Oleh Redaksi | Analisis Politik & Pertahanan
Sumber: Podcast Refly Harun Channel – Episode “Konflik Internal di TNI dan Isu Pergantian Panglima” (2025)
JAKARTA – Dalam podcast yang dipandu Refly Harun, pengamat militer dan politik Dr. Anton Permana memberikan pandangan lugas mengenai isu “konflik internal di tubuh TNI” yang sempat mencuat di publik, terutama pasca isu pemecatan dan pengangkatan kembali perwira tertentu serta spekulasi pergantian Panglima TNI oleh Presiden.
Konflik Itu Biasa, Tapi TNI Punya Disiplin Besi
Menurut Anton Permana, dinamika internal merupakan hal yang lumrah di setiap institusi, termasuk militer. Namun, ia menegaskan bahwa TNI memiliki sistem yang berbeda dibanding lembaga sipil.
“Namanya kompetisi dan konflik internal itu biasa di mana pun, tidak hanya di TNI saja. Cuma bedanya, TNI ini militer, Bang. Dia punya disiplin, punya doktrin, dan sistem vertikal komando yang masih solid sampai sekarang,” — Dr. Anton Permana, dalam Podcast Refly Harun.
Anton menjelaskan bahwa loyalitas dalam tubuh TNI telah ditanamkan sejak prajurit mengucapkan sumpah prajurit—yang menempatkan kepatuhan dan loyalitas kepada atasan sebagai prinsip utama.
“Tidak mungkin seorang prajurit TNI akan berani melanggar sumpah itu. Loyalitas kepada atasan adalah bagian dari jati diri prajurit TNI,” tegasnya.
Soliditas TNI Terjaga
Menanggapi analisis publik yang menyebut adanya “geng Solo” atau faksi tertentu di tubuh TNI, Anton menilai hal itu lebih banyak bersumber dari persepsi luar ketimbang realitas internal.
“Dugaan-dugaan itu silakan saja. Tapi sejauh pengamatan saya, TNI kita masih solid. Baru saja mereka melaksanakan validasi organisasi, dan itu berjalan baik,” ujarnya.
Ia mencontohkan gelar kekuatan di Batujajar, Jawa Barat, pada 10 Agustus 2025, sebagai bukti konkret kesolidan dan profesionalisme TNI. Dalam acara tersebut, sejumlah jabatan strategis — seperti Panglima Komando Kopassus dan Panglima Komando Marinir — diresmikan secara serentak.
“Itu gelar kekuatan yang luar biasa. Tidak akan bisa sukses kalau tidak ada soliditas di tubuh TNI,” jelas Anton.
Reformasi dan Ukuran Profesionalitas
Anton juga menekankan bahwa untuk menilai kondisi TNI tidak cukup hanya dengan penilaian subjektif atau rumor politik.
Menurutnya, harus ada tolok ukur kuantitatif dan kualitatif yang melihat sejauh mana TNI melakukan reformasi struktural, validasi organisasi, dan penguatan postur pertahanan.
“Mengukur TNI tidak bisa hanya dari sisi subjektif. Ada aspek kuantitatif dan kualitatif yang harus dilihat — termasuk bagaimana TNI mereformasi dirinya,” katanya.
Catatan Akhir: “Konflik Tidak Akan Menembus Profesionalisme”
Menutup analisisnya, Anton menyatakan bahwa konflik kepentingan di antara individu atau kelompok dalam tubuh TNI bisa saja terjadi, namun tidak akan menembus batas profesionalisme.
“Pasti ada konflik kepentingan di antara internal, tapi sampai mencuat dan melangkahi batas-batas profesionalisme, sampai saat ini saya belum melihat ke arah sana,” tutupnya.
Kesimpulan
Analisis Dr. Anton Permana menghadirkan perspektif yang menenangkan di tengah spekulasi publik soal TNI. Ia menegaskan bahwa:
Konflik internal merupakan hal wajar,
Loyalitas dan disiplin TNI masih kuat,
Proses reformasi dan validasi organisasi terus berjalan,
Tidak ada tanda-tanda perpecahan struktural di tubuh militer Indonesia.
Dengan demikian, isu-isu yang berkembang lebih banyak merupakan narasi eksternal ketimbang fakta internal.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Santri Bergerak, Indonesia Berbenah: Makna Hari Santri di Era Modern

Puisi Tazbir: Sumpah Pemuda

Pembangunan Pabrik PT Japfa Comfeed Indonesia, Diduga Ada Transaksi Penjualan Tanah Hitam, Terancam Dilaporkan ke Polda Jatim

Masjid Al-Aqsa Terancam Roboh akibat Penggalian Bawah Tanah Israel

Komunitas Muslim Berutang Budi Kepada Zohran Mamdani

Edan! Sekdes Terpilih Desa Tirak Ternyata Masih Nyabu

“Bau Amis KKN di Balik Seleksi Perangkat Desa Tirak: Ketika Jabatan Dibeli, Hukum Dikhianati”

Pejabat “P” dan “R” di Tengah Polemik Proyek Whoosh: Aroma Korupsi Besar di Balik Pemilihan China

Miss Invoicing 1.000 Triliun di Era Jokowi: Negara Rugi Lebih 100 Triliun Pajak Tak Masuk Kas

Masyarakat Tolak Hasil Seleksi Perangkat Desa Tirak, Minta Proses Diulang: Terpidana Narkoba Lolos Jadi Sekdes dengan Nilai 90




No Responses