Zen M. Fauzie: Akhir Demokrasi Kita

Zen M. Fauzie: Akhir Demokrasi Kita
Ilustrasi sulitnya menegakkan keadilan

Oleh: Zen M. Fauzie

Zen M. Fauzie

Kehancuran demokrasi kita bisa berawal dari penundaan pemilu ini. Setelah itu akan disusul oleh seribu satu alasan untuk makin mengkonsolidasikan kekuatan di satu pihak. Ujung-ujungnya adalah perubahan UU Pemilu yang izinkan Presiden dipilih lebih dari dua kali.

Peta jalan pun sudah d:

1) Pernyataan jangan buru-buru putuskan calon

Pada rakernas Projo, yang dimaksud Jokowi “ojo kesusu, siapa tahu yg kita dukung ada di ruangan ini” itu adalah dia sendiri.

2) Buat isu ekonomi sulit.

3) Jerat kasus hukum pimpinan parpol.

4) Kumpulkan relawan. Relawan bayaran akan demo/menekan MPR untuk amandemen UUD.

5) Pj bupati dan Gub akan sepakat meminta pengunduran pemilu.

6) KPU nyatakan tidak siap.

7) Parpol, DPD dan DPR RI sudah dikendalikan.

8) Dan MPR melakukan amandemen karena ada kedaruratan.

Jika semua mendesak penundaan pemilu atau jika itu kehendak konstitusi jokowi akan ‘patuh’. Jokowi seolah tidak berdaya menolak amanat UUD.

Di balik gonjang-ganjing itu ada agenda ekonomi AS vs RRC, dan AS vs Rusia di Asia Tenggara.

Penundaan pemilu memberikan kesempatan RRC berpulih diri dan memantapkan agendanya di Indonesia dan Asia Tenggara.
Terutama setelah RRC berhasil memecah ASEAN, di mana 3 negara ASEAN: Laos, Kamboja, dan Thailand sudah jatuh ke RRC.

Bahkan RRC secara diplomasi berhasil memenangkan klaim sepihak LCS dengan memasukan negaranya ke dalam bagian dari ASEAN berdasar klaim LCS nya secara lebih dalam, apalagi 2023 Indonesia menjadi ketua ASEAN.

Penundaan juga memberikan kesempatan RI – 1 mewujudkan ambisi pemindahan IKN, padahal dari sisi geo strategis IKN adalah obyek umpan peluru matang/sandera.

Bila pemilu tetap terjadi di 2024, akan meredam ambisi IKN dan mengembalikan Kalimantan kepada masyarakat adatnya, (itulah salah satu sebab UU Masyarakat Adat belum disahkan walau sudah menginap 13 tahun, dan sudah 3 tahun, tinggal ketok palu di DPR, tapi terus diabaikan).

Alat untuk menunda selain alasan Kas, juga adalah alasan COVID-19 yang kembali dipromosikan akan naik lagi di 2023 (yang itu sebenarnya membuktikan kegagalan vaksin dan menegaskan bahwa vaccine adalah bussines yang didapat dari hasil utang RRC juga).

Sebaliknya, percepatan pemilu akan memberikan kesempatan AS mendongkel kekuatan RRC dan Rusia lebih lanjut dari Indonesia.

Untuk mengambil hati AS, maka dilakukan kerjasama percepatan pembangunan di Papua dengan AS melalui USAID.

Pertanyaannya…masa iya membangun wilayahnya sendiri, yang merupakan amanat UUD, minta bantuan asing? Hal yang sama terjadi di IKN.

Sementara itu kalangan bisnis pro RRC, makin dalam mengikatkan diri dengan RRC, dengan di satu sisi menolak agenda perubahan iklim AS dan negara Barat, karena bila agenda perubahan iklim dijalankan, maka bisnis batubaranya yang sebagian besar ekspor ke RRC akan berkurang.

Di sisi lain, membiarkan RRC mengambil alih ekspor CPO Indonesia ke Eropa dengan melakukan MOU CPO 1 juta barrel dengan Indonesia.

Penundaan juga berarti makin eksisnya kekuatan RRC menguasai bahan baku energi listrik hulu hilir dengan masuknya Foxconn (kolaborasi Taiwan dan RRC) di Batang sebagai pembuat batere listrik. (Foxx con adalah supplier terbesar Apple).

Di sisi lain Rusia memperhatikan diplomasi buruk dilakukan Indonesia, terutama keterikatan energi Indonesia dengan negara pro Barat dan RRC yang terlalu besar akan mengancam kebijakan energi Rusia dan kerjasama pembangunan kilang minyak Indonesia Rusia di Tuban.

Padahal minyak murah Rusia bernilai strategis minimal 10 tahun ke depan, solusi untuk pembelian bahan bakar dengan nilai lebih murah berdasar kurs yang akan berdampak keuntungan signifikan, mengingat dampak strategis multiplier ekonomi sektor energi.

Tak heran Rusia menolak datang ke G 20, padahal menjadi jalan energi Rusia ini justru kesempatan Indonesia mengalahakan Singapura dan mengambil keuntungan dari itu bila berhasil menjadi bunker minyak Rusia, minimal terminal pelabuhan minyak Rusia yang mencari jalan pemasaran ke Asia.

Kesimpulan, baik penundaan maupun sesuai target itu tidak lepas dari agenda kekuatan asing di Indonesia. Inti dari itu semua, perubahan kekuasaan akan mengubah peta politik dan dominasi para pelaku bisnis di Indonesia. Dan penguasa sekarang masih enggan untuk melepaskan itu.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K