi di Bireuen Mulai Memburuk
Desakan Yahya sejalan dengan laporan terbaru dari lokasi pengungsian di Masjid Jamik Al-Istiqamah, Ulee Tutue, Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen. Para pengungsi menempati masjid dengan kondisi terbuka tanpa dinding. Cuaca lembab, minim ventilasi, dan kurangnya air bersih menjadi kombinasi yang memicu penyakit.
“Sejumlah pengungsi, terutama lanjut usia dan balita, mulai sakit,” kata Saiful Amri, Keuchik Lhok Nga, saat melaporkan kondisi warganya.

Tim SAR mengevakuasi guru dan pelajar yang terjebak banjir di Pidie Jaya, Jumat (28/11/2025). ANTARA/HO-Humas BPBD Banda Aceh
Ratusan warga mengungsi dari berbagai desa—Lhoknga, Blang Panjoe, dan Tingkeum Manyang—ke masjid tersebut. Di bagian belakang masjid, berdiri dapur umum sementara, tetapi operasionalnya terkendala pemadaman listrik dan sulitnya akses logistik.
“Selain kesehatan, kebutuhan balita seperti susu masih minim. Kami berharap segera mendapatkan bantuan,” ujar Saiful.
Situasi tanpa dinding membuat pengungsi terpapar angin malam dan cuaca dingin. Sementara itu, ketersediaan air bersih sangat terbatas karena instalasi air tidak dapat berfungsi selama listrik padam. Kondisi ini memperburuk risiko penyakit menular, terutama pada balita yang sistem imunnya lebih lemah.
Koordinasi Nasional Jadi Kunci
Yahya Zaini menekankan bahwa penanganan semacam ini tidak bisa hanya mengandalkan dinas kesehatan daerah. Kementerian Kesehatan perlu membangun koordinasi nasional yang kuat dengan pemerintah daerah, rumah sakit daerah, puskesmas, organisasi kemanusiaan, dan unit-unit SAR.
Menurutnya, prioritas pada pemeriksaan kesehatan massal, terutama di tempat pengungsian, adalah hal yang tidak bisa ditunda. Penyakit yang tidak segera ditangani bisa berkembang cepat di lingkungan padat dan lembab.
“Cek kesehatan semua warga yang terdampak bencana. Koordinasikan dengan dinas daerah, rumah sakit, dan puskesmas-puskesmas. Siapkan posko-posko kesehatan di tengah-tengah masyarakat yang terkena bencana,” tegasnya.
Yahya juga mendorong agar setiap rumah sakit daerah menyiapkan ruang tambahan untuk menampung potensi lonjakan pasien, serta memastikan obat-obatan untuk penyakit umum pascabanjir tersedia dalam jumlah cukup.
Respons Pemerintah Diharapkan Lebih Sistematis
Desakan Yahya Zaini tidak sekadar merespons kejadian sesaat, tetapi menyoroti perlunya perubahan sistemik dalam manajemen bencana bidang kesehatan. Ia menilai bahwa selama ini koordinasi lintas instansi belum cukup cepat dalam menghadapi situasi serba mendesak.
Dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana, Yahya menilai bahwa pembentukan satgas kesehatan tanggap bencana akan menjadi langkah strategis untuk memperkuat perlindungan masyarakat.
Ia juga mendorong agar Kemenkes memperbaiki sistem pemetaan risiko kesehatan berbasis wilayah bencana sehingga setiap daerah memiliki panduan operasional standar yang jelas dalam menghadapi krisis.
Bertambahnya jumlah korban sakit di pengungsian dan terbatasnya fasilitas kesehatan menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk bergerak cepat. Seruan Yahya Zaini sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR menegaskan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat di daerah bencana harus menjadi prioritas nasional.
Dengan usulan pembentukan Satgas Nakes Tanggap Bencana, Yahya tidak hanya menyoroti keadaan darurat di Aceh dan Sumatera, tetapi juga menawarkan solusi jangka panjang bagi penanganan bencana di masa mendatang.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Kepemimpinan Prabowo = Jokowi Jilid 3

Yahya Zaini, Wakil Ketua Komisi IX DPR: Pengawasan Ketat Penting untuk Pastikan Makan Bergizi Gratis Aman dan Tepat Sasaran

WALHI Sumut: Tujuh Perusahaan Jadi Biang Keladi Bencana Ekologis di Tapanuli

ASPIRASI Sampaikan Duka Mendalam dan Mendesak Evaluasi Menyeluruh atas Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Aceh, Sumut dan Sumbar

Bayang Kekuasaan yang Tak Kunjung Usai

Lari Dari Kenyataan Masalahnya Akan Semakin Berat

Teologi Pembebasan, Keadilan Ekologis, dan Luka Bumi di Aceh–Sumatra

Narasi Dokter Gigi Madi Bela Ijazah Jokowi

Kedaulatan Bocor: Saat Kawasan Industri Menjadi Zona Abu-abu

Gawat, Dalam Sepekan, Dua Rig Pertamina Hulu Energi Alami Fatality



No Responses